Share

Bab 2

Bugh

Bugh

"Ban*sat! DASAR BAJINGAN!" dengan dada yang bergemuruh, Elang kembali menonjok wajah Leri yang sudah bonyok.

Bugh

Bugh

"BERHENTI! KUMOHON HENTIKAN!" teriak Sienna, kini tangisnya pecah saat melihat semua kekacauan yang terjadi di rumahnya.

Setelah kejadian tadi pagi, Leri langsung mendatangi rumahnya dan menjelaskan semuanya pada ketiga kakaknya.

Dan mulai saat itu, semua kekacauan ini di mulai.

Leon menarik Elang yang tengah mencengkram kerah baju Leri dan memisahkannya dari Leri.

Dirinya pun melirik Frans (adik keduanya), menyuruhnya untuk membawa Sienna pergi dari sini.

"Tenanglah, Mari kita bicara dengan tenang" ujar Leon berusaha menenangkan Elang yang sudah terbakar api amarah.

Frans mengetatkan rahangnya. Rasanya, ingin sekali dirinya menonjok wajah Leri sekali lagi. Meski tadi dirinya sempat melayangkan pukulannya kepada Leri tapi itu masih tidak cukup.

Seandainya saja Sienna (adik bungsunya) tidak menangis dan menghentikan dirinya, ia tidak akan melepaskan seorang bajingan seperti Leri.

"Sienna, ayu kembali ke kamarmu" dengan nada yang penuh kelembutan Frans menuntun Sienna agar pergi dari ruang tamu mereka.

Setelah Sienna dan Frans pergi, kini tinggal Leon, Leri, Akbar, Elang serta Zehran yang tersisa.

"Duduklah" suruh Leon.

Zehran pun membantu Leri untuk bangkit. Terlihat wajah kakaknya tersebut sudah lagi tidak berbentuk. Meski sedaritadi dirinya hanya diam dan menonton Leri yang sedang di amuk massa oleh Frans dan Elang, tak ia pungkiri jika ia sedikit kasihan melihat kondisi Leri saat ini.

Namun dirinya mewajarkan jika hal ini terjadi pada Leri. Karena kakak mana yang tidak akan marah dan sakit hati, jika mengetahui adiknya ditiduri oleh seorang pria yang bukan suami dari adiknya sendiri. Bahkan jika dirinya yang menjadi kakaknya, Leri pasti tidak akan selamat.

Selain itu, Zehran juga merasa bersyukur karena bundanya tidak ikut dan melihat kejadian saat ini. Hanya mendengar dan melihat ayahnya memukuli Leri saja, sudah membuat Emma (ibundanya) pingsan. Apalagi jika bundanya melihat kondisi Leri saat ini. Pasti bundanya akan semakin terkejut. Untung saja keputusan Emma yang tidak perlu datang adalah keputusan yang tepat. Jika tidak, maka ini akan semakin runyam.

"Jadi apa alasanmu datang kesini" tanya Leon to the point dengan wajah yang sangat dingin.

Leri menatap Leon dengan tatapan menyesalnya. Meski dirinya sudah di tinju habis-habisan selama seharian ini, namun itu tidak akan cukup untuk menghilangkan rasa bersalahnya pada Sienna karena telah merusaknya.

"Maafkan aku. Aku bersumpah, aku tidak bermaksud untuk menyakitinya"

Leon hanya terdiam dan masih menatap Leri yang terlihat sangat kacau.

"Aku akan melakukan apapun untuk menebusnya. Kumohon maafkan aku"

Sejujurnya saat dirinya melihat Leri saat ini, ingin sekali tangannya ia layangkan pada wajah tampan Leri.

Namun dirinya sadar, jika dirinya tidak berusaha menahan amarahnya, agar semuanya tidak menjadi runyam meski ini juga sudah kacau.

"Jadi apa tujuanmu datang kesini?" tanya Leon yang kembali mengulangi pertanyaannya.

"Kumohon, biarkan aku bertanggungjawab pada Sienna"

"Apa maksudmu?! Jangan harap! Sialan, lebih baik kau pergi dari sini!" Elang sungguh tak setuju dengan permintaan Leri. Dirinya tidak sebodoh itu membiarkan Sienna jatuh kepelukan bajingan seperti Leri.

Leon menatap tajam Elang.

"Elang, duduklah" ultimatum yang Leon berikan membuat Elang mau tak mau mematuhinya. Ia cukup sadar, jika saat ini Leon juga tengah berada di batas ambang kesabarannya. Dan jika dirinya tidak mengikuti perintah kakaknya tersebut, maka bisa saja dirinya yang akan mati di tangan Leon.

Sejenak Leon terdiam dan menatap lurus Leri.

"Sebelum kau mengatakan hal itu, aku ingin bertanya padamu satu hal. Apa kau mencintai Adikku?"

Dengan sejenak, Leri terdiam membisu mendengarnya. Ia tau ini adalah pertanyaan yang sangat mudah ia jawab. Namun jawaban yang keluar dari mulutnya akan menentukan semuanya.

"Hah! Kau lihat? Betapa brengseknya dia" sarkas Elang kala ia menyadari jika Leri sama sekali tidak mencintai Sienna.

Rahang Leon mengetat. Kini ia menyadari, dari semua kekacauan ini, Sienna lah yang paling di rugikan.

Ini benar-benar di luar dugaannya. Walau sudah tujuh tahun lamanya mereka berteman, namun hanya adiknyalah yang mencintai Leri.

Ini sangat membuatnya murka! Selain Leri telah merebut mahkota adiknya, ternyata pria tersebut juga sama sekali tidak mencintai adiknya.

"Sialan!" umpat Leon lalu berdiri dari duduknya.

"Pulanglah, aku akan memaafkanmu dan melupakan semua kejadian hari ini"

"Dan karena itu, aku memintamu untuk tidak muncul lagi di dalam hidup Adikku!" ucap Leon dengan wajah yang begitu dingin.

Mata Leri seketika menajam "Apa? Apa maksudmu?" Leri langsung bangkit dari duduknya. Apa dirinya tidak salah dengar? Ini semakin membuat kepalanya sakit.

Elang menatap sinis Leri. "Kau tidak dengar? Keluar sekarang juga! Dan jangan pernah kau menginjakkan kakimu disini lagi!" usir Elang. Kini dirinya sudah muak saat melihat wajah Leri.

"Kau tidak bodoh kan, untuk mengerti apa yang di katakan Leon" sinis Elang.

Rahang Leri mengetat saat mendengarnya. Sial! Apakah dirinya se-brengsek itu hingga membiarkan masalah ini selesai begitu saja.

Bugh

"Aku tidak akan melepaskan Sienna!" untuk pertama kalinya Leri melayangkan tinjunya pada Elang

Bugh

"TUTUP MULUTMU BAN*SAT! KAU TIDAK MENCINTAI ADIKKU LANTAS KAU BERHARAP AKU AKAN MENYERAHKAN PADAMU?"

"DASAR BRENGSEK!" dengan penuh kekuatan Elang melayangkan pukulannya pada Leri.

BUGH

Leri yang tak tinggal diam, kembali melayangkan tinjunya kepada Elang. Hingga terjadilah saling baku hantam di antara keduanya.

"HENTIKAN! APA YANG KALIAN LAKUKAN!" jerit Sienna frustasi, saat melihat Leri dan Elang yang saling tinju meninju.

Setelah mendengar suara ribut dari bawah, dirinya pun langsung bergegas kembali turun.

"KUMOHON BERHENTI!" teriak Sienna, hingga membuat Leri maupun Elang seketika menghentikan tinjunya masing-masing.

"Apa yang kalian lakukan! Kumohon hentikan ini semua!" jerit Sienna yang sudah tidak tahan melihat semua kekacauan ini.

"Sienna ak-"

"Kumohon pergilah. Aku akan memaafkanmu Leri. Dan aku juga akan melupakan kejadian ini. Jadi kumohon sekali lagi, pergilah" ucap Sienna yang memotong upacan Leri.

Mungkin inilah satu-satunya cara, agar dirinya dapat menghentikan semua pertikaian ini.

Leri menatap tajam Sienna, dirinya meremas rambutnya dengan frustasi.

"Apa maksudmu? Bagaimana aku bisa melupakan ini semua? Kau pikir aku sebrengsek itu? Fuck!"

Leri tak habis pikir, meski dirinya adalah seorang bajingan. Namun apakah dirinya se-brengsek itu, hingga dirinya melupakan semua ini seolah-olah tidak pernah terjadi?

Kepala Leon berdenyut nyeri. Sepertinya ini tidak akan berhasil. Ini sudah menjadi keos, dan sampai kapanpun percakapan ini tidak akan pernah berakhir baik.

"Lebih baik, kalian pulang dulu. Ini semua tidak akan berhasil. Aku akan memanggilmu kembali, saat hati kamu sudah mendingin" ujar Leon. Kini semua percakapan ini hanyalah sia-sia. Lebih baik, dirinya maupun Leri menenangkan diri masing-masing terlebih dahulu.

Akbar yang mengerti kondisi, langsung menarik Leri dan membawa kakaknya pergi dari rumah Sienna.

"Aku minta maaf atas semua kekacauan ini. Kami Pergi dulu " setelah mengucapkan itu, Akbar, Zehran serta Leri pamit undur diri dan pergi.

Elang menatap marah Leon "Sialan! Apa yang kau katakan?"

"Aku tidak sudi, jika dia datang kembali kerumah ini!" murka Elang.

Leon menghela nafasnya.

"Tenanglah" peringat Leon. Sungguh kepalanya seperti ingin meledak. Ia sangat mengerti dengan perasaan Elang saat ini. Namun dirinya juga tidak bisa, membiarkan keadaan ini terus menerus seperti ini.

Sampai kapanpun, permasalahan ini tidak akan terselesaikan sampai hari mereka menjadi tenang hingga dapat mengambil keputusan yang tepat.

"Lebih baik kau istirahat. Kita bicarakan ini nanti" titah Leon yang tidak ingin di bantah. Dan mau tak mau, Elang pun menurutinya.

BRAKK

"BAN*SAT!" umpat Elang lalu bergegas pergi ke kamarnya setelah dirinya menendang meja yang ada di ruang tamu.

Sienna yang melihat itu seketika meremas gaun tidurnya. Tidak pernah sekalipun dirinya melihat Elang ( kakak keduanya) begitu murka. Hatinya sangat sakit melihat hal itu. Melihat Elang yang begitu murka, itu menandakan betapa kecewanya Elang terhadap dirinya saat ini.

Ingin rasanya ia mencaci dirinya sendiri karena telah membiarkan semua ini terjadi. Karena perbuatannya yang telah melampaui batas, semuanya menjadi kacau dan keos. Sienna benci dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan yang kacau karena dirinya.

Bodohnya aku!

Batin Sienna yang terisak pelan

Leon menghampiri Sienna yang sedang menangis terisak-isak di atas tangga. Lalu dirinya memeluk tubuh mungil adiknya dan dengan perlahan menepuk-nepuk punggung Sienna dengan penuh kelembutan.

"Tak apa, jangan menangis. Ini bukan keinginanmu, Elang mungkin hanya terbawa emosi sesaat" hanya melihat begitu terlukanya kedua mata Sienna, Leon langsung mengetahui jika Sienna tengah menyalahkan dirinya sendiri karena telah membuat Elang kecewa.

Leon sangat paham, betapa merasa bersalahnya Sienna pada dirinya maupun pada saudara-saudaranya. Namun tak dapat ia pungkiri, jika dirinya tidak bisa memarahi Elang karena telah berbuat seperti tadi di hadapan Sienna. Karena sejatinya, sangat wajar jika Elang yang merupakan sang kakak dari adiknya, merasa kecewa dengan semua kejadian ini.

Begitupun juga dirinya. Dirinya tidak dapat menyangkal jika dirinya juga kecewa pada semua ini. Namun tidak mungkin bagi dirinya meninggalkan Sienna sendirian dalam rasa bersalahnya.

"Lebih baik kau istirahat dulu. Tenangkan lah dirimu. Aku yakin masalah ini akan selesai dengan baik"

"Jangan menangis ok. Kau terlihat begitu jelek saat ini" hibur Leon setelah dirinya mengusap kedua kelopak mata Sienna.

Hati Sienna sedikit menghangat di buatnya. Meski hanya hiburan kecil semata, namun itu cukup membuat hatinya menjadi tenang.

Inilah yang semakin membuat hatinya sakit. Meski ia menyadari betapa kecewanya Leon pada dirinya, namun kakak sulungnya tersebut masih menghibur dan menenangkan dirinya. Betapa jahatnya dirinya, karena telah mengecewakan orang-orang yang selalu mencintai dirinya.

"Te-terimakasih. Aku pergi dulu" pamit Sienna dan pergi dari hadapan Leon.

Setelah kepargian Sienna, Leon langsung meremas rambutnya.

"Sialan! Ini kacau!" Umpat Leon seraya memijat batang hidungnya.

....

Sudah satu jam lamanya Sienna duduk termenung di lantai kamarnya. Dirinya tak habis-habisnya menyalahkan dirinya sedaritadi atas semua yang telah terjadi.

Ini semua terjadi karenanya. Andai saja waktu bisa diputar, Sienna lebih baik tidak pernah datang ke rumah Leri.

Sienna menangis tersedu-sedu. Melihat begitu kecewanya ketiga kakaknya, dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana dengan reaksi kedua orang tuanya yang mendengar kabar ini.

Cukup menyaksikan betapa marah dan kecewanya Elang, sudah membuat hati Sienna sakit tak karuan. Apalagi jika kedua orangtuanya akan tahu kejadian ini dan merasakan kecewa pada dirinya. Sienna pasti tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Aku benci ini! Betapa bodohnya aku!" racau Sienna dengan tangis yang semakin jadi.

Sienna seketika menghentikan tangisannya saat dirinya mendengar suara ketukan yang berasal dari pintu kamarnya. Dirinyapun langsung bangkit dari duduknya bergegas membuka pintu.

Ia melihat dengan jelas, bahwa saat ini Elang tengah berdiri di hadapannya setelah dirinya membuka pintu kamarnya.

"Ka-Kak Elang?" dengan gugup Sienna menatap wajah Elang yang lebih tinggi darinya.

"Hei, ada apa dengan wajahmu?" tanpa menjawab sapaan Sienna, Elang langsung memegang wajah Sienna.

Air mata Sienna langsung menetes saat melihat wajah Elang yang terlihat begitu khawatir padanya.

"Sienna jangan menangis. Maafkan aku yang sudah kelewatan padamu" Elang membawa Sienna dalam pelukannya dan mengusap punggung Sienna dengan penuh kelembutan.

Elang semakin memeluk erat Sienna saat kedua bahu adiknya bergetar hebat.

"Hei jangan menangis. Aku tau kau tidak bersalah. Maafkan aku yang sudah bersikap kasar padamu"

Sienna tidak menggubgubris perkataan Elang, dirinya justru semakin terisak dan semakin erat memeluk kakak keduanya tersebut.

"Ma-maafkan aku" ucap Sienna yang tersendat-sendat. Meski Elang sangat kecewa pada dirinya, namun kakaknya tersebut berusaha sebisa mungkin untuk terlihat baik-baik saja saat ini di hadapannya. Dan itu membuat hatinya semakin sakit tak karuan saat melihat Elang yang begitu mengkhawatirkannya, meski hatinya sendiri pun tengah kacau balau karena dirinya.

"Jangan menangis, aku mengerti. Aku mohon jangan menyakiti dirimu sendiri ok" melihat betapa merahnya pipi serta tangan Sienna, Elang sudah bisa menebak jika selama satu jam ini, pasti adiknya memukuli dirinya sendiri.

Sienna menggelengkan kepalanya.

"Ak-aku benci diriku sendiri. Maafkan aku karena telah membuat kalian kecewa. Aku menyesal, maafkan aku" tangis Sienna semakin pecah dan lagi-lagi Sienna memukul dadanya sendiri.

Elang mengunci kedua tangan Sienna saat tengah memukuli dirinya sendiri.

"Hei jangan menyakiti dirimu. Kau tidak membuatku kecewa. Maafkan aku yang sudah menyakitimu" hati Elang nyeri bukan main saat melihat betapa hancurnya Sienna saat ini. Dirinya sadar jika bukan dirinya saja yang tengah kecewa dan marah saat ini.

Tanpa sadar air mata Elang terjatuh tanpa bisa ia cegah. Hatinya sakit dan hancur melihat Sienna yang begitu terpuruk. Tak seharusnya dirinya marah dan kecewa pada adiknya ini. Ia seharusnya tahu jika Sienna jauh lebih sakit dan menderita daripada dirinya.

"Maafkan aku" bisik Elang untuk kesekian kalinya.

...

"Kau bodoh! Apa kau tidak dengar apa yang sudah aku katakan?"

Setelah menutup telfonnya, Leon tidak dapat menahan amarahnya. Mengetahui kabar yang terdengar oleh kedua orangtuanya. Kini dirinya mengetahui, jika bawahannya sangat tidak becus untuk menutupi keadaan Sienna.

Neibel hanya menundukkan kepalanya. Ini memang kelalaiannya, dirinya sangat tidak berguna walau hanya menangani masalah sekecil ini.

"Sial! Kau membuat kepalaku semakin sakit!" Maki Leon. Satu masalah belum selesai, kini masalah baru muncul.

Dirinya sangat yakin, ayahnya pasti tidak akan tinggal diam setelah mendengar kabar ini.

Brak

Leon memukul mejanya dengan kencang.

"Kau pergilah! Selesaikan ini sebelum Papah datang kesini"

"Baik. Saya permisi" Neibel membungkukkan badannya dan pergi dari ruangan Leon.

Leon menghela nafasnya dengan kasar. Bahkan seorang Neibel pun yang sangat berbakat tidak dapat membutakan mata serta menulikan telinga kedua orangtuanya. Betapa hebatnya kekuasaan kedua orangtuanya tersebut.

"Ck ini menyebalkan!"

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status