Sepanjang perjalanan pulang, Damar hanya terdiam. Tidak mau menanggapi Viona yang mengoceh. Viona menjadi kesal sendiri dengan kelaku Damar. Padahal tadi Damar tampak mesra.Sampai di rumah, Damar pun masih diam membisu. Ia langsung masuk ke kamarnya. Viona paling tidak suka kalau dicuekin seperti ini. Ia pun berjalan menuju ke kamar Damar.Ceklek! Viona membuka pintu kamar Damar, tampak Damar yang berbaring di tempat tidur, tidak memakai kaos. Ia hanya memakai celana pendek saja. Viona pun berbaring di sebelah Damar. "Kenapa, Mas?" tanya Viona."Nggak apa-apa," jawab Damar."Nggak apa-apa kok dari tadi diam saja. Kalau aku melakukan kesalahan, aku minta maaf. Tapi aku nggak tahu, salahku itu apa," kata Viona. Damar memiringkan tubuhnya dan membelakangi Viona. Viona sangat kesal, ia pun memeluk Damar dari belakang. Kemudian menciumi tengkuk Damar. Damar hanya terdiam saja. Viona semakin intens mencium Damar. Tidak ada respon dari Damar, Viona segera membalikkan badan Damar, sehingg
"Kamu harus hati-hati dengan Mila. Dia itu orangnya nekat, bisa saja ia menjebakmu," kata Irfan mengingatkan Damar."Jangan menakut-nakutiku, aku sudah mulai nyaman bersama Viona. Aku ingin membina rumah tanggaku dengannya." Damar berkata dengan serius."Makanya itu, kamu jangan pernah meladeni Mila lagi. Abaikan dia," kata Irfan.Damar pun mengangguk, dan mereka melanjutkan pekerjaan masing-masing. Sesekali tampak Damar menguap karena mengantuk. Irfan yang melihat temannya itu hanya bisa tersenyum, karena ia dulu pun pernah merasakan hal yang sama.Ceklek! Pintu ruangan terbuka, tampak Sabrina masuk dengan wajah yang sangat serius."Damar, apa yang kamu lakukan pada Mila?" tanya Sabrina tanpa basa-basi.Damar dan Irfan yang sedang asyik dengan kesibukan masing-masing langsung menoleh ke arah Sabrina."Memangnya kenapa?" tanya Damar penasaran."Mila nangis di ruangannya.""Memangnya kenapa dia nangis?" tanya Irfan."Makanya itu aku nanya sama kalian. Soalnya tadi Mila kan dari sini."
Viona ke dapur membuatkan minum untuk Damar dan tamunya. Hanya teh saja, karena kebetulan tidak ada roti-roti. Biasanya toples-toples berisi makanan, sekarang semuanya sedang kosong tak berisi. Sementara itu, di ruang tamu terdengar perbincangan Damar dan tamunya."Kok kamu tahu rumahku?" tanya Damar."Kamu nggak perlu tahu. Ternyata kamu memang sudah menikah. Aku pikir kamu masih bertahan sendiri." Perempuan itu berkata seperti mengejek Damar."Hidup terus berjalan, aku masih punya masa depan. Dan ternyata masa depanku itu indah sekali. Kamu pikir aku terpuruk?" "Maaf kalau aku membuatmu kecewa. Hingga membuatmu menerima perjodohan dan terpaksa menikah dengan istrimu itu.""Terpaksa? Haha...Enggak tuh. Alhamdulillah, aku mencintai istriku.""Secepat itu? Jangan bohong kamu." Marcia menatap tajam pada Damar."Yang namanya cinta itu tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Alhamdulillah, aku bisa cepat menemukannya. Karena memang aku membuka hati untuk orang lain ""Kamu sudah berubah!
Damar berusaha memejamkan mata dan melupakan semua kejadian hari ini. Tapi tetap tidak bisa. Mata terpejam, tapi pikiran berkelana di tiga nama perempuan, Viona, Mila dan Marcia. Damar benar-benar takut kehilangan Viona, karena ia sudah merasa nyaman dan mencintai Viona. Ia takut kalau Mila dan Marcia akan menghancurkan rumah tangganya. Viona tahu kalau Damar sedang gelisah, karena dari tadi hanya membolak-balikkan badan saja. Ingin ia bertanya, tapi tidak punya nyali. Akhirnya ia pun bertanya pada Damar."Mas, belum tidur? Mikirin apa sih? Kok dari tadi kayak orang gelisah," tanya Viona. Damar diam, ia pura-pura tidur, karena ia tidak tahu harus menjawab apa. Viona penasaran, kenapa Damar diam saja. Ia pun duduk di tempat tidur, kemudian mengamati suaminya yang tertidur, walaupun sebenarnya pura-pura tidur."Oh, ternyata sudah tidur," gumam Viona.Viona memeluk Damar dari belakang."Aku tahu kalau Mas sedang memikirkan sesuatu. Pasti berhubungan dengan Marcia. Memang dia itu cantik
Damar beranjak dari tidurnya, duduk di tempat tidur dan menatap Viona"Siapa?" tanya Damar."Nggak tahu." Viona pun kembali merebahkan diri di tempat tidur. Hatinya masih saja kesal. "Dasar perempuan nggak punya malu. Malam-malam menghubungi suami orang," kata Viona dalam hati. Damar kembali merebahkan tubuhnya di sebelah Viona. Ia memeluk Viona dari belakang. Perlahan ia mencium tengkuk Viona, membuat hati Viona berdesir. Merasa tidak ada penolakan dari Viona, Damar melanjutkan aktivitasnya.Viona memang masih kesal, tapi ia tidak mampu menahan godaan Damar. Ia menggeliat kegelian diikuti dengan desahan. Akhirnya ia pun mengikuti irama permainan Damar. Benar kata orang, ketika suami istri bertengkar, mereka akan berdamai di tempat tidur. Ketika ketegangan telah mereda dan pasangan suami istri melakukan hubungan s*ks, maka mereka akan kembali mengalami yang namanya jatuh cinta serta akan merasa seperti saat baru pertama kali melakukan hubungan s*ks, dan merasakan sebuah sensasi yan
Ceklek! Pintu ruangan dibuka, semua mata menuju ke arah pintu."Pak Damar, ada tamu," kata seorang OB yang membuka pintu tadi."Dimana tamunya, Wan?""Ada di depan Pak.""O ya, Wan, suruh masuk kesini saja," kata Damar."Baik, Pak." OB yang dipanggil Wan itu pun keluar untuk memanggil tamu Damar."Syukurlah ada tamu, jadi bisa mengusir Mila secara halus." Damar bermonolog dalam hati. Ia terlihat sangat lega."Aku belum selesai berbicara. Nanti aku kesini lagi," kata Mila, kemudian ia keluar dari ruangan Damar dan masuk ke ruangannya. Tak lama kemudian terdengar pintu ruangan dibuka lagi.Ceklek! OB yang bernama Wan itu masuk lagi."Silahkan masuk, Bu. Pak Damar sudah menunggu," kata OB itu mempersilahkan tamu Damar untuk masuk."Saya permisi, Pak," pamit OB pada Damar.Damar pun mengangguk. Kemudian muncul seorang perempuan cantik yang membuat Damar dan Irfan terperanjat. Jantung Damar berdetak dengan kencang. Untuk sesaat pikirannya benar-benar kosong."Mati aku," kata Damar dalam h
"Selamat, Bu. Bu Viona positif hamil," kata Dokter Mahendra."Ha..hamil?" Viona sangat kaget dengan hasilnya. Ia tidak menyangka akan hamil secepat ini."Silahkan Ibu berbaring dulu, kita USG biar tahu berapa usia kehamilan Ibu," kata dokter Mahendra.Viona berbaring di tempat tidur pasien, asisten dokter Mahendra mengoleskan gel di perut Viona. Selanjutnya dokter Mahendra menggunakan alat USG yang bernama transducer yang ditempelkan di perut Viona. Dokter Mahendra tampak mengamati di layar sambil menjelaskan pada Viona.Viona tampak terharu, ada makhluk kecil di dalam rahimnya. Buah cintanya dengan Damar."Usia kehamilan Ibu sudah lima Minggu." Dokter Mahendra menjelaskan.Setelah cukup lama memberikan penjelasan pada Viona tentang kehamilan, Dokter Mahendra memberikan resep vitamin dan penguat kandungan. "Gimana hasilnya, Mbak?" tanya Hana."Aku hamil lima Minggu." Viona menjawab dengan pelan."Alhamdulillah, selamat ya Mbak. Semoga Mbak Viona dan calon bayi selalu sehat sampai lau
"Lebay, sok mesra," cibir Mila."Memangnya kenapa, Mbak? Kami kan suami istri, wajar dong kalau kami mesra. Yang nggak wajar tuh kalau masih pacaran tapi terlalu mesra, apalagi kalau pacarannya dengan suami orang." Viona berusaha untuk tenang."Kamu nyindir aku ya?" seru Mila dengan spontan. Beberapa orang melihat ke arah mereka."Siapa yang nyindir, Mbak? Memangnya Mbak pacaran dengan suami orang?" sahut Viona.Damar memegang tangan Viona, menatap Viona disertai dengan menggeleng dengan pelan. Seolah meminta supaya Viona tidak meladeni Mila."Mau nambah Mas?" tawar Viona ketika melihat Damar sudah selesai makan."Enggak, aku sudah kenyang.""Aku sebenarnya belum kenyang, tapi sudah nggak selera makan. Ayo, kita pulang saja," ajak Viona. Damar mengiyakan ajakan Viona, mereka beranjak dari duduknya. Damar kemudian membayar makanan di kasir. Mila masih mengikuti mereka sampai ke tempat parkir. Viona sebenarnya sangat risih dan kesal, tapi ia masih mampu menahan untuk tidak emosi.Damar