Share

Bab 3. Perintah Zayra

Tak bisa menolak, tak bisa mengelak.

Itulah keadaann Abidzar dan Zayra yang kini duduk bersisian di ranjang luas dalam kamar sang Tuan Muda Daneswara.

Mereka hanya diam sambil menghela napas lantaran masih di tahap coba menerima keadaan, di mana keduanya telah sah menjadi sepasang suami-istri sejak setengah jam lalu.

Ya, keinginan Tuan Sam berjalan mulus dan secepat kilat. Hanya berselang sehari saja sejak berhasil membuat Zayra berkata setuju, pernikahan pun digelar meski ala kadarnya.

Jelas, itu bukan karena mereka yang tak mampu, melainkan sebab syarat dari sang putra yang sulit sekali dijinakkan. Dalam otak tuan dan nyonya Daneswara kala itu hanya pernikahan sah di mata agama dan negara lah yang jadi prioritas. Masalah mengumumkan pernikahan, bisa dilakukan belakangan.

Sadar bahwa diam-diaman tak menyelesaikan masalah, Zayra meminta atensi Abidzar lantaran ingin memastikan masa depan. “Bagaimana jalannya pernikahan ini nantinya, Tuan Muda?”

“Sudah jelas, status kita hanya sebatas di atas kertas,” jawab Abidzar datar. “Jangan pernah berharap lebih!”

Si Tuan Muda beranjak dari ranjang, membuka laptopnya dan menunjukkan sebuah dokumen pada Zayra.

Baru membaca judulnya saja, Zayra langsung menatap tak percaya pada Abidzar. “Yang benar saja, Tuan Muda? Harusnya tak perlu berlebihan begini, pakai acara surat perjanjian segala. Tidak usah berdrama.”

“Ini bukan drama, tapi alur yang harus kita jalani,” tegas Abidzar balas menatap Zayra jengkel. “Saya hanya tidak mau kau mengambil kesempatan dalam kesempitan, jadi baca poin-poinnya dengan baik. Setelah itu, tuliskan juga poin-poinmu di sana. Saya tidak mau lagi disebut arogan, karena label itulah yang membuat saya harus terjebak dengan pernikahan tak masuk akal denganmu ini.”

Seketika, Zayra mendengkus. Dia kesal lantaran Abidzar bersikap seolah hanya dialah yang dikorbankan. Enggan membuat keributan di malam pernikahan, Zayra pun membaca poin-poin dari Abidzar.

Isinya sudah jelas pasaran, seperti syarat pernikahan sementara lainnya yang melarang kedua belah pihak mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Lalu, mereka juga dilarang menyebarkan kabar pernikahan pada siapa pun. Tanpa pikir panjang, tentu Zayra tak keberatan.

Masuk ke poin nomor tiga, Zayra tergelak setelah membacanya.

“Apanya yang lucu?” tanya Abidzar mulai merasa otak Zayra telah bermasalah. Mereka sedang membahas hal serius, bagaimana bisa gadis itu tiba-tiba tertawa?

Zayra pun menjelaskan, “ Di sini dikatakan, 'Pihak kedua dilarang meminta hubungan intim.' Anda terlalu percaya diri, Tuan! Seolah saya berminat saja pada anda!”

“Lebih baik mengantisipasi supaya kau tak lupa diri!”

Zayra tak lagi berkomentar, jawaban Abidzar cukup bisa dimakluminya dengan baik.

Gadis itu pun membaca poin ke empat, yang menyatakan bahwa, “Pernikahan antara pihak pertama dan pihak kedua hanya akan berlangsung sampai pihak pertama berhasil menjadi Direktur Utama perusahaan Dantex Grup. Setelah itu tercapai, maka pihak kedua tak berhak untuk menunda perceraian.”

Mengenai itu, Zayra hanya mengangguk setuju. Tujuannya menerima permintaan Tuan Sam juga hanya karena itu.

Merasakan tak ada poin Abidzar yang membuatnya rugi, Zayra pun mengetikkan poin-poinnya.

Maka gantian, Abidzar membaca poin-poin tersebut. “Pihak pertama wajib mengikuti program penggemblengan kepribadian yang diprakarsai langsung oleh pihak kedua. Hal ini supaya pihak pertama bisa lebih sopan dan beradab—”

Abidzar memutus bacaannya di sana. Dia mendelik pada Zayra yang menatapnya tanpa gentar. “Kau pikir saya ini tidak tahu adab, hah?”

“Cara anda bertanya barusan sudah menjawabnya, Tuan,” balas Zayra enteng.

“Saya bersikap sebagaimana lawan bicara saya bersikap,” sangkal Abidzar lagi. “Saya tidak menyetujui poin ini. Kau itu licik, mentang-mentang mendapat kepercayaan dari Papa dan Mama saya, kau bisa saja semena-mena dan sok memperbudak saya.”

“Saya tidak berniat memperbudak anda, jika itu yang anda takutkan.” Dari duduk di sisi Abidzar, Zayra pun berpindah. Dia khawatir tak bisa menahan diri untuk tidak mencakar-cakar wajah tengil si tuan muda yang kini telah resmi menjadi suaminya itu.

“Jika anda menunjukkan attitude baik selama masa pernikahan sementara ini, baik dalam hal personal maupun pekerjaan, baik di rumah maupun di perusahaan, maka anda akan selamat, itu saja kuncinya, ” tutur Zayra kemudian.

Maka tanpa lagi mendebat, Abidzar segera mencetak dokumen tersebut menjadi selembar kertas. Dia pun menempelkan dua materai, lalu menyuruh Zayra membubuhkan tanda tangan di tempat seharusnya.

Zayra lekas menurut, tetapi dibuat geram sebab setelah menandatangani dokumen tersebut, dirinya malah disuruh untuk melakukan cap, mulai dari jempol, sampai juga tiga jari. “Apa tidak sekalian anda scan mata saya juga, Tuan?”

“Saya sudah mengantuk, kau tak usah mencari-cari alasan untuk lebih lama berdekatan dengan saya. Pesonamu yang kata Papa saya meluber-luber itu tak mempan sama sekali!”

“Siapa juga yang mau begitu? Anda terlalu percaya diri, Tuan!” Setelah berkata demikian, Zayra pun beranjak membersihkan diri di kamar mandi milik Abidzar. Bagaimana lagi, Tuan Abrisam dan Nyonya Ruhi sudah mewanti-wanti untuk bersikap sebagaimana menantu semestinya.

Keluar dari ruang ganti, Zayra dihadapkan dengan penampakan Abidzar yang tidur menelungkup dengan kedua tangan dan kakinya terbuka lebar. Lekas, gadis itu membangunkan si pemilik kamar.

Alih-alih terjaga, Abidzar hanya berkata, “Kau tidur di sofa saja, jangan harap saya sudi berbagi ranjang denganmu. Sudah syukur saya mengizinkanmu menggunakan kamar mandi di kamar ini, jangan maruk jadi manusia!”

“Saya cuma mau bilang, kemeja anda jangan ditaruh sembarangan!”

“Terserah saya!” Abidzar yang semula menelungkup, kini menatap Zayra sebal. “Lagi pula kau tak akan repot, besok pagi ada maid yang akan membereskannya. Untung besar 'kan, kau menjadi Nyonya Muda di sini?”

Seketika, Zayra melipat tangan di dada.

“Tak perlu sok galak, nikmati saja status sementaramu sebelum habis waktunya nanti,” ujar Abidzar mencemooh, lalu kembali berbaring di ranjang kebesarannya.

Zayra pun menarik Abidzar agar bangun kembali. Jelas, Abidzar marah padanya, tetapi si gadis tak terpengaruh, justru dialah yang lebih galak. “Mulai sekarang, maid dilarang masuk ke kamar ini!”

“Apa hakmu mengatur-atur?”

“Hak absolut sebagai seorang Nyonya Muda.” Zayra mendekatkan wajah garangnya pada Abidzar yang memelotot.

Gadis itu hanya ingin berkata, “Seperti perkataan anda tadi, saya harus menikmati status sementara ini. Jadi mulai sekarang, urus semua hal pribadi anda sendiri, jangan manja!”

Tanpa mengindahkan ancaman si istri, Abidzar santai sekali membaringkan tubuh dan bergumam, “Seolah saya akan patuh saja.”

“Ya, anda akan patuh!” Tanpa membuang waktu, Zayra menyeret Abidzar turun dari ranjang. Wanita muda itu terus menarik tangan si Tuan Muda dan memaksanya memungut kemeja yang pria itu campakkan sembarangan di lantai.

Sekuat apa pun Abidzar meronta, Zayra tak mau kalah. Jadilah, dalam kamar itu dipenuhi sumpah serapah dengan si Tuan Muda yang diseret paksa.

Tak puas perkara kemeja, Zayra masih tak membiarkan Abidzar lepas. Gadis itu menahan langkah si suami yang sudah hendak kembali tidur dengan sebuah ultimatum keras, “Buka celana anda sekarang!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status