Share

Menantu Kesayangan

Ketika Shaila hendak menyusul Ezra, dia masih berdiri di tangga paling atas seolah menunggunya. 

 

Mereka benar-benar menyaksikan apa yang terjadi di ruang tamu. Semua beradu mulut dengan hebatnya.

 

Shaila membeku. Ayahnya mengusir Ezra? Lalu kenapa dia datang kembali dan menyelamatkan keluarga Nataprawira? 

 

Dia berpikir dan menatap Ezra, semakin banyak teka-teki di rumah yang ia tempati saat ini. Popularitas, kenyamanan, kemewahan, kesempurnaan yang selama ini ia ketahui, semua itu hanyalah rekayasa belaka demi menutupi kekacauan yang sebenarnya terjadi pada keluarga Fauzan. 

 

Ekspresi Ezra terlihat sangat tenang, seolah dia tak mendengar apapun yang dikatakan Fauzan saudara kembarnya.

 

"Kamu sudah mendengar semuanya. Jadi sekarang kamu masih punya kesempatan meminta dia kembali." Nadanya dingin. 

 

Kemudian dia menuruni tangga menuju ruang tamu.

 

Seketika, suasana ruangan menjadi canggung. Hening tak ada yang bersuara. Indira batuk berdehem. 

 

"Oh, sayang menantu Mama, gimana? Semalam tidurmu nyenyak cantik?" 

 

Shaila menunduk tersipu malu, dan berbisik, "Ehmm... Emm... Ezra, bagaimana kita bisa tidur nyenyak Ma, dia... "

 

Shaila membuat Ezra langsung melirik ke arahnya, tapi dia hanya terdiam tak merespon apapun. 

 

Indira dan Dirga menatap satu sama lain. Pun Fauzan dan Alyne mereka saling menatap tak percaya. 

 

Kemudian Indira tersenyum lebar. 

 

"Shaila, karena kamu dan Ezra sudah sejauh ini, biarkan saja. Kita masih satu keluarga. Ezra juga menyetujui pernikahan itu. Tadinya Mama hanya meminta dia menggantikan Fauzan satu hari saja. Tetapi jika kalian berlanjut seperti ini, Mama juga tidak keberatan."

 

Shaila memiringkan kepalanya melihat Ezra yang tak berkomentar apapun. 

 

Ezra mendesah kasar. 

 

"Kenapa kamu melakukan ini? "

 

Benar saja, tidak seharusnya Shaila menunjukkan kedekatannya dengan Ezra. Sehingga  semua orang akan mengira bahwa mereka saling mencintai. 

 

Alyne tersenyum puas mendengar semua itu. Rencananya mulus berhasil. Tidak ada lagi hambatan untuk mempertahankan Fauzan tetap disisinya. 

 

***

 

Kantor Sipil di Kota Bandung 

 

Fauzan dan Shaila membereskan berkas yang mereka daftarkan sebelumnya. Menghapus data yang sudah terdaftar. 

 

Lalu, dengan segera, Shaila kembali menghampiri Ezra untuk mengurus surat nikah mereka. 

 

lagi. Alyne tersenyum puas. Ia berjalan lenggak-lenggok menghampiri Shaila. Mengusap perutnya yang tidak kelihatan sedang hamil. 

 

"Kamu pasti sangat sedih kan, dengan kejadian kemaren? Sungguh menyedihkan nasibmu."

 

Ekspresi Shaila mendadak berubah. Dia kesal dengan sikap Alyne. Jika dia melayani wanita itu, sama saja dia  bodoh. Wanita yang merebut calon suaminya. Lalu, ia berbalik sambil mendengus pelan, tak disangka dia menubruk lengan orang dibelakangnya. 

 

Ezra memeluknya. Memandang Fauzan dan Alyne dengan acuh. 

 

"Fauzan, mulai sekarang Shaila adalah istriku. Dan kamu harus mengurus wanitmu itu."

 

"Kamu benar, aku harus mengurus Alyne."

 

Dengam cuek, Fauzan menarik tangan Alyne segera pergi. 

 

Sedangkan Ezra melepaskan pelukannya setelah tak ada lagi bayangan Fauzan dan Alyne. Dia merogoh sebungkus roko dari saku celananya, lalu menyalakannya dengan tenang. 

 

Tanpa sadar, Shaila menatapnya. Ternyata dia  begitu tampan. Wanita yang melihat wajah itu, pasti akan menggilainya. Namun, alisnya yang tebal dan sering berkerut, mengekspresikan bahwa dia itu seorang laki-laki yang sangat galak. Orang tidak akan berani melihat langsung jika mereka sedang berbincang. 

 

Dia pun sadar, apa yang dilakukan Ezra tadi, hanyalah untuk di depan orang lain. Tidak untuk ketika sedang berdua, jarak akan selalu ada diantara mereka. 

 

Nampak tak ada setitik pun tersurat kebahagiaan dari wajahnya. Dia harus menanggung beban semua yang telah ia mulai. 

 

Dia hanya memutar-mutar rokok itu tanpa menghisapnya. Lalu, dia menoleh ke arah Shaila seraya berkata, 

 

"Ila!"

 

"Ya." 

 

"Banyak hal yang harus kita perjelas mulai saat ini."

 

Shaila mengangguk pelan. 

 

"Pertama, aku tidak suka wanita yang terlampau pintar dariku."

 

Mendengar itu, Shaila nampak kecewa. Sepertinya Ezra tidak suka apa yang dia lakukan di ruang tamu tadi. 

 

"Sudah ku jelaskan, mengapa kita menikah. Seharusnya kamu bisa kembali dengan Fauzan saat ini. Tapi aku juga tidak tahan melihat wanita yang tak berdosa sepertimu tersakiti."

 

Ezra mendesah kasar. 

 

"Jangan salah faham! Di luar aku bisa menjadi suamimu dan aku pun akan menjagamu, tapi jika sudah berada di rumah, aku harap kita bisa saling menjaga diri, tidak saling mengganggu. 

 

Shaila menunduk, entah kenapa dia merasa sedih mendengar pernyataan Ezra. Matanya mulai sendu. Namun dia  kembali memperlihatkan kekuatan pada dirinya.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status