Share

Mulai Tergoda

last update Last Updated: 2021-12-30 02:26:24

Dua hari kemudian

 

"Ila, nanti malam aku ada pertemuan. Kamu boleh ikut denganku."

 

Shaila melihat ke arah Ezra yang sedang fokus dengan layar laptopnya. 

 

Sebelum mereka berangkat ke Sukabumi, Ezra mengatakan bahwa ia akan mengajak Shaila sesuai rencana bulan madu yang diinginkan Mama Indira sekaligus akan mengurus proyek dengan Keluarga Han yang sangat berjasa pada perusahaannya. Keluarga Han adalah investor pertama dalam pembangunan Pabrik Sepatu milik Ezra di Bandung. Dia akan membangun Pabrik baru di Sukabumi. Jadi dia datang bukan untuk berbulan madu, Melainkan untuk kepentingan proyeknya membangun pabrik baru.

 

Shaila terkejut mendengar tutur Ezra. Ia tak pernah menyangka Ezra akan mengajaknya ke pertemuan itu. Dia mengira akan berlama-lama sendirian tinggal di Villa yang membosankan itu. 

 

Lebih terkejut, ketika Ezra membuka kancing kemejanya di depan Shaila. 

 

"Kamu menyimpan semua bajuku dimana?" Ezra berbicara dengan nada ringan. 

 

Shaila menatap dadanya. Sedikit rasa malu membuat dia terpaku. 

 

"hmmm, baru saja ku kasih ke bibi. Dia yang akan menyetrika bajumu."

 

"Oke, kalo gitu aku akan mengambilnya, kamu bisa istirahat dulu."

 

Shaila merasa tak nyaman, bisa-bisanya Ezra membuka baju di depan dia tanpa ada rasa malu.  Otot tubuhnya terlihat sangat jelas. Badan yang kekar sangat jelas terlihat kalau Ezra senang berolahraga. Kulitnya tidak terlalu putih sehingga membuatnya terlihat lebih cool. 

 

Setelah Ezra berlalu, Shaila menyentuh wajahnya yang mulai merah membara. Dia tidak ingin terjebak dengan itu.  Yang ada di depan matanya saat ini adalah Ezra bukan Fauzan. EZRA. EZRA. EZRA. Bukan Fauzan. 

 

Shaila menepuk-nepuk dahinya. Ketika tadi ia melihat otot perut Ezra yang sixpack membuatnya memikirkan adegan yang ia impikan setelah pernikahan. 

 

Tapi, pikirannya kembali dengan perkataan Ezra. Ia tidak perlu melakukan kewajiban layaknya suami istri. 

 

Ketika pikirannya sedang bergelut dengan hal-hal konyol itu. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ezra datang lagi masih dengan badan yang tanpa memakai baju.  Ia hanya memakai celana santai pendek warna coklat tua. Melihat Shaila yang salah tingkah Ezra tersenyum. 

 

"Kamu kenapa? Tergoda?"

 

Shaila makin memerah. Ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya karena kulitnya yang putih, sehingga ketika gugup wajahnya  akan terlihat merah merona. Eh merah memanas. 

 

"Santai saja, aku hanya bercanda. Oia, sepertinya Bibi belum selesai menyetrika bajuku."

 

Ezra mendesah pelan. 

 

"Dan...pakai sepatu ini, ini sepatu rancanganku. Insya Alloh minggu depan launching. Jadi kamu adalah orang pertama yang memakainya."

 

Ezra memberikan sebuah kotak yang berisi sepatu. Kemudian dia merebahkan badannya diatas ranjang. 

 

Shaila membuka kotak itu. Untung saja Ezra memahami situasi. Sehingga Shaila tidak terlalu kikuk menyembunyikan sikap salah tingkahnya. 

 

"Indah." 

 

Shail terkagum dengan sepatu high heels yang di buat oleh tangan Ezra sendiri. Sepatu lukis berwarna putih dengan motif flowers purple, dedaunan dan sulur -sulur yang memenuhi seluruh bagian sepatu. Purple? Kenapa warna purple? Ah. Itu memang warna kesukaannya.  

 

Shaila tersenyum kegirangan. Tiba-tiba ide nya untuk memadukan motif batik dalam desain sepatu muncul dari otak kosongnya. Mungkin lain kali dia bisa membantu Ezra memadukan khas-khas dalam produk sepatu milik Ezra. 

 

"Pertemuan nanti diadakan jam delapan. Aku ingin tidur sebentar. Tolong bangukan aku sebelum maghrib!"

 

***

 

Kali ini Shaila yang akan membantu Ezra menyiapkan pakaiannya. Dia berpikir akan membantu Ezra karena Ezra sudah memeberikannya sepatu cantik. 

 

Sesampai di kamar tidur, Shaila melihat Ezra yang sudah duduk di sofa.

 

"Kamu, kenapa mengambil bajunya? "

 

"Aku pikir kamu masih tidur, jadi aku membantu menyiapkan bajumu."

 

"Oh... " Mulut Ezra monyong. 

 

"Masuk, ngapain kamu berdiri disitu? "

 

"Ah, tidak aku akan pergi ke bawah menemani bibi." 

 

"Berikan pakaiannya kepadaku."

Ezra mengapiri Shaila yang masih terpaku di depan pintu kamar

 

"Makasih." Dia membisikan di dekat telinga Shila 

 

"Nggak usah turun, duduk di sini, aku tidak akan mengganggumu."

 

"Ah, tidak usah!" Shaila pura pura terseynum manis. Padahal hatinya bergemuruh setelah Ezra membisikan dengan nada menggoda. 

 

"Ayo sini, kamu aku bawa sebagai istri bukan sebagai pelayan sssaaaayyyaaangg."

 

Shaila kembali terbelalak. 

Dadanya kembang kempis mendengarnya. Dia menggit bibir bawahnya menahan rasa gugup. 

 

"Ah, itu sepertinya kamu harus segera siap-siap." Lagi-lagi dia berusaha menutupi rasa itu. 

 

"Tentu." Ezra tersenyum puas. 

 

Shaila ingat waktu itu dia tak sengaja memanggil Ezra dengan panggilan itu. Panggilan untuk pasangan suami istri. Jadi Ezra berbalik membuatnya gugup setengah mati? 

 

"Nanti kamu akan bertemu dengan beberapa tamu penting. Aku harap kamu memakai pakaian yang sopan. Itu sudah cukup. Tidak usah memakai gaun yang minim! Kamu punya?" tanya Ezra kembali dengan nada dinginnya. 

 

"Tapi semua gaunku tidak ada yang sperti gamis. Semua gaunku terbuka."

 

"Siapa bilang harus pakai gamis."

 

"Coba kamu pakai ini."

 

Ezra menyodorkan paperbag yang berisi gaun. 

 

"Kamu pasti cantik kalau memakai gaun ini."

 

Shaila tersenyum kemudian mengambil pemberian Ezra. 

 

"Makasih."

 

Shaila berlalu meninggalkan Ezra dengan muka sumringah. Terkadang sulit di tebak, sekarang bersikap baik beberapa jam kemudian bisa berubah menjadi satria baja hitam. 

 

***

 

"Oh itu? Apakah itu wanita impian Ezra? Pantas saja. Dia terlihat sangat anggun dengan gaun satin warna putih bercahaya. Sedangkan aku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Sandiwara   Tiba-tiba kerinduan yang menggebu semakin menyatu

    Shaila tidak melanjutkan perkataannya, dia kembali terdiam dan menunduk. Menelan ludah sedalam-dalamnya. Harusnya, dia tidak muncul, dan membiarkan Ezra mematikan api itu.Tak masalah, nanti dia bisa menyalakan lagi saat Ezra pergi. Tapi sayang, dia lepas kendali, karena rasa takut tiba-tiba menerobos dalam dirinya. Hingga dia tak sadar lari melesat keluar dari tempat dia bersembunyi. Dan harus bertatap dengan Ezra.Dia sangat takut, produk sepatu yang dia buat tidak maksimal dan tak sesuai harapan, jika tidak sesuai dalam memberikan cap sepatu karena kurang maksimal saat memanaskan untuk capnya, maka hasilnya pun tidak akan istimewa, sebab orang-orang penting lebih memilih sepatu buatan tangan dengan cap yang benar-benar sempurna. Jika capnya tidak jelas, maka akan terlihat kalau sepatu itu hanyalah produk bodong alias barang kawe, bukan original."Jawab! Sedang apa kamu di sini, Shaila? Dan, dan apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ezra sekali lagi. Rahangnya mengeras, tanda kem

  • Pernikahan Sandiwara   Apa Yang sedang kau lakukan, Shaila?

    Angin menelusuk masuk ke jendela yang sedikit terbuka.Di dalam ruangan, hanya ad Ezra. Hari hampir sore, dia masih saja membersihkan seluruh peralatan yang terlihat kotor, kemudian menata kembali barang yang masih terpakai. Dia paling tidak suka melihat barang atau ruangan yang kotor walau hanya secuil. Baginya tidak nyaman jika harua berada di ruangan seperti itu. Walau tak terpakai, setidaknya dia bisa merawat ruangan itu. Pria itu mendesah kasar. Tidak gengsi baginya jika harus melakukan pekerjaan ini sendiri, tanpa harus menyuruh orang lain. Ezra melipat sedikit lengan kemejanya.Beberapa kali dia melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir dua jam Ezra menunggu. Orang yang sudah berjanji akan membantunya itu tidak datang juga. Gun pun belum muncul ke hadapannya."Ish, kemana anak itu?" Ezra mengumpat, lalu melempar kain lap yang sedang ia pegang.Seja

  • Pernikahan Sandiwara   Pertemuan Shaila dengan Ezra di dalam lift

    Shaila memeluk kedua lututnya di pojok kamar. Akhir-akhir ini, dia lebih sering menyendiri. Setelah menandatangani dokumen persetujuan kontrak kerja sama dengan perusahaan Fauzan, pikiran Shaila selalu bercabang dan tidak bisa fokus.Sebenarnya, saat pulang dari kantor, Fauzan mengajak Shaila untuk ikut bersamanya, tapi perempuan itu menolak halus. Dia tidak ingin memberikan harapan lain pada Fauzan, selain urusan pekerjaan. Cukup sudah, Fauzan menjadi masa lalu. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu kembali memporak-porandakan isi hatinya seperti dulu yang pernah dilakukannya. Memghancurkan sampai tak ada harapan.Terbuai dalam lamunan, tiba-tiba Shaila memikirkan perusahaan mendiang ayahnya yang sudah tak beroperasi, bahkan tak terawat. Bangunan yang cukup luas, terlihat sedikit angker karena tak berpenghuni. Semua itu, karena ulah kakak angkatnya, Raka.Shiala terkadang berpikir untuk membuka pabrik itu kembali. Meski

  • Pernikahan Sandiwara   Inikah, ikatan batin seorang ayah dengan calon bayinya?

    Wangi yang tak asing menelusuk, merasuk ke dalam lubang hidung Shaila. Dia terdiam seketika, menikmati harum yang membuatnya kembali bernostalgia, pada masa-masa dia bersama lelaki yang masih memenuhi ruang hatinya. Rindu dalam dadanya membuncah, pada seseorang yang memiliki bau yang sama. Rindu yang baginya serasa seabad.Nyaman, dan tak ingin beranjak, begitu yang dirasakan Shaila saat mencium wangi khas lavender kesukaannya. Bahkan, tak ada orang lain yang rela memakai parfum yang dia suka, selain Ezra. Shaila berharap ini hanyalah mimpi, dia tidak ingin bangun dan beranjak dari mimpinya.Menyadari tubuhnya jatuh pada pelukan seseorang, Shaila segera membuka kedua matanya. Tak disangka, dia dipertemukan dengan pria yang sejak tadi melayang-layang di otaknya. Lelaki yang selalu saja membuatnya rela melakukan apapun demi kebahagiaannya."Ezra." Mulut Shaila ternganga, namun tubuhnya masih

  • Pernikahan Sandiwara   Shaila ketakutan

    Langkah Shaila terhenti, setelah berada tepat di depan pintu ruangan Ezra. Terdiam dan memikirkan bagaimana resiko yang akan dihadapi, jika dia benar-benar nekad masuk, dan mengatakan seluruh kebenarannya."Tidak, aku tidak boleh melakukannya. ini tidak boleh terjadi. Aku harus punya pendirian. Yaa Allah, tapi, ini kenapa aku ingin sekali melihat dia. Aku ingin mencium aroma bau tubuhnya," keluhnya dalam hati. Sungguh kehamilannya ini membuat emosinya mudah berubah-ubah. Terkadang dia ingin marah dan terkadang rindu tak tertahan.Lantas, Shaila menghentikan tangan yang tadinya akan mengetuk pintu, membiarkannya mengambang di udara. Wanita berjilbab mocca itu mendesah kasar. Mulutnya mengerucut, lalu kembali mengurungkan niatnya untuk bertemu Ezra.Jika dia bertekad mengikuti naluri. Atau entah keinginan jabang bayi, sama saja dia akan kembali terhanyut dalam kerinduan. Sedangkan, pengorbanan yang dia lakukan untu

  • Pernikahan Sandiwara   Kemarahan Ezra

    "Tega sekali kamu Shaila, tapi kenapa harus dengan Fauzan?" tanyanya lagi dalam hati.Ezra mendesah kasar lalu melemparkan seluruh dokumen yang ada di atas meja. Amarah menguasai diri. Mencoba tidak peduli pun percuma. Nyatanya pikirannya selalu dihantui oleh Shaila. Kenangan bersama Shaila.Bersamaan dengan itu, Ezra pun sangat membenci Shaila, wanita yang telah berani-beraninya mengaborsi darah dagingnya.Ezra mengacak-acak rambut frustasi, dan menjatuhkan diri di lantai. Tangan kanananya memegang kening, air mata dan amarah bercampur menjadi satu.Setelah berdiam beberapa jam, dia kembali tersadar dari lamunannya. Menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kasar. Dia berusaha membuang jauh-jauh bayangan Shaila, dia tidak boleh frustasi hanya karena seorang wanita yang sudah mengkhianatinya. Dia kembali berdiri dan membereskan seluruh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status