Share

Pernikahan Rahasia Suamiku
Pernikahan Rahasia Suamiku
Penulis: E. K

Wanita Idaman

Hujan tak kunjung reda. Sang langit masih dengan setianya menjatuhkan berjuta kubik air ke muka bumi. Membasahi genting, pepohonan, gedung-gedung, jalanan serta semua yang ada di muka bumi tak luput dari terpaan air hujan.

Beruntung hujan turun saat malam hari, waktu yang digunakan semua orang untuk beristirahat. Memanjakan tubuhnya setelah seharian berkutat dengan berbagi aktivitas.

Namun, tidak berlaku untuk Jihan Haura. Seorang ibu rumah tangga berusia 30 tahun dan memiliki dua orang anak. Anak pertama bernama Raisa Putri berusia enam tahun dan anak keduanya bernama Rafli Putra yang satu minggu lalu tepat berusia tiga tahun.

Jihan merupakan sosok wanita sempurna. Selain memiliki wajah baby face, bekerja di perusahaan terbesar, investasi di mana-mana. Dan jangan lupakan dia juga memiliki seorang suami tampan pemilik hotel bintang lima terbesar di Jakarta-- Danu Prasetyo. Sempurna bukan hidup Jihan?

Saat ini Jihan tengah disibukkan mengurus Rafli yang sudah dua hari ini sakit. Saat sakit Rafli tidak mau lepas dari ketek Jihan. Seperti saat ini Rafli ingin terus digendong, padahal dirinya baru saja pulang bekerja. Pulang dalam keadaan basah kuyup dan disambut dengan kerewelan sang anak.

Saat dirinya dan suami bekerja, anak-anak mereka akan diasuh oleh babysitter, Mona namanya.

“Mona kau menginap saja di sini, di luar hujan deras. Sekalian bantuin aku jagain Rafli, takut rewel," pinta Jihan pada Mona babysitter Rafli dan Raisa.

“Tapi, saya belum minta izin sama ibu. Nyonya tahu sendiri kan ibu saya tidak mengizinkan saya kerja sambil nginap?"

Jihan tampak berpikir apa yang di katakan Mona. Mona memang babysitter tapi Jihan tahu dan kenal betul siapa ibu dari Mona. Dia adalah asisten rumah tangganya, dulu.

“Biar saya yang telepon ibumu. Lagian jarak ke rumahmu cukup jauh, aku khawatir.”

Jihan lalu mengambil handphone di kamarnya dan berusaha menghubungi Lilah ibu dari Mona.

Tut...tut...

Sambungan terhubung tapi tak kunjung di angkat. Sekali lagi Jihan menelepon Lilah, dan yang kedua kali berhasil.

“Halo, Assalamu’alaikum,” sapa Lilah di seberang telepon.

“Halo, Wa'alaikum salam,” jawab Jihan.

“Nyonya Jihan tumben telepon bibi, apa Mona melakukan kesalahan?” cemas Lilah di balik telepon.

Jihan terkekeh. “Enggak, kok, Bi. Mona kerjanya bagus, saya sangat suka dengan pekerjaan Mona.”

“Syukurlah, Bibi takut Mona melakukan kesalahan,” ujar Lilah.

“Enggak, Bi. Bi saya telepon bibi mau ngasih tahu malam ini Mona nginap di sini, ya,” izin Jihan dan berharap Lilah mengizinkan.

“Tapi...”

“Ini sudah malam, mana di luar hujan. Saya takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Apalagi Rafli sakit, Mas Danu sedang di luar kota, jadi, sekalian saja temenin saya.”

Dari balik telepon sana Lilah sedang memikirkan perkataan Jihan. Bukan tanpa alasan dirinya selalu melarang Mona menginap. Lilah hanya tak ingin kejadian dulu terulang.

“Bi, bagaimana? Ini demi kebaikan Mona juga.”

“Baiklah Nyonya. Boleh saya ngobrol sebentar sama Mona?”

“Tentu, tunggu sebentar.”

Jihan berjalan menghampiri Mona yang saat ini sedang duduk di ruang tamu seraya memangku Rafli.

“Mona, ibumu mau ngomong sama kamu,” teriak Jihan dan Mona langsung meraih handphone yang di ulurkan Jihan. Lalu memberikan Rafli berganti ke pangkuan Jihan.

“Halo, Bu, ada apa?”

“Mona Ibu ngizinin kamu nginap di rumah Nyonya Jihan. Ibu harap kamu jaga sikap, jangan macam-macam.”

“Iya, Mona ngerti, Bu. Memang Mona mau berbuat macam-macam apa, Bu. Ada-ada aja.”

“Ya udah Ibu tutup, ingat pesan Ibu!”

“Iya, iya. Assalamu’alaikum."

“Wa’alaikumsalam.”

Sambungan telepon terputus. Mona lalu mengembalikan handphone kepada Jihan.

“Gimana? Diizinin?”

“Iya, Bu.”

“Syukurlah, sekarang kamu tidur di kamar Raisa. Nanti kalau ada apa-apa saya panggil kamu.”

“Iya, Nyonya.” Mona berlalu menuju kamar Raisa.

Sedangkan Jihan pun menuju kamarnya menidurkan Rafli yang sudah tertidur di pangkuannya.

***

Jihan terbangun jam lima subuh, ia bersyukur malam ini Rafli tidak terlalu rewel sehingga tidurnya begitu nyenyak. Sebelum beranjak Jihan mencium kening Rafli sekaligus mengecek suhu tubuh Rafli.

“Alhamdulillah, panasnya sudah turun,” gumam Jihan lalu ia pun pergi ke kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudu untuk salat Subuh.

Selesai mandi dan salat Jihan langsung ke dapur menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya. Di dapur ia mendapati Mona sedang memasak. Ia hampir lupa jika semalam Mona menginap di rumahnya.

“Mona, kamu sudah bangun?”

Perkataan tiba-tiba dari Jihan membuat Mona terkejut, sampai ia menjatuhkan spatula yang Mona pegang.

“Nyonya, saya kaget!” jujur Mona dan wajahnya berubah sedikit pucat.

“Maafkan saya Mona jika membuatmu terkejut.”

“Enggak apa-apa Nyonya.”

“Mona kamu masak apa?”

“Nasi goreng Nyonya, sayang... ada sisa nasi.”

“Ah, iya. Nanti nasi gorengnya habiskan, ya,” ucap Jihan seraya mengeluarkan berbagai bahan makanan dari kulkas.

“Lho, kok, Mona? Nyonya sama anak-anak juga makan. Ini banyak Nyonya.”

Jihan tersenyum ke arah Mona, dengan tak hentinya tangannya meramu berbagai bumbu dan bahan-bahan memasak.

“Saya selalu membuat masakan sendiri untuk anak-anak. Saya Bunda mereka, jadi kewajiban saya melayani mereka,” ujar Jihan sedikit berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan Mona.

“Nyonya hebat! Meski sibuk, tapi, Nyonya menyempatkan untuk membuat masakkan untuk Raisa dan Rafli. Bunda idaman,” puji Mona pada Jihan.

“Kau bisa saja, nanti kamu juga merasakan sendiri jika sudah berumah tangga dan memiliki anak.”

“Saya harap jika waktu itu datang, saya ingin seperti Nyonya begitu sempurna.”

“Kau berlebihan.”

“Serius, Mona berbicara jujur.”

Jihan terkekeh. Seperti itulah Jihan. Segala sesuatu itu harus berjalan dengan sempurna, tak boleh ada celah pada kehidupan dirinya. Kesempurnaan sepertinya sudah menjadi keharusan bagi Jihan.

Mona selesai memasak nasi goreng, kemudian dilanjut Jihan yang masak untuk dirinya dan anak-anak.

Mona hanya bisa melihat Jihan memasak, Mona dilarang ikut membantu. Ada kekaguman pada Mona saat melihat dengan cekatannya memasak dua menu dan tentunya menu sehat.

'Wah, Nyonya benar-benar wanita sempurna. Aku iri sekali,' batin Mona.

Selesai masak Jihan langsung membangunkan kedua anaknya, apalagi hari ini Raisa harus sekolah dan dirinya yang harus mengantar. Jika pulang selalu di antar oleh bus sekolah. Hari ini juga Jihan bisa merasa lega sebab Rafli sudah sembuh jadi pikirannya tidak bercabang.

“Mona saya titip Rafli, dia baru sembuh. Untuk makan Rafli ada di kulkas, nanti tinggal angetin, ya.”

“Iya, Nyonya tidak usah khawatir. Rafli aman.”

“Saya percaya sama kamu.” Jihan tersenyum.

Lalu matanya mengarah pada Rafli yang sedang berada di pangkuan Mona.

“Jagoan kecil Bunda, jangan rewel, baik-baik sama encus, ya.” Jihan mencium lama kening Rafli.

“Bunda cepat pulang.”

“Tentu. Dah!"

Jihan melambaikan tangan lalu meraih tangan Raisa untuk mengantarnya ke sekolah Harapan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status