Share

Berutang Penjelasan

Asha menghidu setiap jengkal seragam kerja Harris yang kemarin di gunakan untuk bertugas menghalau para demonstran di Gedung DPR RI Ibu Kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, Asha masih saja ingat jika wanita asing di telpon itu mengatakan akan menemui Harris kemarin. Dalam otak dangkalnya, Asha berpikir mungkin mereka bertemu setelah Harris bekerja hingga Harris pulang larut semalam.

"Gak ada bau aneh, cuman bau keringat Mas Harris kayak biasa aja! Apa Mas Harris memang gak ketemuan sama wanita itu?" Asha bermonolog seraya memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci yang sudah dia setel lalu ia operasikan kemudian. Selesai berkutat dengan baju-baju kotor, Asha melihat isi lemari es dan menimbang-nimbang menu apa yang akan ia sajikan untuk sarapan pagi itu. Melihat beberapa potong keju merk ternama, Asha memutuskan untuk membuat sandwich saja. Menu yang mudah dan cepat apalagi saat suasana hatinya yang masih tak menentu. Sandwich pun bisa dibuat tanpa perlu takut bau masakan menempel di tubuh. Sebab itu lah Asha memilih untuk mandi terlebih dahulu.

"Aaahh! Sha!" jerit Harris mengaduh dari dalam kamar tidur. Asha berhenti bergerak untuk memastikan jika suara itu memang suara Harris. Refleksnya memang payah, Asha malah diam saat suara jeritan itu menusuk telinganya. Lagipula di rumah itu hanya ada dia dan Harris. Tentu saja suara itu jeritan Harris.

Di atas tempat tidur Harris kesulitan mengangkat badannya, pinggangnya seperti terikat sesuatu erat sekali. "Asha!" teriaknya sekali lagi yang kemudian menampilkan Asha di depannya. "Mas Harris kenapa? Sini aku bantu!" Asha dengan sigap meraih tubuh Harris yang dua kali lipat lebih berat dari tubuhnya sendiri. Menggesernya agar terduduk menyandar di kepala ranjang. "Aaahh! Pinggang saya sakit sekali!" keluh Harris seraya mengurut pinggangnya sendiri.

Mendengar keluhan Harris, Asha lantas mundur beberapa langkah. Kedua alisnya menyatu, sorot matanya tajam menatap Harris yang masih sibuk sendiri dengan kesakitannya. Pandangan mata Asha kabur dengan bayang-bayang yang di panggil memorinya tentang dua bulan pertama pernikahannya. Dimana Asha dan Harris banyak menghabiskan waktu di tempat tidur.

Hari dimana Harris mengaduh keluhan yang sama setelah semalaman 'menghajar' Asha dengan birahi yang menggebu. Asha masih ingat betul jika Harris mengeluhkan sakit pinggang yang sama.

Bayangan-bayangan yang di panggil memeorinya kini memudar, berganti dengan bayangan kotor akan wanita asing yang dua hari ini berhasil membuat Asha hampir gila. "Apa sakit pinggang Mas Harris karena bersama wanita itu? Apalagi sebelum pergi kami memang belum 'menyelesaikannya'. Setega itukah Mas Harris padaku?" gumam Asha yang bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Asha terduduk menyandar tembok. Kakinya sudah terlalu lemas menopang tubuhnya. Padahal Asha nyaris melupakan masalahnya dan berniat untuk menghangatkan kembali hubungannya dengan Harris.

Harris mengerutkan dahi, "Kamu gak apa-apa Sha?" tanya Harris keheranan melihat tingkah aneh Asha. "Mas Harris harus jelaskan sekarang juga siapa wanita itu?" teriak Asha. Harris yang masih mencerna ambruknya Asha harus kembali tercengang dengan pekikan Asha. "Mas aku udah gak sanggup lagi nunggu penjelasan kamu. Kamu diam begini aku semakin gila Mas!" Harris tak di beri ruang untuk membela diri, Asha semakin menyudutkannya. "Diamnya Mas Harris menjelaskan kalau Mas Harris berselingkuh. Ya kan!?" bentak Asha yang sudah lepas kendali. "Jangan bilang kalau sakit pinggang Mas Harris karena habis tidur dengan wanita itu." tambahnya melemah. Asha sendiri sudah tak bisa mengendalikan kesedihan, emosi dan amarahnya yang bercampur aduk. Pikiran-pikiran negatif begitu suka bergelayut di kepalanya, memeluk hatinya yang masih rapuh. "Asha! Jaga mulut kamu!" pekik Harris saat tangannya sudah melayang di udara. Asha menunduk memegangi kepalanya. Dia sudah tak peduli jika saja Harris menyakiti fisiknya dia akan pergi saat itu juga. Untunglah Harris masih waras untuk tidak berbuat kasar kepada istrinya. "Sha, tolong jangan begini." lirih Harris meninggalkan Asha. Harris memlih pergi. Dia tak ingin terbawa emosi akan kalimat Asha yang selalu menyudutkannya. "Panggilan telpon dan pesan singkat dari wanita itu nyata Mas! Aku hanya tidak bisa menangkap basah kalian yang tengah bersama." balas Asha tak kalah berteriak saat Harris sudah meninggalkannya. Asha tergugu. "Mungkin juga aku belum memergoki kalian." tambah Asha lirih seperti bisikan yang sudah jelas tak akan terdengar Harris.

Harris sudah di dalam kamar mandi, sementara Asha masih mencari-cari udara yang kesulitan ia dapatkan saat dadanya terasa begitu sempit menghimpit. Rasanya Harris sengaja menambah beban tubuhnya dengan selalu menghindari konflik mereka. Di dalam kamar mandi, Harris bagai tersambar geledek di siang bolong. Mendapati tuduhan tidur dengan wanita lain hanya karena sakit pinggang. Benar-benar tidak masuk akal. "Asha sudah keterlaluan. Bagaimana bisa dia menjadi tak terkendali seperti tadi?" tanya Harris yang membasahi tubuhnya dengan shower yang memancarkan air hangat. Harris benar-benar tak habis pikir dengan sikap Asha. Mau bagaimana lagi, cemburu memang membuat orang jadi tidak waras!

***

Asha kembali turun ke dapur dengan perasaan yang hancur lebur. Asha bahkan lupa jika ia belum sempat mandi. Asha terlalu lama terisak sendiri hingga melupakan pekerjaan-pekerjaannya.

Mata Asha masih bengkak dan merah saat Harris sekilas menatapnya sebelum akhirnya terduduk di meja makan. Asha mengulurkan satu piring yang di isi empat tangkup sandwich dan secangkir kopi hitam tanpa gula yang tentu saja harus selalu panas. Asha tertawa kecut melihat kepulannya.

Asha dan Harris selalu duduk berhadapan. Namun pagi itu Asha memilih berdiri menangkup teh panas di tangan. Berusaha tak membuat suara apapun selain sesapan. Sengaja tak ingin bersitatap lama atau pun sebaliknya.

Tak sengaja, Asha menangkap ekspresi aneh pada raut wajah Harris saat menyantap sandwichnya. Meski begitu Asha tak ingin repot bertanya. Masih di buatkan saja sudah bersyukur. Asha cukup angkuh dengan dirinya sendiri yang tak meninggalkan keperluan Harris bagaimana pun kecewanya ia. Harris sudah menghabiskan tiga tangkup sandwich dan secangkir kopi pahit dalam diam. Ini adalah pagi kedua mereka tak kunjung saling bicara. "Terima kasih." ucap Harris lirih setelah berdiri dari tempat duduknya. Harris bahkan tak menatap Asha saat mengucapkannya. Begitupun dengan Asha yang memilih memainkan cangkir teh hijau kedua yang kembali ia buat tanpa gula.

***

Jika biasanya Asha dengan senang hati membuka pintu gerbang ketika Harris hendak pergi bekerja, dua hari ini Harris melakukannya sendiri.

Harris yang sudah di ambang pintu membalikan badannya untuk kembali ke dapur menemui Asha. Harris melirik arlogi di tangannya untuk memastikan jika masih ada waktu sepuluh menit untuk bicara dengan Asha.

"Ketinggalan apa?" tanya Asha ketus saat Harris sudah berdiri di hadapannya. "Saya cuman mau bilang kalau saya tidak pernah selingkuh. Kamu gak perlu capek memikirkan hal-hal negatif tentang saya." aku Harris. Dengan tenang, Harris tengah berusaha memperbaiki hubungannya dengan Asha. Meski kalimat tersebut tak banyak membantu. Asha mendongakan wajahnya, mencari sorot mata Harris yang berdiri menjulang di hadapannya. Asha menginginkan penjelasan yang gamblang bukan sekedar pengakuan subyektif sebelah pihak. Asha sudah terlalu lama menahan kesal akan diamnya Harris, hingga yang keluar dari mulutnya hanya kata, "Oh."

Harris menarik napas panjang dan dalam, dia tak ingin ikut tersulut.

Asha masih duduk di tempat yang sama. Masih memegang cangkir teh yang sama. Mencerna kata-kata Harris agar bisa menenangkan hatinya, meski nyatanya tidak.

Harris sudah menghilang dari pandangannya saat Asha meraih piring yang menyisakan satu tangkup sandwich. Ia merasa lapar meski tidak sedang ingin sarapan. "Aaahh apa ini!" teriak Asha melepehkan sandwich yang baru saja ia gigit. "Astaga kok bisa Mas Harris?" keluh Asha bermonolog dengan nada kesal.

Rasa bersalah kembali menjalar di sekujur tubuh Asha, menjerat kakinya hingga tak bisa bergerak bahkan satu langkah saja. Asha kemudian meraih ponselnya, lima menit ia habiskan untuk menimbang hingga ia yakin untuk mengirim pesan singkat pada Harris.

Istriku

'Sandwichnya asin' (emoticon tangan yang dilipat)

Pesan balasan di terima tiga jam kemudian saat Asha sudah membereskan dapur, mandi dan menonton berita televisi hari itu.

Mas Harrisku

'Gak apa-apa. Saya masih suka makanan kamu.'

"Nyebelin banget sih!" racau Asha mendongakan wajahnya ke langit-langit.

Istriku

'Kamu masih harus jelasin tentang perempuan itu!'

Pesan terkahir Asha itu tak berbalas meski sudah ada tanda centang biru yang menunjukan bahwa Harris sudah membacanya. Bahkan saat status Harris sedang online pesan terakhir Asha memang sengaja tak di balas.

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status