Share

Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis
Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis
Penulis: Mianirah

Bab 1. Pria yang Tak Pernah Berubah

Pukul sebelas malam, Zayra tiba di mansion mewah bertingkat lima yang tak lain adalah kediaman orang paling berjasa dalam pencapaian kariernya. Wanita muda itu menyeret koper begitu turun dari taxi, dan disambut oleh salah satu petugas keamanan untuk diantarkan sampai ke depan pintu utama.

Sembari menunggu pintu dibukakan, Zayra merapikan kerah cardingan-nya yang sedikit melorot. Tepat setelah penampilannya kembali baik, gadis itu balik badan sebab mendengar daun pintu telah dibukakan.

“Selamat ma—” Zayra terdiam seketika. Dia pikir, yang membukakan pintu adalah maid, rupanya bukan. Segera, gadis itu memasang senyum sopan pada sosok jangkung berwajah rupawan yang kini berdiri persis di hadapan.

“Selamat malam, Tuan Muda. Maaf sudah merepotkan anda membukakan pintu.” Ah, basa-basi, Zayra sebenarnya kurang menyukai hal tersebut, tetapi harus dilakukannya demi kenyamanan bersama. Gadis itu masih tak beranjak, sekadar sopan santun menunggu balasan dari putra sang pemilik rumah.

Namun, apa yang Zayra harapkan justru jauh dari kenyataan. Alih-alih balas berbasa-basi ramah, sang tuan muda justru memindai penampilannya dari atas hingga ke bawah.

“Jadi sekarang, statusmu sudah naik, ya?”

Zayra tak menjawab. Dia bingung apa maksud dari pertanyaan seorang Abidzar padanya. Dalam diam, gadis itu menunggu kelanjutan ucapan si lawan bicara.

Melihat sorot tajam dan senyum cemoohan yang terbit di wajah si tuan muda, Zayra tetap tenang walau tubuhnya kian dipepet ke pilar depan rumah. Di saat bersamaan, gadis itu mendengar dengan seksama apa yang dibisikkan oleh Abidzar.

“Pantas saja kau tidak mau diangkat menjadi anak angkat yang sah secara hukum, karena ternyata yang kau tuju adalah menjadi wanita simpanan—”

Mendengarnya, mata Zayra memelotot tajam. “Anda salah pa—“

“Jangan pikir kau bisa merusak rumah tangga orang tua saya, Ja*ang!” Abidzar memaki seraya tangannya meraih rambut Zayra yang terkuncir rapi.

“Kau datang ke rumah suami orang hampir di tengah malam sambil membawa koper. Jangan pikir mentang-mentang Nyonya rumah sedang di luar negeri, lalu kau bisa bertingkah semaunya. Tidak, tidak akan pernah. Masih ada saya di sini!” lanjut Abidzar masih dengan nada marah.

Zayra sendiri mengembuskan napas lelah. Demi apa dia harus berada di posisi demikian? Saat berkemas hendak pulang dari kota Nantong—China, dia disuruh oleh tangan kanan Tuan Abrisam untuk menemui sang Tuan Besar langsung setelah sampai di tanah air. Namun, saat itu terjadi, dia justru dituduh sebagai wanita simpanan, yang benar saja?

“Kau pikir dengan kulit kencang ini bisa menggantikan posisi Mama saya, hah? Pulang kau sekarang, atau saya hancurkan wajahmu ini!” amuk Abidzar seraya menarik tangannya dari rambut Zayra. Tak ketinggalan, pria itu menoyor kepala si wanita hingga terhuyung dibuatnya.

“Anda tidak diposisi bisa mengusir saya, Tuan Muda!” Zayra pun menyusul Abidzar yang sudah berjarak lima langkah darinya.

Wanita muda itu lanjut berkata, “Pertama, saya datang ke sini atas perintah Tuan Sam. Kedua, kedatangan saya bukan seperti yang anda bayangkan. Ketiga, daripada sok mengatur moral saya, lebih baik atur saja moral anda yang berantakan itu. Asal tahu saja, jika bukan karena anda yang membuat kebodohan, saya tidak harus ke mari malam-malam begini!”

Abidzar yang tersinggung mendengar penuturan Zayra, lekas menuding wajah si wanita dan berteriak, “Beraninya ka—“

“Ya, saya berani. Saya sama sekali tak takut pada anda!” balas Zayra seraya menangkap tangan yang menudingnya, lalu menekuk pergelangan tangan tersebut tanpa takut. “Tangan anda perlu diajari sopan santun, Tuan Muda!”

Tuntas dengan kalimatnya, Zayra merapikan rambut yang diyakini berantakan atas ulah Abidzar. Gadis itu pula menormalkan napas seraya membawa kakinya memasuki rumah mewah yang sudah beberapa kali ditapaki.

Tepat pada langkah ke tujuh, Zayra berbalik menatap si tuan muda yang meringis kesakitan sambil terus mengumpatinya dari luar pintu. “Kenapa masih di sana, Tuan Muda? Anda masih punya uang yang cukup untuk segera ke dokter ortopedi bukan?”

Zayra pun menyunggingkan senyum kemenangan saat melihat wajah Abidzar berubah merah padam. “Ah, jangan bilang bahwa uang dan kartu rekening anda dibekukan oleh tuan besar, itu terlalu mainstream!”

“Kau benar-bena—”

“Izinkan saya berpesan satu hal lagi, Tuan," tak membiarkan Abidzar tuntas bersuara, lekas Zayra memotongnya. Ketika Abidzar menatapnya tajam, gadis itu berkata tanpa gentar, "Kalau mau arogan, setidaknya jangan bodoh!”

Zayra pun melanjutkan langkah. Dia kembali pada tujuan utama kedatangannya, sedikit pun tan tertarik meladeni sumpah serapah yang dimuntahkan Abidzar untuknya. Dalam hati, dia hanya mengakui, "Kau sama sekali tak pernah berubah, Tuan Muda Arogan."

Flashback on

Zayra hanya bisa menjatuhkan dirinya pada gundukan tanah bertuliskan nama sang ibu. Gadis kecil itu meratap, matanya sudah memerah dan bengkak akibat keseringan menangis sejak dua hari lalu, begitu juga dengan hidung yang bahkan sudah mengalirkan ingus encer tanpa jeda.

“Ibu, Zayra gak punya siapa-siapa lagi sekarang,” katanya di sela isakan. “Zayra kangen ibu, bawa Zayra, Bu. Zayra gak kuat.”

Menoleh ke makam basah satu lagi, Zayra kembali mengadu, “Ayah, maafin Zayra nangis terus dari kemarin. Zayra takut di sini, Yah. Orang-orang itu datang ke rumah, suruh Zayra bayar hutang, tapi Zayra gak punya uang. Zayra takut, Zayra harus gimana?”

“Kamu gak perlu takut, semuanya akan baik-baik saja.”

Mendengar suara pria dewasa, Zayra lantas menegakkan punggung. Dia menatap ke arah makam ayahnya dan bertanya, “Ayah? Itu ayah yang bicara? Ayah masih bisa bicara?”

“Bodoh! Orang mati mana bisa ngomong!”

“Abidzar, jangan bicara begitu!”

Mendengar lagi suara tadi, Zayra balik badan.

Dengan mata sembab, wajah basah, dan pakaian bernoda tanah, gadis kecil itu mendongak menatap sosok bersepatu pantofel hitam mengkilat yang sedang menggandeng seorang bocah lelaki berwajah tampan, namun memasang mimik masam.

“Om siapa? Mau apa? Om rentenir juga ya? Mau nagih hutang ibu dan ayah?” tanya Zayra penuh cemas.

“Bukan, saya bukan rentenir.”

“Lalu siapa? Mau apa?” Zayra yang kini ketakutan, melangkah mundur saat pria dewasa itu berjalan menujunya.

“Om bukan orang jahat. Hei, jangan mundur lagi, nanti kamu terjatuh, Nak.”

“Enggak, Om jahat!” Gadis kecil itu kekeuh dengan isi pikirannya. “Om-om yang pakai sepatu bagus dan jaket bagus hitam-hitam itu jahat, kayak rentenir yang kemarin bilang mau jual organ tubuh Zayra, kalau Zayra gak bisa bayar hutang ibu dan ayah!”

“Tapi Om bukan rentenir. Om mau bantu Zayra.”

“Kenapa? Om aja gak kenal Zayra. Mana mungkin mau bantuin?”

“Karena itu, ayo kenalan. Nama Om, Abrisam. Kamu panggil saja Om Sam.”

“Om Sam?” Zayra membeo. Dia berusaha mengingat apakah pernah mengenal pemilik nama tersebut?

Sementara itu, pria bernama Sam tadi kembali berkata, “Nama kamu Zayra, ‘kan? Zayra Hideya, sekolah di SMP Harapan Bangsa, dan jadi juara umum sekolah. Benar, ‘kan?”

“Kenapa Om tahu?”

“Karena Papa yang punya sekolah itu,” sahut bocah tampan yang sebelumnya mengatai Zayra bodoh.

“Yang punya sekolah?” Sekali lagi, Zayra membeo dan di detik berikutnya, dia membolakan matanya. Kaget. “Berarti Om orang kaya, ya?”

“Iya lah. Emangnya kayak kamu? Miskin!”

“Abidzar!”

Bocah lelaki yang ditegur oleh ayahnya itu, hanya merespons dengan mendecakkan lidah. Tangannya terlipat angkuh di depan dada, bersama mata menatap penuh permusuhan pada gadis belia di depan sana.

“Anak Om sombong, ayah Zayra bilang gak baik seperti itu,” ujar Zayra balas mendelik tak suka pada si bocah lelaki. Dia pun beralih menatap Tuan Sam dan berkata, “Tapi Om baik, sama kayak ayahnya Zayra. Zayra boleh gak minta uang? Buat bay—"

"Gak, gak boleh. Enak aja kamu! Memangnya kamu siapa minta-minta uangnya Papa?

“Abidzar, kamu tunggu di mobil saja, sana!”

“Enggak mau, Abi mau sama Papa.”

“Makanya diam.”

Zayra langsung tersenyum melihat wajah si bocah yang cemberut. Perhatian gadis belia itu pun kembali tersedot pada pria dewasa yang berkata ingin membantunya.

“Zayra, tujuan Om menemui kamu adalah untuk membantumu. Om bersedia membayar hutang-hutang orang tuamu, juga biaya hidup kamu. Supaya kamu gak perlu ketakutan lagi, dan fokus saja sekolah. Kamu mau jadi orang sukses, ‘kan?”

“Iya, mau,” balas Zayra bergelora. “Tapi Om mau 'kan tungguin Zayra dewasa buat bayar uang itu lagi?”

“Kamu gak perlu bayar,” jawab Sam enteng. “Om mau membantumu, bukan memberi pinjaman.”

“Kalau gitu, Zayra bakal ngelakuin apapun yang Om suruh.”

“Gak per—”

“Ibu bilang, kalau orang baik ke kita, kita harus balas baik juga.”

“Tapi Om gak minta balasan.”

“Kalau Om gak mau terima niat baik Zayra, sekalian aja Om gak usah bantu Zayra.”

“Ok, ok, terserah kamu saja.” Sam mengalah. Dia yakin berdebat dengan Zayra tak akan ada habisnya. Memang, orang pintar dan keras kepala itu bedanya tipis. “Yang jelas sekarang, ayo pulang dulu. Biar om bisa urus hutang-hutang orang tuamu pada rentenir itu. Mereka lagi nunggu di rumah kamu, lho.”

Tak lagi membantah, Zayra mengikuti langkah Sam meninggalkan area pemakaman. Sebelum benar-benar keluar dari sana, gadis itu menatap ke belakang dan berkata dalam hati, "Ayah, Ibu, Zayra ketemu orang baik. Mulai sekarang, Zayra gak akan nangis karena takut lagi."

Baru saja Zayra merasa tenang, detik berikutnya berubah jengkel saat mendengar si bocah lelaki berkata sinis padanya.

“Di dunia ini gak ada yang cuma-cuma. Walau Papa bilang gak perlu bayar, tapi kamu harus tetap bayar. Nanti kalau kita udah dewasa, aku bakal tagih ke kamu. Awas aja kalau kamu kabur, sampai ke lubang semut pun bakal aku kejar!”

Flashback off

Itulah momen pertama Zayra bertemu Tuan Sam yang baik hati, sekaligus putranya yang arogan sejak dini.

Itu juga alasan mengapa Zayra menolak tawaran Tuan Sam yang ingin menjadikannya sebagai anak angkat secara sah. Gadis itu hanya tak bisa membayangkan betapa kacau hidupnya memiliki saudara seperti Abidzar yang arogan, mudah meledakan amarah, dan abai akan tanggung jawabnya.

Namun, apa jadinya jika kedatangan Zahra malam itu, justru karena Tuan Sam memintanya untuk menikah dengan Abidzar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status