Waktu makan siang telah terlewati beberapa menit yang lalu. Alfan baru saja menyelesaikan rapat saat ponselnya terus berdering dan menampilkan nama mantan adik iparnya.
Beberapa kali Alfan mengabaikan panggilan tersebut sampai pada akhirnya tangannya menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan.
Belum sempat Alfan berbicara, suara teriakan panik tersebut membuatnya tanpa pikir panjang langsung bergegas keluar dari ruangan rapat. Alfan bahkan mengabaikan ucapan sang sekretaris yang ingin mengatakan sesuatu.
“Kita bicara lagi nanti. Aku harus pergi.”
“Tapi Pak —” Alfan menghilang di balik pintu tanpa mendengar bahwa sebenarnya Maya ingin mengatakan sesuatu.
Mobil Range Rover yang dikendarai melesat dengan cepat menuju rumah sakit. Setelah sampai di sana, Alfan langsung bergegas mencari ruangan rawat perempuan itu.
“Apa yang kamu lakukan, Zahra?!” pekik Alfan dengan napas memburu. Ia melihat dengan j
Suara ketukan di pintu membuat sang pemilik tubuh yang baru saja mendaratkan tubuhnya di ranjang sontak bangkit dengan sedikit malas. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang, namun karena cuaca di luar mendung diiringi gerimis syahdu, membuat siapa pun akan malas melakukan aktivitas. Meringkuk di bawah selimut dengan nyaman dan tidur adalah solusi yang tepat.Sebelum membuka pintu kamar, Bulan merapikan pakaiannya. Sebelum pertanyaan terlontar dari bibirnya, Mbak Marni lebih dulu mengatakan maksudnya. Ibu mertuanya datang berkunjung dan saat ini ada di bawah.Bulan sedikit heran, tumben ibu mertuanya datang tanpa berkabar lebih dulu. Sebelum turun ke bawah, Bulan sedikit merapikan rambutnya yang hanya diikat asal.Dia bisa melihat perempuan paruh baya itu tersenyum lebar ke arahnya. Mereka berpelukan singkat sebelum Bulan bertanya banyak hal.Mama Silvi mengatakan beliau datang hanya untuk mampir sambil membawakan Bulan beberapa baju hamil yang nyaman
Selama beberapa waktu Alfan sedang mengalami sedikit masalah di kantor. Perusahaan cabang rugi lumayan banyak karena ada beberapa petinggi perusahaan yang menggelapkan dana dan membuat beberapa pemegang saham di kantor cabang menarik saham yang dimiliki karen khawatir perusahaan tersebut akan gulung tikar mengingat itu hanya perusahaan kecil yang baru merintis. Jelas berbeda jika itu perusahaan pusat yang memiliki banyak penyokong. Walaupun perusahaan tersebut termasuk anak perusahan Herlambang Group, tapi tetap saja tidak memiliki pengaruh yang sama. Saat keadaan sedang gonjang-ganjing, tiba-tiba ada seseorang yang mau menginvestasikan dananya di perusahaan tersebut. Tapi orang tersebut tidak mau diketahui identitasnya. Awalnya Alfan ragu karena bisa saja dana tersebut hasil dari pencucian uang dan sengaja disembunyikan alih-alih investasi. Namun setelah berpikir beberapa saat, menimbang resiko dan desakan akhirnya Alfan menyetujuinya dan meminta direktur yang mengurus peru
Beberapa kali Bulan sudah mengalami kontraksi. Hanya sebentar, namun sakitnya ke tulang-tulang hingga membuat tubuhnya melemas. Tapi Bulan masih bisa bersikap tenang, dia mengambil ponsel dan menghubungi siapa pun yang ada di lantai bawah untuk memberinya pertolongan pertama.Sebelum itu ia juga sudah menghubungi sang suami yang saat ini sedang berada di ruang rapat. Laki-laki itu pergi setelah mendapatkan kabar darinya.Tak lama pintu kamarnya terbuka dan dua perempuan masuk menampilkan raut kepanikan. Beberapa kali Bulan menarik napas panjang dan mengeluarkannya kemudian meminta mereka membawanya turun.Perlahan tubuhnya dipapah oleh Mbak Marni dan Mbak Yuli. Dengan sangat hati-hati mereka turun ke bawah dan langsung masuk ke mobil yang sudah menunggu di depan pintu. Ditemani dua perempuan itu, Bulan dibawa ke rumah sakit bersalin yang tidak begitu jauh dari sana. Bulan memang tidak mengeluh namun keringat dingin yang keluar sudah cukup menjelaskan semuanya.
Rangkaian bunga dan beberapa hadiah-hadiah besar mulai berdatangan di rumah mewah yang saat ini sedang mengadakan perayaan hari ulang tahun seorang balita tampan yang saat ini genap berusia satu tahun.Halaman luas di belakang disulap dengan dekorasi bergambar bus tayoo yang beberapa waktu lalu menjadi trend. Taman belakang disulap menjadi arena bermain anak-anak. Mengundang beberapa badut yang saat ini tengah menghibur para anak-anak dengan trik-trik sulap dan komedinya.Acaranya begitu meriah walau mereka hanya mengundang keluarga, sahabat dan tetangga. Mereka yang tak bisa hadir, hanya mengirimkan hadiah-hadiah yang saat ini tertumpuk rapi di ruang tamu. Sementara rekan bisnis Alfan juga kenalan Bulan, mengirimkan rangkaian bunga yang saat ini memenuhi hampir sebagian jalan.“Tidak meriah saja seperti ini, andai kita membuat perayaan meriah, mungkin rangakaian bunga akan berjajar rapi sampai di jalan besar.” Bulan berbisik pelan.Tiba-tiba
Berpura-pura tidak tahu apa pun terkadang lebih baik daripada harus menerima kenyataan yang menyakitkan.—Queena Bulan Latief—Sepanjang hari itu Bulan hanya duduk di ruang keluarga, matanya dengan awas masih melirik ke arah sang anak yang mulai belajar berjalan.Ruangan tersebut sedikit berantakan dengan banyak mainan milik Rayan yang berserakan.Selama beberapa minggu ini Bulan sudah memikirkan banyak hal, bukan tentang suaminya melainkan tentang apa yang diderita. Ia tidak bisa menundanya lagi, tapi setiap ingin mengatakan kalimat tersebut lidahnya begitu keluh, tenggorokannya tercekat, entah apa reaksi suaminya, membayangkannya saja Bulan takut.Pada akhirnya Bulan memilih menyembunyikan penyakitnya dan bersikap seolah tidak pernah mendengar atau tahu bahwa di kepalanya terdapat penyakit ganas yang bisa sewaktu-waktu mengambil nyawanya. Bulan menyerahkan hidup dan matinya kepada Tuhan—sang pemberi kehidupan. Dokt
Tersenyumlah, meskipun keadaan tidak berpihak padamu. Teruslah tersenyum,meskipun darah menetes di hatimu, karena tidak ada yang akan tahu selain dirimu sendiri.—Queena Bulan Latief—Alfan benar-benar terkejut sekaligus syok melihat kehadiran istri dan anaknya. Ia menyusul Bulan pulang, namun perempuan itu sudah tidak ada di rumah, sementara lemari sudah berantakan dan sedikit terbuka. Saat ia bertanya, jawaban yang sangat tidak ingin didengar akhirnya merasuk di telinganya.Bulan pergi dari rumah dengan membawa Rayan. Pasti ke rumah orang tuanya, ia yakin akan hal itu. Tapi tubuhnya sama sekali tidak bergerak segera menyusul mereka, tubuhnya merosot dengan kaku dan terduduk di sofa dengan suara gumaman kata maaf.Bahkan sampai berhari-hari Alfan sama sekali tidak segera menemui Bulan. Ia masih bekerja seperti biasa, sama sekali tidak terganggu dengan kepergian istri dan anaknya. Berbeda sekali dengan saat
Benar, kedua orang tua Alfan memang sudah tidak ikut campur dengan urusan rumah tangganya. Bahkan di kantor, Papa Andre hanya bicara sepatah kata jika diperlukan, itu pun hanya sekadar pembicaraan tentang pekerjaan. Tidak ada pembahasan lain selain itu.Setelah pulang kantor, Alfan duduk di sebuah restoran sambil menunggu seseorang sampai tiba-tiba terdengar suara lembut memanggil.“Duduk, Ra.” Perempuan itu tersenyum dan segera duduk.Zahra Jasmine. Ya, benar, itu memang dia.“Maaf, Mas. Hari ini restoran benar-benar ramai dan banyak pesanan yang harus dicek ulang. Jadi aku harus turun tangan sendiri.” Restoran ini adalah miliknya, baru buka beberapa bulan yang lalu dari modal yang diberikan Alfan.“Ada apa ya, Mas?”“Bisa ikut aku bertemu dengan Bulan untuk menjelaskan semuanya? Kamu sudah dengar bukan jika istriku pergi dari rumah dan sampai sekarang aku belum melihat keadaannya.”Per
Sudah satu bulan hubungan mereka jalan di tempat. Bulan masih tinggal di rumah orang tuanya dan selalu menolak saat Alfan mengajaknya pulang. Dulu ia menyerah dan memberinya kesempatan begitu mudah hingga mungkin Alfan mengulang kesalahan yang sama. Tapi kini tidak akan lagi. Suatu pagi ponselnya berdering dan Alfan mengajaknya bertemu di sebuah cafe. Sejujurnya ia malas, tapi kata Alfan ini penting maka siang itu Bulan sudah duduk di meja setelah memesan minuman. Suara lembut dan begitu familiar itu merasuk di telinga. Memanggil namanya dan melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya. Zahra Jasmine. Perempuan itu menyunggingkan senyum tipis, dan segera duduk tanpa dipersilakan. Tanpa ditanya perempuan itu menjelaskan tentang kehadirannya. Ternyata Alfan yang memintanya. Sengaja mengundang Zahra untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Tapi ternyata yang dilakukan Alfan adalah kesalahan. Bukannya menjelaskan, manta