“Aku akan mulai masuk ke perusahaan, Pa.” Erland terkejut mendengar permintaan dari anak keduanya yang meminta izin untuk masuk ke perusahaan. Sedangkan di sana ada Leon yang tidak bisa dia singkirkan. Bahkan Erland sendiri tidak bisa sedikit saja menggeser Leon. Perbandingan Leon dengan Regan sangat jauh sekali dari segi kecerdasan. Dia diajak bertemu oleh anaknya di luar. Mendengar permintaan itulah yang membuat Erland langsung setuju diajak bertemu oleh anaknya. “Papa sudah dengar dari mama kamu, Regan. Kalau Leon akan mengambil alih kafe kamu kalau kamu berbuat kesalahan. Ingat baik-baik, Leon tidak akan bercanda sama omongannya. Beberapa waktu lalu juga, Papa pernah mendengar kalau kamu memukulnya. Anak buah papa melaporkan kamu menghajar dia di depan umum.” Regan seperti sedang berusaha untuk mencari pembenaran dan anaknya memang terlihat seperti orang yang berbeda sekali. “Regan, Papa tahu kalau Leon membencimu. Sampai detik ini, belum pernah dia membuat kamu menderita. Dia
Regan sedang mengatur mobilnya untuk parkir. Lalu dia menoleh ke arah mobil yang ada di sebelahnya. Mobil listrik yang terbaru. Ketika dia baru saja turun dari mobilnya. Dia melihat plat nomor itu dan kemudian meninggalkan area parkir. Dilihatnya ramai sekali di sini. Baru saja dia menaruh tasnya di loker. Leon dihampiri oleh stafnya. “Maudy di atas.” “Benarkah?” “Ya .... tapi.” “Tapi apa?” “Leon di sini juga. Dia sedang pesan kopi.” Mendengar nama itu, Regan ingat waktu dia ribut dengan kakaknya setelah dirinya ditolak oleh Maudy. Namun kakaknya mengingatkan agar Regan lebih bekerja keras lagi. Kalau melihat mobil tadi di luar. Memang dia bisa yakin kalau itu adalah milik kakaknya. Regan mengikat tali apron dan stafnya langsung pergi. Leon sendiri memang orang yang paling mudah mendapatkan uang. Mengingat pria itu memiliki beberapa bisnis dan juga perusahaan besar karena Leon sendiri. Beberapa kali dia melewati kakaknya saat dia mengantarkan pesanan untuk oran
“Kamu nggak bakalan cari kepuasan pada wanita lain, kan?”Beberapa waktu lalu Maudy melontarkan pertanyaan itu pada Leon. Sebenarnya dia tidak ingin ada pertanyaan semacam itu dari mulut istrinya. Dia telah berusaha sebisa mungkin memberikan segala perhatiannya pada Maudy. Dia memberikan kasih sayang yang lebih. Dia juga sudah memberikan segalanya untuk sang istri. Beberapa kali dia meminta izin untuk tidak mengenakan pengaman karena berharap Maudy mengandung anaknya dan tidak ada alasan lagi wanita itu membahas tentang perceraian. Bagi Leon, kalau seandainya berpisah dengan Maudy adalah keharusan. Dia akan berpikir bahwa dirinya akan bertahan apa pun caranya. Dia akan berusaha untuk tidak membuat istrinya jauh darinya. Maudy juga pernah bertanya pada dirinya tentang wanita yang disukai oleh Leon. Sedangkan dia tidak bisa mengatakannya secara langsung. Maudy mungkin masih bimbang soal perasaan untuk kali ini. Mereka bisa saling merasakan satu sama lain saat mereka berhubungan
“Kamu ngomong apa sama mama?” Maudy menyadari kalau sikap mertuanya sangat berubah dibandingkan dengan biasanya. Tidak pernah sekalipun wanita itu bersikap baik padanya. Tahu kalau pernikahan ini tidak pernah direstui oleh mamanya Leon. Leon sedang berbaring di atas ranjang sambil memainkan ponselnya. Maudy sedang mengikat baju tidurnya dan menghampiri sang suami. “Aku nggak ngomong apa-apa.” “Bohong banget. Mama dari tadi siang nggak pernah singgung aku soal apa-apa. Biasanya mama bakalan bilang yang nyakitin.” Leon menoleh dan seketika menaruh ponselnya. “Mama baik salah. Mama jahat juga salah. Kenapa nggak bersyukur banget?” cibir Leon dengan ekspresi yang memelas. Maudy mengerutkan alisnya dan merasa wajar kalau dirinya marah seperti itu. Dia tidak pernah melihat mertuanya seperti itu sebelumnya. Tanpa dia duga, sekarang adalah waktunya untuk protes kepada Leon. Entah apa yang sudah dikatakan oleh pria itu pada mamanya. Leon memindahkan ponsel yang ada di atas ranj
“Adikmu?” Titian bertanya dengan nada yang begitu terkejut saat mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya Leon. Memang benar semua itu adalah ulah adiknya yang berasal dari rahim wanita lain. Tidak salah kalau Leon menyebut bahwa wanita kedua papanya adalah gundik. Jika memang kelakuan anak dari mereka di luar dugaan seperti ini. Leon yang berusaha menerima kenyataan dari sang papa akhirnya bisa mengungkap bahwa selama ini dia tidak pernah salah. Tapi adiknya yang memfitnahnya seperti itu. Dengan tenang dia mengangguk dan menjawab. “Ya, papa sendiri yang mengatakan bahwa aku menikah karena Regan yang memfitnahku dan mengatakan kalau aku membayar semua wanita itu.” Hanya satu pandangan dingin yang diberikan oleh Titian. Tapi mampu dimengerti oleh Leon. Bahwa itu adalah tatapan yang pastinya sangat dendam sekali dengan apa yang dilakukan oleh Regan pada Leon. “Apa yang akan kamu lakukan?” Leon menoleh dan Maudy belum muncul. Dia mendekatkan wajahnya ke mamanya dan berka
Leon menutup berkas dan menggelengkan kepalanya begitu mengingat ketika Maudy mengaku cemburu dengan kesibukan Leon. Padahal setiap hari Leon selalu sibuk dengan pekerjaannya. Semua tugasnya ditumpahkan pada dirinya sendiri. Memang wajar kalau perusahaan jatuh ke tangan Leon dan bukan jatuh ke tangan adiknya. Mengingat semua yang dilakukan oleh Leon sangat dihargai oleh Erland. Dia adalah seorang pria yang memiliki komitmen baik dan akan selalu menepati janjinya. Di dalam pekerjaan, janji sekecil apa pun dilakukan oleh Leon. Apalagi untuk istrinya. Dia pasti akan menepatinya dan juga tidak akan mengecewakan Maudy. “Tuan, Nyonya ingin bertemu dengan istri Anda.” Leon yang tadinya tersenyum ketika dirinya mengkhayal, tiba-tiba saja ucapan sekretarisnya mengejutkannya. “Kapan?” “Hari ini sekitar jam dua siang.” Leon melihat ke arah tangan kirinya dan jam menunjukkan pukul sebelas. Sebentar lagi jam istirahat. Dia menarik jasnya dan hendak keluar dari ruangan. “Kamu tetap di kanto