Share

Bab 8 - Mandi Bersama

Author: EYN
last update Huling Na-update: 2025-06-28 11:00:00

"Masuk!" titah Erland dari dalam bathub.

"HAH?! A-apa? Tidak mau!"

""Aku bilang masuk, itu artinya masuk! Buka bajumu!"

Maureen tidak habis pikir dengan kelakuan Erland. Penikahan mereka hanya pura-pura, tentu saja dia tidak akan mau mandi bersama Erland. Apalagi mengingat reputasi Erland yang mudah bosan dengan wanitanya. Maureen jelas tidak mau didepak begitu saja setelah segalanya dia berikan pada Erland.

"Sini! Mandi bersamaku!" ucap Erland lagi, memperjelas permintaannya.

"Tidak, Erland."

"Kenapa?"

"Tidak boleh."

"Kata siapa?"

"Kata aku." Maureen berkacak pinggang di depannya. "Tidak boleh laki - laki dan perempuan berduaan tanpa busana."

"Kamu itu istriku. Aku cuma mau kamu menggosok punggungku. Kenapa begitu saja tidak boleh?" dengus Erland sambil cemberut seperti anak kecil yang ditolak saat meminta cokelat. "Padahal aku memintanya sama istriku sendiri. Apa kamu lebih suka aku meminta pada wanita lain?"

"Huh!" Maureen memalingkan wajah. Pintar sekali Erland menggunakan trik psikologi ini. Yang diucapkan oleh Erland memang benar, sudah wajar seorang suami minta mandi bersama.

"Tapi, tunggu! Bukankah pernikahan mereka hanya pura-pura?" Hati kecil Maureen mengingatkan.

"Sini!"

"Wooops!"

Erland tiba-tiba menarik tubuh Maureen hingga gadis itu kembali terjerembab ke dalam bathub. Dia tertawa keras saat Maureen menimpa tubuhnya. "Kamu tidak akan patuh kalau tidak dipaksa."

Detik berikutnya, shower sudah menyala. Seketika pakaian dan tubuh Maureen basah kuyup.

"Argh!" geram Maureen. Dia benar - benar kehabisan kata - kata karena ulah Erland.

"Minggir!" Erland mendorong Maureen supaya menyingkir. Setelah itu, dia berubah posisi membelakangi Maureen. "Gosok punggungku!"

"Kamu ini benar - benar mabuk? Atau pura - pura sih?" sergah Maureen curiga. Jangan - jangan Erland hanya bermain peran untuk menggodanya.

Bukannya jawaban, tapi Erland malah berbalik badan dengan tatapan sayu. Dia memperhatikan dengan seksama wanita yang sedang berada di hadapannya. Tatapannya berjalan dari ujung kepala, mata dan berhenti sejenak di bibir. Kemudian, tatapan itu turun ke leher dan dada.

Seketika suasana berubah bagi Maureen. Darah berdesir ketika tiba - tiba Erland meraih jarinya, lalu mengecup satu per satu jari - jari lentik itu. Maureen terpaku di posisinya, memandangi lelaki yang sedang mencium jari - jarinya.

Sembari menciumi jari - jari, mata Erland tetap lekat di wajah Erland. Ekspresinya sungguh tidak bisa diterjemahkan oleh Maureen. Air shower terus mengucur, menyirami sepasang laki - laki dan perempuan yang ada didalam bathub berukuran besar.

"Erland... " bisik Maureen dengan suara tercekat. Dia berusaha menarik tangannya, ingin kabur dari suasana janggal yang menggetarkan jiwanya.

"Aku cuma ingin kelembutan yang tidak pernah aku dapatkan sejak kecil." Erland memainkan jari - jari mereka yang bertautan. Kulit Maureen terasa hangat dan lembut, berbeda dengan kekasih-kekasihnya selama ini.

"Erland, kamu mabuk..." ucap Maureen kemudian, mulai pasrah pada keadaan. Melawan orang mabuk bukanlah pilihan yang tepat saat ini.

"Hehe... beginilah kalau mabuk. Kamu pernah mabuk?" Erland semakin melantur. Senyum lebar terukir di wajah tampannya.

Ah, Erland jadi tidak bisa berpikir jernih. Belum lama dia berkata kalau tidak akan tertarik pada Maureen meski dalam kondisi telanjang sekali pun, tapi Maureen dalam pakaian tidur yang basah membuatnya tiba - tiba bergairah.

"Erland, lebih baik kamu tidur saja," putus Maureen kemudian sembari mematikan shower.

"Yuk, bobok bareng," sahut Erland dengan entengnya.

Angkat tangan, Maureen menyerah pada tingkah Erland yang menjadi-jadi. Mengabaikan omongan Erland, Maureen menyambar kimono handuk untuk dirinya sendiri dan Erland.

Setelah memakaikan kimono, Maureen mengalungkan lengan Erland ke bahunya dan memapahnya ke kamar Erland yang tidak jauh dari sana. Erland menyandarkan kepalanya diatas kepala Maureen, menciumi kepala gadis itu sesuka hati.

"Aku sudah menikah, hm? Kamu istriku atau bukan?" gumamnya.

Maureen memutar bola matanya dengan sebal. Erland benar - benar tega membebankan berat badannya ke tubuh Maureen yang mungil. Dia mulai kesulitan menyeret tubuh suaminya yang tinggi dan besar.

"Baru sadar kalau sudah menikah? Sudah menikah tapi keluyuran terus," gerutu Maureen jengkel.

Lagi - lagi Erland terkekeh seperti orang yang baru saja mendengar lelucon. Dia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. "Sini! Sini! Bobok sini!" ujarnya sambil menepuk sisi tempat tidur kosong disebelahnya.

"Heh?! Tidak mau!"

Erland tak peduli. Dia menarik tangan Maureen dengan keras. Sekali hentakan saja, tubuh Maureen sudah jatuh menimpa Erland. "Kamu memang keras kepala. Minta gosok punggung, kamu menolak. Bobok bareng, kamu juga tidak mau. Itu hal yang wajar dilakukan oleh suami istri."

Maureen tertegun mendengar kalimat Erland. Memang benar mereka suami istri yang sah dihadapan Tuhan dan negara, tapi ada perjanjian diantara mereka. Erland pintar sekali membuat hati Maureen terombang ambing.

"Kamu tau? Pertama kali aku melihatmu, kamu jelek sekali. Kurus. Kuno. Tapi... ternyata matamu cantik. Kamu cuma perlu sedikit berdandan," bisik Erland dengan lembut.

Maureen menatap Erland dalam-dalam, menelaah apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh lelaki yang berusia tiga tahun diatasnya.

Gombal?

Merayu?

Meracau?

Atau, apa?

Yang jelas ekspresi Erland terlihat berbeda dar biasanya. Kemudian, tatapan mereka bertemu. Erland tersenyum padanya. Senyum tulus yang lama tidak dia lihat. Ekspresi ini membuat hati Maureen menghangat.

Tangan Erland menyibakkan poni Maureen, lalu menarik kepala gadis itu mendekat.

Heran sungguh Maureen heran pada dirinya sendiri yang begitu patuh pada Erland. Dia menurut saja saat Erland mencium bibirnya. Tanpa sadar Maureen memejamkan mata menerima ciuman Erland yang lembut. Sepersekian detik, dia bisa merasakan kalau tidak ada kebencian dalam ciuman itu. Ini seperti ciuman dari seorang kekasih.

Maureen membuka mata. "Erland..."

"Kamu ingat saat penerimaan mahasiswa baru? Waktu itu aku menyuruhmu menyatakan cinta padaku. Apa kamu ingat?" tanya Erland, jarinya mengusap ujung bibir Maureen.

"Tentu saja ingat!" jawab Maureen cepat. Dia tak mungkin lupa peristiwa hari itu.

*

"Katakan padaku, kamu cinta padaku! Atau, kamu tidak akan lulus masa orientasi," perintah Erland yang saat itu menjadi salah satu panitia. Maureen ingat waktu itu dia harus mengumpulkan tanda tangan dari seluruh panitia, atau harus mengulang acara ini. Hanya tersisa satu orang yang tidak mau menanda tangani bukunya, yaitu Erland.

"Hah? Itu tidak adil," protes Maureen yang saat itu masih mahasiswa baru.

"Tidak usah banyak protes. Pokoknya, katakan pada mereka semua kalau kamu cinta padaku!" perintah Erland sambil tertawa. Ditangannya, ada sebuah ponsel yang siap merekam pernyataan cinta Maureen.

Mengingat Erland adalah anak dari salah satu penyokong bea siswanya, maka Maureen hanya bisa menurut. Yang menjengkelkan adalah Erland memutar rekaman itu di hadapan seluruh mahasiswa baru.

Sejak hari itu, Maureen memutuskan untuk menjaug dari Erland.

*

"Kamu tau kenapa aku suruh kamu menyatakan cinta padaku waktu itu?" tanya Erland, matanya menatap sayu pada bibir merah Maureen.

Maureen menggeleng, "Tidak tahu."

"Mmm... itu... ka... rena..." Mata Erland terasa berat. Entah kenapa berpelukan dengan Maureen membuatnya merasa sangat nyaman.

"Karena?" tanya Maureen yang mulai penasaran. Dulu. Dulu sekali. Waktu mereka masih kecil, Erland pernah menolongnya. Sayangnya, saat bertemu kembali kebaikan Erland sudah tidak terlihat.

"Zzzzz..."

Suara dengkuran menjadi jawaban atas pertanyaan Maureen.

"Hhhh!!" Maureen mengertakkan gigi sambil mengepalkan tangannya, lalu membuat gerakan seperti ingin memukul kepala Erland.

Gemas! Sudah serius-serius mendengarkan, eh malah ditinggal tidur.

Pelan - pelan, Maureen melepaskan diri dan berguling ke sisi lain kasur. Erland sudah terlelap, terdengar dari suara dengkuran dan napasnya yang teratur.

Gadis itu duduk di sambil memandangi wajah suami rahasianya. Lelaki yang selama ini dikenal sebagai pewaris Diandra Group. Wajahnya sudah tidak chubby seperti saat mereka pertama bertemu. Sekarang rambut Erland, tidak lagi tersisir rapi ke samping seperti saat masih kanak - kanak. Lelaki muda itu membiarkan rambutnya panjang hingga menyentuh bahu.

Meski begitu, Erland tetap tampan.

"Pantas saja cewek - cewek rela antre jadi pacarmu. Kalau dilihat - lihat, wajahmu mirip salah satu aktor bule kesayangan Nenek Argantha," gumam Maureen.

Apakah ucapan Erland saat mabuk berhasil menggoyahkan hati Maureen?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 106 - Dia Itu Suamiku Kan?

    Nama Clarisse menarik perhatian Jillian. “Hm…, rupanya kamu juga menyusup untuk menemui Erland? Lalu Clarisse mengusirmu?" Suara Jillian meluncur tanpa disaring, penuh racun. Senyumnya tipis di wajahnya menggambarkan watak yang culas. Matanya menyipit sinis menatap Maureen seperti melihat kotoran. "Apa maksudmu?" tanya Maureen dingin. Kesabaran yang sedari tadi dia tarik sepanjang-panjangnya, kini mencapai ujung. Dan, harga dirinya tersenggol. Selama ini dia hidup mandiri, tidak merepokan siapa pun. Apa dosanya sehingga orang-orang itu selalu menghinanya? Tangannya otomatis menggenggam erat undangan yang ada di genggamannya. "Erland sudah melupakanmu. Buktinya, dia dekat dengan Clarisse sekarang. Tidak udah mengejar Erland lagi," Jillian berhenti sejenak, lalu memutar bola mata dan berkata, "Lagipula, tempat ini hanya untuk orang yang punya undangan." “Aku punya undangannya," tegas Maureen. Dia mengangkat undangannya, "Sekarang minggir! Aku mau masuk!” Seketika mata Jillian

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 105 -- Harap-Harap Cemas

    Maalam Grand Final"Aku di ruang ganti. Kabari aku kalau sudah sampai."Pesan dari Lillian masuk, bertepatan dengan Maureen tiba di tempat pagelaran. Sejak siang Lillian sudah sibuk di tempat acara untuk memastikan semua persiapan lancar.Dia datang sendiri ke acara ini karena teman-temannya juga sudah pulang ke rumah masing-masing, sementara dia terbang bersama Lillian dan tim ke kota karantina. "Aku sudah sampai," balas Maureen, kemudian melangkah dengan anggun sambil menahan debar jantung yang bertambah cepat.Gaun rancangan rumah mode Lillian membalut tubuhnya dengan anggun, membuat wajahnya terlihat semakin manis dengan riasan lembut. Lampu-lampu panggung berpendar dari kejauhan, memberi kesan megah dan meriah. Namun Maureen tidak sempat menikmatinya. Dia langsung menuju pintu backstage sesuai petunjuk Lillian.Semakin dekat dengan pintu backstage, hatinya berdebar semakin keras. Dia tahu dibalik pintu itu ada Erland. Mereka akan bertemu setelah sekian lama kehilangan kontak.

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 104 - Tidak Masuk Logika

    Malam sudah merambat pekat ketika Maureen bersama ketiga sahabatnya tiba di rumah. Lampu ruang keluarga menyala redup, menyambut mereka yang baru saja pulang dari mall dengan hati tak karuan.Begitu menginjakkan kaki di ruang tengah, Maureen langsung melempar tas ke sofa dengan penuh emosi, lalu menghempaskan tubuhnya dengan kasar.“Hhh…” desahnya panjang, napasnya berat seolah menanggung beban berton-ton di dada.Ruby, Emily, dan Marcella ikut duduk, lalu bertukar pandang dengan canggung. Ekspresi ketiganya keruh. Tidak ada satupun dari mereka yang bisa tersenyum.Dalam hati, ketiganya ingin sekali mengumpat nama Erland. Tetapi seburuk-buruknya Erland, lelaki itu tetap suami Maureen.Sebut saja Erland suami yang tidak tahu diri, tetap saja ada rasa sungkan yang menahan mereka. Tapi kalau tidak mengumpat, dada mereka terasa sesak. Serba salah.Lost contact seminggu lebih karena ponsel rusak, alasannya itu tidak masuk di logika mereka. Tapi, mereka memilih diam.Ruby mendengus pelan sa

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 103 - Bukan Dia Yang Mengundang Aku

    Suasana klinik kecantikan sore itu masih cukup ramai. Maureen bersama Ruby, Marcella, dan Emily baru saja selesai menjalani perawatan seluruh tubuh. Seharian di klinik, mereka tampak lebih relax, kulit wajah terlihat segar, dan tawa ringan pun terdengar ketika mereka menuju meja pembayaran. "Terima kasih sudah berkunjung. Kami menanti kunjungan berikutnya," ucap gadis yang bertugas menjaga resepsionist. Mereka mengangguk dan tersenyum ramah ketika langkah Maureen terhenti sejenak karena telinganya menangkap sebuah nama yang begitu familiar. “Aku sudah membeli tiket malam final hanya demi melihat Erland,” ucap petugas di bagian pembayaran, suaranya penuh semangat dan bangga. Mata Maureen langsung membesar, sementara Ruby spontan melirik Marcella dan Emily. Seketika radar mereka menjadi lebih sensitif, mencoba menangkap apa pun yang berhubungan dengan Erland. “Dia memang tampan sekali. Suaranya enak,” sahut seorang rekan petugas sambil terkekeh. "Ah, aku tidak sabar bertemu dengan E

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 102 - Husband Material

    Erland sedang pusing dengan kepalanya yang dipenuhi masalah, sementara di sisi lain, Maureen justru menemukan hiburan di tengah kepedihan.Kehilangan nenek tercinta jelas meninggalkan luka, ditambah lagi suami yang menghilang entah ke mana. Untungnya, ada Ruby, Emily, dan Marcella—tiga sahabat yang setia mengisi kekosongan hatinya.“Maureen, aku beli banyak makanan. Pokoknya malam ini kita party!” Ruby berseru riang. Dia tadi pergi dan sekarang datamg dengan membawa satu kantong besar berisi makanan.Teman-temannya berkerumun sambil mengendus aroma lezat yang menguar dari kantong tersebut. Aroma ayam goreng berpadu french fries, pizza, dan burger langsung memenuhi ruangan.“Aku benci makanan ini. Hari ini aku adalah hari dietku," keluh Emily, raut wajahnya memelas."Kamu bisa diet kapan-kapan," celetuk Marcella, mengedipkan sebelah mata dengan kocak.Maureen mengeluarkan kotak pizza dan mengoyangkannya di depan wajah Emily. "Kamu akan menyesal kalau diet," godanya, sambil tertawa pela

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 101 - Bisik - Bisik

    Pikiran Erland kusut seperti benang ruwet. Setiap tarikan napas dan gerak langkah di ruang latihan hari itu terasa berat. Bukan karena fisik, tetapi karena bisik-bisik yang sempat dia dengar.Di setiap lingkungan pasti ada orang yang tidak suka atau iri.“Pantas jumlah suara dia naik terus, ternyata kenalannya orang berpengaruh,” bisik seorang peserta sambil menatap Erland yang duduk tidak jauh dari mereka.“Siapa yang tidak kenal Lillian Odelia?” tambah yang lain, nada setengah kagum, setengah mencibir.“Omong-omong, wajah mereka sedikit mirip. Apa mereka ada hubungan?” seorang peserta perempuan menegur temannya, menahan tawa, matanya terus mengintip Erland."Biasanya karena dekat, lama kelamaan wajah kita jadi mirip," celetuk yang lain. Dia memberi mengucapkan kata dekat dengan mimik penuh arti.“Hush! Sembarangan saja. Erland itu berpacaran dengan Clarisse,” sahut yang lain cepat. Nadanya seperti orang berbisik, tapi bisa didengar dengan jelas oleh orang-orang disekitar mereka, ter

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status