Share

Cemburu dan Cinta

Sudah hampir sepuluh menit Asha menatap layar ponsel yang menampilkan kontak lengkap Harris, tetapi jarinya tak juga menyentuh simbol telpon berwarna hijau untuk menyambungkannya. Ego Asha yang memupuk keyakinan bahwa mereka sedang bermasalah terlalu kuat menahan hatinya yang sudah berontak akan kekhawatiran Harris yang tak juga kembali padahal malam sudah sangat larut. Apalagi, tak ada sama sekali komunikasi sejak kepergiannya tadi pagi. Pada akhirnya, Asha memilih gusar sendiri mengulang-ulang memori akan tayangan berita di televisi yang menampilkan kericuhan demonstrasi. Beberapa mata lensa kamera wartawan menyorot sejumlah anggota polisi terluka hingga diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Pun dengan sejumlah mahasiswa yang juga jatuh pingsan akibat berdesakan.

'Ceklek'

Suara pintu terbuka yang akhirnya membuyarkan bayangan-bayangan kabut Asha. Harris berdiri di ambang pintu sementara Asha membatu di sisi tirai dengan tubuh menghadap Harris hingga pandangan mata mereka pun bersirobok sepersekian detik. Hening membahana sebelum kemudian Harris memecahnya. "Belum tidur?"

Asha serba salah saat menyadari betapa berantakan dan kacaunya Harris malam itu tapi melihat ekspresinya yang dingin tak pelak membuat sudut hati Asha kembali tersulut api. "Baru mau tidur!" jawab Asha ketus. Asha pun berpaling menginjak bumi lebih keras dari biasanya meninggalkan Harris yang masih betah berdiri di ambang pintu rumah mereka.

Harris berjalan mengekori Asha setelah sebelumnya menutup dan mengunci pintu rumah bergaya modern minimalis itu.

***

Di dalam kamar pun Harris dan Asha masih tak saling menyapa. Tak ada juga yang berinisitif untuk mencairkan suasana. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, meski sebenernya mereka saling memerhatikan satu sama lain.

Harris sudah keluar dari kamar mandi, saat Asha tengah berguling-guling dengan novel tebal di tangannya. Harris pun sudah berpijama meski tangannya masih sibuk dengan handuk yang mengusap puncak kepalanya yang masih basah. Bau shampo mentol dari rambutnya menusuk-nusuk hidung, membaur dengan udara di kamar tidur mereka. Entah berapa banyak Harris menggunakannya. "Mau kemana tengah malam begini?" tanya Asha saat melihat suaminya sudah meraih gagang pintu kamar, hendak keluar. Harris hanya melirik sebentar ke arah Asha sebelum menjawab, "Saya belum makan Sha, lapar. Mau cari makan dulu di dapur." jawab Harris kemudian menghilang di balik pintu.

***

Di atas meja makan ada tahu goreng, kerupuk udang dan sup ayam yang sudah dingin meski wanginya masih begitu mengugah selera. Apalagi dikala lapar melanda. Harris kemudian menggeser kursinya mencari posisi nyaman untuk segera mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

"Hanya menghangatkan sup saja tidak akan lebih dari lima menit!" decak Asha yang tiba-tiba muncul menyambar mangkuk sup ayam Harris lalu menumpahkannya ke dalam panci kecil untuk kemudian ia hangatkan.

Harris mengulum senyum, "Saya sudah lapar!" ujarnya seraya memerhatikan setiap gerakan Asha yang membelakanginya. Asha menyadari Harris tengah memperhatikannya. "Saya haus! Mau minum, makanya ke sini." celetuk Asha sewot. Asha tak mau di cap kalah saat ia harus merasa iba. Meski penegasan tersebut sudah jelas gagal.

Asha pun membuka pintu lemari es, menumpahkan satu gelas air dingin lalu meneguknya hingga habis.

"Makasih banyak Sha." lirih Harris berusaha menyentuh tangan Asha yang tengah menata nasi dan lauk di atas meja makan, tepat di hadapan Harris.

Asha tak bergeming baik atas sentuhan lembut Harris di punggung tangannya maupun ungkapan 'terima kasih' yang keluar dari mulut Harris. Asha tak ingin meleleh begitu saja. Tanpa sepatah kata pun Asha beranjak meninggalkan Harris yang tak membuang waktunya untuk segera menikmati makan malamnya yang sudah sangat terlambat.

Dari sudut tembok dapur Asha berhenti sejenak, memerhatikan suaminya yang tengah lahap namun kesakitan sebab ada beberapa luka lebam di pipinya yang sedikit menghambat aktifitas makannya.

Asha mendengus kesal, "Kenapa sih aku harus merasa bersalah. Sebucin ini kah aku sama mas Harris? Ampun deh, padahal kan mas Harris ada hubungan lain. Ya... Meskipun aku masih gak tau sih sejauh mana hubungan mas Harris sama si Mariana itu. Tapi kan kalau ingat WA itu sakit banget. Tapi sayang banget sama mas Harris. Aku ini memang payah!" ujarnya bermonolog. Menyalahkan diri sendiri.

***

Setelah perutnya terisi penuh Harris kembali ke kamar tidur, meraih gagang pintu kamarnya dengan hati-hati dan pelan. Pelan sekali. Harris tak ingin menggangu Asha yang mungkin sudah terlelap. Setelah terbuka Harris justru terkejut. "Loh masih belum tidur Sha?" tanya Harris keheranan saat mendapati Asha terduduk menyandar di kepala ranjang. Padahal tadinya Harris sudah yakin jika Asha sudah meraih mimpinya.

"Mas Harris gak usah banyak tanya deh. Sini duduk!" pinta Asha yang kemudian mengubah posisi duduknya menuju tepi ranjang, meraih kotak p3k yang sudah di siapkan Asha di atas nakas.

Harris pun mengerti maksud Asha dan menuruti perintah istrinya untuk duduk berhadapan. Dengan cekatan, Asha mengompress beberapa luka lebam di wajah Harris. Persis seperti orang habis tawuran. Jarak wajah mereka dekat sekali. Harris memerhatikan Asha lekat, matanya tak rela kehilangan momen meski hanya untuk berkedip. Asha tahu, ia tengah menjadi pusat perhatian Harris. Namun Asha memilih untuk membuang pandangannya dari pada harus bersitatap langsung dengan Harris yang mungkin akan membuat jantungnya mencelos.

Hampir lima menit posisi mereka tak berubah. Selama itu pula kesunyian menguar hingga ke sudut ruangan. Sunyi sekali. Hanya ada suara nafas teratur yang saling bersahutan. "Kamu cantik Sha!" puji Harris refleks. Suaranya berat dan tulus. Namun tulus menurut Harris, tentu saja berharap ada balasan Asha yang bisa mencairkan ketegangan mereka.

Asha seketika berhenti dari kegiatannya, memberanikan diri bersitatap dengan mata elang Harris yang saat itu berubah teduh. "Lagi kayak gini gak usah gombal. Gak ngaruh!" seraya menekan gemas luka lebam Harris di pipinya. "Aaaw! Pelan-pelan." racau Harris. Asha mendelik kemudian, "Mas Harris kok jadi manja sih!" protesnya ketus.

Asha mempercepat gerakannya yang sudah turun di lengan Harris yang juga terdapat beberapa luka sayatan kecil menganga. Dia meneteskan antiseptik di luka tersebut kemudian menutupnya dengan plester. "Udah! Aku mau tidur sekarang." lanjut Asha menutup kotak p3k dengan kasar, meletakannya di atas nakas lalu naik ke tempat tidur dan menarik selimut dengan cepat lalu berbalik memunggungi Harris. Sementara Harris masih saja di tempat yang sama, betah memerhatikan Asha yang kini sudah terlelap pergi ke alam mimpinya.

***

Lagi, Asha kembali terbangun tepat pukul lima lebih lima belas menit meski tanpa alarm di sisinya. Kegiatan ini seperti sudah menyatu dalam dirinya. Otaknya seperti sudah disetel untuk mengirim sinyal ke saraf matanya setiap pagi.

Asha beranjak setelah sebelumnya menyibak selimut dan mengerakan kepalanya kebelakang untuk sekedar melirik Harris yang masih terlelap memunggunginya. Asha kemudian berputar mengintari tempat tidur king size yang dulu ia pilih sendiri model, motif hingga warna ranjang kayunya yang kokoh. Tubuh Asha setengah membungkuk lututnya ia tekuk, agar matanya bisa memindai setiap luka yang semalam ia obati. Dalam posisi ini, jelas saja membuat degup jantung Asha berlarian tak terkendali. Ada rindu yang menggebu meski hanya sekedar menyentuh lembut wajah Harris yang kini tak bisa ia gapai sejak terbangun tembok ego yang menjulang tinggi memisahkan kehangatan yang selama ini dia cecap bersama Harris.

"Mas, Aku kangen deh! Kenapa sih kamu harus punya hubungan sama wanita itu? Cemburu itu sakit tau!" gumam Asha, menatap dalam wajah Harris yang tengah tertidur pulas.

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status