Share

Hanya Status

Penulis: Nazila Arisakit
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-30 02:25:46

"Dan...satu hal lagi, jika kamu ingin mengakhiri semua ini, kapanpun kamu mau. Aku tidak keberatan. Tapi aku minta padamu jangan membuat malu!"

 

Lagi, Shaila menunduk. Pernikahan ini hanyalah status, seandainya dia tidak memulai dengan pura-pura dekat saat didepan Indira, mungkin tidak akan sampai ke titik ini. Ia merasa hatinya sudah hancur berkeping. 

 

"Oke, aku setuju. Begitu juga denganmu. Kalau kamu menemukan wanita yang ingin kamu nikahi, beritahu aku kapan saja. Aku berharap sebelum bercerai, kita bisa saling menjaga."

 

Shaila tersenyum menahan seluruh  kepahitan yang sudah menggunung. 

 

Tanpa berpamitan Shaila berbalik meninggalkan Ezra. Dia tak mau menunjukkan kesedihan di depan Ezra. 

 

Dia pikir, Ezra adalah laki-laki yang baik dan berhati mulia, tapi pikirannya itu salah besar. 

 

"Mau kemana?" Tanya Ezra santai. 

 

"Aku harus pulang. Aku harus menjelaskan semuanya kepada orang tuaku."

 

"Jangan! Jangan pulang sendiri! Biarkan aku menemanimu bertemu mereka. Akupun bertanggung jawab atas ini. Insya alloh nanti menunggu waktu yang tepat kita beritahu mereka."

 

Ezra menghentikan langkah Shaila yang sudah beranjak beberapa meter darinya. 

 

"Untuk saat ini pulanglah dulu ke rumah Mama. Dia sudah menunggumu."

 

***

 

Di ruang makan mereka sudah mnunggu Shaila. Tapi kali ini tidak ada Fauzan dan Alyne. 

 

"Mama menungguku?" 

 

"Mama menunggu kalian." Indira tersenyum lembut sambil merangkul Shaila. 

 

"Duduk sayang! Makan dulu."

 

"Kita sudah makan Ma." Jawab Ezra yang berlalu menaiki tangga. 

 

"Tunggu Zra! Mama mau bicara sama kalian."

 

"Hmmmh" Ezra berbalik sambil mendesah kasar. 

 

"Mama sudah berdiskusi dengan Papa. Sebaiknya Ezra mengajakmu bulan madu  sayang."

 

Shaila terdiam membeku. 

 

"Ta... Tapi Ma... " 

 

Belum selesai Shaila berbicara, Indira sudah memotong perkataannya. 

 

"Jika kamu tidak pergi, orang lain akan berpikir Mama tidak memperlakukan menantu Mama dengan baik."

 

Jelas-jelas tadi Ezra sudah menjelaskan, dia tidak mau berdekatan dengannya. Tapi Mama Indira memaksa untuk pergi bulan madu. 

 

"Aku dengar, Ezra sangat sibuk Ma. Jadi kita bisa bulan madu lain kali." Shaila tersenyum sambil melirik Ezra. 

 

"Jangan memikirkan Perusahaan terus! Perusahaan Ezra masih bisa di selamatkan tanpa Dia harus pergi ke kantor. Biar Papa utus karyawan Papa untuk mengontrol perusahaan Ezra." Tiba-tiba Dirga bersuara. Tatapannya dingin. 

 

Shaila hanya bisa terdiam dan menatap Ezra. 

 

Mendengar permintaan kedua orang tuanya, mata Ezra berubah suram. Apakah ini keinginan Papa? Perusahaanku baru saja berada di titik puncak dan banyak proyek. Jika aku pergi. Apa Papa ingin mengacak-ngacak kantorku? 

 

Ini pasti ada hubungannya dengan niat Papa yang tidak ingin Perusahaanku melampaui Perusahaan Papa. 

 

Shaila tiba-tiba berpikir, apakah ada niat lain dari Papa Dirga? 

 

"Ma, sepertinya untuk saat ini Perushaan lebih penting bagi Ezra." Shaila mencoba merayu lagi. 

 

Tiba-tiba Ezra mengulurkan tangannya menepuk punggung Shaila. 

 

"Oke Ma, kita akan pergi bulan madu. Soal pekerjaan biar Sekertarisku yang handle. Aku juga bisa mengontrol dari kejauhan." 

 

Shaila menatapnya. 

 

"Apa dia setuju?" Hatinya bertanya. 

 

"Mama tahu, kamu pasti memahami Mama." Indira memeluk Ezra. 

 

"Jangan khawatir! Mama bisa datang mengontrol kantormu sesekali."

 

Shaila berusaha tersenyum dan beranjak meninggalkan ruangan bersama Ezra. 

 

"Jadi, kita akan pergi bulan madu?"

 

Ezra meliriknya tanpa menjawab apapun.  Dia berlalu memasuki kamar mandi meninggalkan Shaila yang masih menunggu jawaban. 

 

Sedangkan Shaila masih berkutik dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di dalam pikirannya. 

 

Ezra kembali, tapi dia tetap dingin tanpa berbicara. 

 

"Tolong, beritahu aku tentang dirimu sedikit saja. Bagaimana bisa Papa Dirga mengusirmu empat tahun lalu? " Tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari mulut tipis Shaila. 

 

"Demi apa kamu bertanya itu, apa kamu mulai khawatir kepadaku?" 

 

Lalu Ezra berjalan dan membuka lemari pakaian. 

 

"Kemarahan papa sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku. Aku yang sekarang adalah akibat kemarahan Papa empat tahun lalu. Meski Papa mengusriku, Dia juga yang mendorongku hingga aku bisa membangun Perusahaan sendiri sampai posisi seperti ini."

 

Dari sedikit penjelasan Ezra, Shaila bisa mengerti betapa pedihnya hati Ezra. 

 

"Ah, sudahlah itu hanya salah satu kenangan pahit."

 

"Salah satu?" Mata Shaila membelalak. Ingin sekali dia memeberi pertanyaan lain kepada Ezra. 

 

Tiba-tiba Ezra membungkuk memegang perut. Mukanya meringis seperti menahan sakit. 

"Tolong bantu aku!"

 

Shaila yang melihat itu, langsung berdiri dan membopong Ezra. 

 

"Tidak, tidak usah! Aku masih bisa." Kemudian dia duduk diatas kasur. 

 

"Tolong ambilin obat di laci." 

 

Shaila segera beranjak mengambil obat dan memberikannya pada Ezra. 

 

"Kamu sakit? " Tanya Shaila khawatir. 

 

"Tidak, aku baik-baik saja." Ezra kembali berdiri dan beranjak keluar. Tapi usahanya sia-sia dia masih belum bisa berdiri tegak. Akhirnya ia menubruk Shaila yang dengan sigap menahannya. 

 

"Maaf!" Dia menatap Shaila yang sedikit menahan tubuhnya agar tidak jatuh. 

 

Aroma parfum vanila, berpadu dengan aroma lavender menusuk hidungnya. Shaila mulai tidak ingin beranjak, dan tetap menatap Ezra dengan tatapan bodohnya. 

 

Dia tidak pernah sedekat ini dengan Fauzan. Sebenarnya apa yang diinginkan Ezra. 

 

Dia menatapnya dengan tatapan konyol.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Sandiwara   Tiba-tiba kerinduan yang menggebu semakin menyatu

    Shaila tidak melanjutkan perkataannya, dia kembali terdiam dan menunduk. Menelan ludah sedalam-dalamnya. Harusnya, dia tidak muncul, dan membiarkan Ezra mematikan api itu.Tak masalah, nanti dia bisa menyalakan lagi saat Ezra pergi. Tapi sayang, dia lepas kendali, karena rasa takut tiba-tiba menerobos dalam dirinya. Hingga dia tak sadar lari melesat keluar dari tempat dia bersembunyi. Dan harus bertatap dengan Ezra.Dia sangat takut, produk sepatu yang dia buat tidak maksimal dan tak sesuai harapan, jika tidak sesuai dalam memberikan cap sepatu karena kurang maksimal saat memanaskan untuk capnya, maka hasilnya pun tidak akan istimewa, sebab orang-orang penting lebih memilih sepatu buatan tangan dengan cap yang benar-benar sempurna. Jika capnya tidak jelas, maka akan terlihat kalau sepatu itu hanyalah produk bodong alias barang kawe, bukan original."Jawab! Sedang apa kamu di sini, Shaila? Dan, dan apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ezra sekali lagi. Rahangnya mengeras, tanda kem

  • Pernikahan Sandiwara   Apa Yang sedang kau lakukan, Shaila?

    Angin menelusuk masuk ke jendela yang sedikit terbuka.Di dalam ruangan, hanya ad Ezra. Hari hampir sore, dia masih saja membersihkan seluruh peralatan yang terlihat kotor, kemudian menata kembali barang yang masih terpakai. Dia paling tidak suka melihat barang atau ruangan yang kotor walau hanya secuil. Baginya tidak nyaman jika harua berada di ruangan seperti itu. Walau tak terpakai, setidaknya dia bisa merawat ruangan itu. Pria itu mendesah kasar. Tidak gengsi baginya jika harus melakukan pekerjaan ini sendiri, tanpa harus menyuruh orang lain. Ezra melipat sedikit lengan kemejanya.Beberapa kali dia melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir dua jam Ezra menunggu. Orang yang sudah berjanji akan membantunya itu tidak datang juga. Gun pun belum muncul ke hadapannya."Ish, kemana anak itu?" Ezra mengumpat, lalu melempar kain lap yang sedang ia pegang.Seja

  • Pernikahan Sandiwara   Pertemuan Shaila dengan Ezra di dalam lift

    Shaila memeluk kedua lututnya di pojok kamar. Akhir-akhir ini, dia lebih sering menyendiri. Setelah menandatangani dokumen persetujuan kontrak kerja sama dengan perusahaan Fauzan, pikiran Shaila selalu bercabang dan tidak bisa fokus.Sebenarnya, saat pulang dari kantor, Fauzan mengajak Shaila untuk ikut bersamanya, tapi perempuan itu menolak halus. Dia tidak ingin memberikan harapan lain pada Fauzan, selain urusan pekerjaan. Cukup sudah, Fauzan menjadi masa lalu. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu kembali memporak-porandakan isi hatinya seperti dulu yang pernah dilakukannya. Memghancurkan sampai tak ada harapan.Terbuai dalam lamunan, tiba-tiba Shaila memikirkan perusahaan mendiang ayahnya yang sudah tak beroperasi, bahkan tak terawat. Bangunan yang cukup luas, terlihat sedikit angker karena tak berpenghuni. Semua itu, karena ulah kakak angkatnya, Raka.Shiala terkadang berpikir untuk membuka pabrik itu kembali. Meski

  • Pernikahan Sandiwara   Inikah, ikatan batin seorang ayah dengan calon bayinya?

    Wangi yang tak asing menelusuk, merasuk ke dalam lubang hidung Shaila. Dia terdiam seketika, menikmati harum yang membuatnya kembali bernostalgia, pada masa-masa dia bersama lelaki yang masih memenuhi ruang hatinya. Rindu dalam dadanya membuncah, pada seseorang yang memiliki bau yang sama. Rindu yang baginya serasa seabad.Nyaman, dan tak ingin beranjak, begitu yang dirasakan Shaila saat mencium wangi khas lavender kesukaannya. Bahkan, tak ada orang lain yang rela memakai parfum yang dia suka, selain Ezra. Shaila berharap ini hanyalah mimpi, dia tidak ingin bangun dan beranjak dari mimpinya.Menyadari tubuhnya jatuh pada pelukan seseorang, Shaila segera membuka kedua matanya. Tak disangka, dia dipertemukan dengan pria yang sejak tadi melayang-layang di otaknya. Lelaki yang selalu saja membuatnya rela melakukan apapun demi kebahagiaannya."Ezra." Mulut Shaila ternganga, namun tubuhnya masih

  • Pernikahan Sandiwara   Shaila ketakutan

    Langkah Shaila terhenti, setelah berada tepat di depan pintu ruangan Ezra. Terdiam dan memikirkan bagaimana resiko yang akan dihadapi, jika dia benar-benar nekad masuk, dan mengatakan seluruh kebenarannya."Tidak, aku tidak boleh melakukannya. ini tidak boleh terjadi. Aku harus punya pendirian. Yaa Allah, tapi, ini kenapa aku ingin sekali melihat dia. Aku ingin mencium aroma bau tubuhnya," keluhnya dalam hati. Sungguh kehamilannya ini membuat emosinya mudah berubah-ubah. Terkadang dia ingin marah dan terkadang rindu tak tertahan.Lantas, Shaila menghentikan tangan yang tadinya akan mengetuk pintu, membiarkannya mengambang di udara. Wanita berjilbab mocca itu mendesah kasar. Mulutnya mengerucut, lalu kembali mengurungkan niatnya untuk bertemu Ezra.Jika dia bertekad mengikuti naluri. Atau entah keinginan jabang bayi, sama saja dia akan kembali terhanyut dalam kerinduan. Sedangkan, pengorbanan yang dia lakukan untu

  • Pernikahan Sandiwara   Kemarahan Ezra

    "Tega sekali kamu Shaila, tapi kenapa harus dengan Fauzan?" tanyanya lagi dalam hati.Ezra mendesah kasar lalu melemparkan seluruh dokumen yang ada di atas meja. Amarah menguasai diri. Mencoba tidak peduli pun percuma. Nyatanya pikirannya selalu dihantui oleh Shaila. Kenangan bersama Shaila.Bersamaan dengan itu, Ezra pun sangat membenci Shaila, wanita yang telah berani-beraninya mengaborsi darah dagingnya.Ezra mengacak-acak rambut frustasi, dan menjatuhkan diri di lantai. Tangan kanananya memegang kening, air mata dan amarah bercampur menjadi satu.Setelah berdiam beberapa jam, dia kembali tersadar dari lamunannya. Menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kasar. Dia berusaha membuang jauh-jauh bayangan Shaila, dia tidak boleh frustasi hanya karena seorang wanita yang sudah mengkhianatinya. Dia kembali berdiri dan membereskan seluruh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status