Share

Mulai Tergoda

Dua hari kemudian

 

"Ila, nanti malam aku ada pertemuan. Kamu boleh ikut denganku."

 

Shaila melihat ke arah Ezra yang sedang fokus dengan layar laptopnya. 

 

Sebelum mereka berangkat ke Sukabumi, Ezra mengatakan bahwa ia akan mengajak Shaila sesuai rencana bulan madu yang diinginkan Mama Indira sekaligus akan mengurus proyek dengan Keluarga Han yang sangat berjasa pada perusahaannya. Keluarga Han adalah investor pertama dalam pembangunan Pabrik Sepatu milik Ezra di Bandung. Dia akan membangun Pabrik baru di Sukabumi. Jadi dia datang bukan untuk berbulan madu, Melainkan untuk kepentingan proyeknya membangun pabrik baru.

 

Shaila terkejut mendengar tutur Ezra. Ia tak pernah menyangka Ezra akan mengajaknya ke pertemuan itu. Dia mengira akan berlama-lama sendirian tinggal di Villa yang membosankan itu. 

 

Lebih terkejut, ketika Ezra membuka kancing kemejanya di depan Shaila. 

 

"Kamu menyimpan semua bajuku dimana?" Ezra berbicara dengan nada ringan. 

 

Shaila menatap dadanya. Sedikit rasa malu membuat dia terpaku. 

 

"hmmm, baru saja ku kasih ke bibi. Dia yang akan menyetrika bajumu."

 

"Oke, kalo gitu aku akan mengambilnya, kamu bisa istirahat dulu."

 

Shaila merasa tak nyaman, bisa-bisanya Ezra membuka baju di depan dia tanpa ada rasa malu.  Otot tubuhnya terlihat sangat jelas. Badan yang kekar sangat jelas terlihat kalau Ezra senang berolahraga. Kulitnya tidak terlalu putih sehingga membuatnya terlihat lebih cool. 

 

Setelah Ezra berlalu, Shaila menyentuh wajahnya yang mulai merah membara. Dia tidak ingin terjebak dengan itu.  Yang ada di depan matanya saat ini adalah Ezra bukan Fauzan. EZRA. EZRA. EZRA. Bukan Fauzan. 

 

Shaila menepuk-nepuk dahinya. Ketika tadi ia melihat otot perut Ezra yang sixpack membuatnya memikirkan adegan yang ia impikan setelah pernikahan. 

 

Tapi, pikirannya kembali dengan perkataan Ezra. Ia tidak perlu melakukan kewajiban layaknya suami istri. 

 

Ketika pikirannya sedang bergelut dengan hal-hal konyol itu. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ezra datang lagi masih dengan badan yang tanpa memakai baju.  Ia hanya memakai celana santai pendek warna coklat tua. Melihat Shaila yang salah tingkah Ezra tersenyum. 

 

"Kamu kenapa? Tergoda?"

 

Shaila makin memerah. Ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya karena kulitnya yang putih, sehingga ketika gugup wajahnya  akan terlihat merah merona. Eh merah memanas. 

 

"Santai saja, aku hanya bercanda. Oia, sepertinya Bibi belum selesai menyetrika bajuku."

 

Ezra mendesah pelan. 

 

"Dan...pakai sepatu ini, ini sepatu rancanganku. Insya Alloh minggu depan launching. Jadi kamu adalah orang pertama yang memakainya."

 

Ezra memberikan sebuah kotak yang berisi sepatu. Kemudian dia merebahkan badannya diatas ranjang. 

 

Shaila membuka kotak itu. Untung saja Ezra memahami situasi. Sehingga Shaila tidak terlalu kikuk menyembunyikan sikap salah tingkahnya. 

 

"Indah." 

 

Shail terkagum dengan sepatu high heels yang di buat oleh tangan Ezra sendiri. Sepatu lukis berwarna putih dengan motif flowers purple, dedaunan dan sulur -sulur yang memenuhi seluruh bagian sepatu. Purple? Kenapa warna purple? Ah. Itu memang warna kesukaannya.  

 

Shaila tersenyum kegirangan. Tiba-tiba ide nya untuk memadukan motif batik dalam desain sepatu muncul dari otak kosongnya. Mungkin lain kali dia bisa membantu Ezra memadukan khas-khas dalam produk sepatu milik Ezra. 

 

"Pertemuan nanti diadakan jam delapan. Aku ingin tidur sebentar. Tolong bangukan aku sebelum maghrib!"

 

***

 

Kali ini Shaila yang akan membantu Ezra menyiapkan pakaiannya. Dia berpikir akan membantu Ezra karena Ezra sudah memeberikannya sepatu cantik. 

 

Sesampai di kamar tidur, Shaila melihat Ezra yang sudah duduk di sofa.

 

"Kamu, kenapa mengambil bajunya? "

 

"Aku pikir kamu masih tidur, jadi aku membantu menyiapkan bajumu."

 

"Oh... " Mulut Ezra monyong. 

 

"Masuk, ngapain kamu berdiri disitu? "

 

"Ah, tidak aku akan pergi ke bawah menemani bibi." 

 

"Berikan pakaiannya kepadaku."

Ezra mengapiri Shaila yang masih terpaku di depan pintu kamar

 

"Makasih." Dia membisikan di dekat telinga Shila 

 

"Nggak usah turun, duduk di sini, aku tidak akan mengganggumu."

 

"Ah, tidak usah!" Shaila pura pura terseynum manis. Padahal hatinya bergemuruh setelah Ezra membisikan dengan nada menggoda. 

 

"Ayo sini, kamu aku bawa sebagai istri bukan sebagai pelayan sssaaaayyyaaangg."

 

Shaila kembali terbelalak. 

Dadanya kembang kempis mendengarnya. Dia menggit bibir bawahnya menahan rasa gugup. 

 

"Ah, itu sepertinya kamu harus segera siap-siap." Lagi-lagi dia berusaha menutupi rasa itu. 

 

"Tentu." Ezra tersenyum puas. 

 

Shaila ingat waktu itu dia tak sengaja memanggil Ezra dengan panggilan itu. Panggilan untuk pasangan suami istri. Jadi Ezra berbalik membuatnya gugup setengah mati? 

 

"Nanti kamu akan bertemu dengan beberapa tamu penting. Aku harap kamu memakai pakaian yang sopan. Itu sudah cukup. Tidak usah memakai gaun yang minim! Kamu punya?" tanya Ezra kembali dengan nada dinginnya. 

 

"Tapi semua gaunku tidak ada yang sperti gamis. Semua gaunku terbuka."

 

"Siapa bilang harus pakai gamis."

 

"Coba kamu pakai ini."

 

Ezra menyodorkan paperbag yang berisi gaun. 

 

"Kamu pasti cantik kalau memakai gaun ini."

 

Shaila tersenyum kemudian mengambil pemberian Ezra. 

 

"Makasih."

 

Shaila berlalu meninggalkan Ezra dengan muka sumringah. Terkadang sulit di tebak, sekarang bersikap baik beberapa jam kemudian bisa berubah menjadi satria baja hitam. 

 

***

 

"Oh itu? Apakah itu wanita impian Ezra? Pantas saja. Dia terlihat sangat anggun dengan gaun satin warna putih bercahaya. Sedangkan aku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status