Share

Pernikahan di Balik Layar
Pernikahan di Balik Layar
Penulis: euremius

Sebuah Penawaran

Penulis: euremius
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-01 09:15:29

"Apapun alasannya aku tidak akan mengambil projek ini.” 

Perempuan bergaun merah padam itu duduh angkuh dengan kaki kanan yang bertumpu di atas kaki kiri menatap dengan percaya diri ke arah sang manajer yang hanya bisa menghela napas lelah.

"Aku tahu kau akan melakukan ini, tapi Rachel," Hera sang manager menghela napas sembari memperlihatkan ponsel pintarnya pada perempuan itu. “Di antara aktor dan aktris di negara ini tidak ada yang mau menjadi temanmu dan publik juga tidak menyukaimu.”

Rachel yang awalnya menatap kukunya yang mengkilap sehabis pulang dari rentetan perawatan mahalnya lantas mendongak dan mengerutkan kening pada sahabat sekaligus managernya itu. "Memangnya mereka penting untuk karirku?”

"Tentu saja, bagaimana kau bisa sukses kalau tidak disukai? Kau ini seorang public figure, Chel."

Kedua perempuan itu saling menatap, dan Rachel memecah kesunyian terlebih dahulu. "Omong kosong," katanya blak-blakan sambil mengalihkan perhatiannya kembali ke arah jemari indahnya. Hera menghela nafas dan bersandar ke kursinya.

"Direktur bilang kalau kau tidak menerima projek ini dia tak ingin kau berada di agensi lagi," tukasnya sembari mencondongkan tubuh ke depan. “Ayolah, projek ini tidak ada bedanya dengan berakting dalam film atau sinetron biasa kan? Bedanya hanya mereka mempoles acara ini agar seperti nyata."

Projek yang dimaksud oleh manajernya adalah acara televisi realitas di mana ia harus menampilkan kehidupan rumah tangga dengan lelaki yang bahkan ia tak kenal, bagaimana acara seperti itu bisa membuat Rachel dicintai publik? Konyol, pikir perempuan cantik bergaun merah itu.

"Aku seperti ini karena aku ingin membantu, aku sahabatmu, masalahnya tidak ada orang yang peduli dan akan mengajakmu dalam projek film mereka karena citramu yang buruk, Chel—” 

"Citra buruk yang dimaksud adalah perempuan percaya diri yang menuntut seorang penguntit di depan umum? Aku hanya melakukan hal yang harus aku lakukan," ketus Rachel jengah.

Hera tidak menyerah, perempuan itu meraih tangan Rachel, "Jika kau masih ingin berakting kau harus melakukan ini, mau tidak mau," desak Hera sambil menatap lurus pada iris cokelat Rachel.

“Ayolah, kau dan Karen seumuran. Kau lihat bukan bagaimana karirnya naik setelah datang ke acara itu?"

Rachel mendengus lelah. Dia menggelengkan kepalanya dan menatap tajam Hera, berusaha menjaga luapan emosinya seminimal mungkin, tetapi gagal total.

“Aku masih ingin bertahan sebagai aktris, tapi apa yang kau ingin aku lakukan? Aku tidak bisa mengubah diriku dalam semalam menjadi gadis lemah lembut palsu yang publik elu-elukan,” ketus Rachel sambil membuang salah satu foto pemotretan majalah di mejanya ke keranjang sampah.

"Aku tidak ingin tampil sebagai wanita polos yang penuh kepalsuan seperti keinginan orang orang."

"Itu sebabnya kau harus mengikuti projek ini, kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri."

"Dan Gideon akan membantumu," sela Hera sambil mengeluarkan ponsel pintar dari saku jasnya. Dia terlihat mengotak-atiknya sembari terus berbicara pada Rachel, "Dia tampan, ramah dan publik menyukainya, hanya saja ia menikah di awal karirnya dan membuat karirnya redup—" Hera menjeda ucapannya sembari berdeham pelan. "Tentu saja dia sudah bercerai, dan ia mengikuti projek ini dengan tujuan yang sama sepertimu."

"Aku mohon padamu untuk memikirkan ini baik-baik, kau tahu bukan produser acara ini memiliki banyak koneksi di dunia perfilman, kau bisa kembali berakting kalau projek ini sukses."

Rachel terdiam, memproses setiap informasi yang diberikan oleh sahabat sekaligus manajernya itu. 

"Bagaimana bisa Gideon disukai publik aku bahkan belum pernah mendengar namanya," ketus Rachel.

"Tentu saja kau tidak tahu. Kau tidak pernah peduli dengan sekitarmu," balas Hera tak kalah ketus.

Benar juga, batin Rachel. Ia hanya peduli dan fokus pada dirinya sendiri selama ini.

“Gideon bahkan tidak pernah menjadi pemeran utama, di film yang ia bintangi,” gumam Rachel setelah mencari informasi terkait lelaki itu. 

“Bagaimana dia bisa membantuku jika dia bahkan tak lebih terkenal dariku? Bukankah seharusnya aku dipasangkan dengan seseorang yang setingkat denganku?”

“Rachel,” ketus Hao sambil mendongak dari ponselnya, “Biar aku jelaskan lagi, Gideon sangat disukai publik sedangkan kau tidak. Jika dia mulai dipasangkan denganmu, orang akan mulai bertanya-tanya dan berspekulasi hal-hal seperti– 'bagaimana bisa mereka berpasangan? Mereka sangat berlawanan?' Mereka akan tertarik untuk menonton projek ini percayalah.”

Rachel mengerutkan kening. "Bagaimana bisa kau begitu percaya diri ini akan berhasil?" Perempuan itu mendesis, “Lagipula, aku–” 

“Jangan membantah lagi," bentak Hera. “Kamu seharusnya berterima kasih padaku karena mencoba membantumu. Kau harus tahu ketika kau berpartisipasi dalam beberapa acara fashion yang diperuntukan untuk dana amal bulan lalu, aku mendengar bahwa banyak orang berpikir kamu datang hanya untuk memamerkan kekayaanmu.”

"Aku tidak peduli salah mereka sendiri berspekulasi," balas Rachel ketus.

Publik itu bermuka dua, apapun yang dilakukannya selalu salah di mata mereka, menyebalkan dan penuh standar ganda. Kalau saja Rachel tidak mencintai dunia akting ia akan berhenti sejak lama.

"Kau mungkin dibesarkan untuk tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain, tapi sebagai public figure untuk bertahan kau perlu mempedulikannya, Chel."

Hera menggelengkan kepalanya pelan menatap Rachel dan ponselnya bergantian sembari berdecak, "terkadang aku bertanya-tanya mengapa aku repot-repot membantumu," sarkas perempuan berambut pendek itu pelan.

Rachel terdiam, perempuan itu menatap Hera sebelum mengembalikan ponselnya tanpa suara. Perempuan bersurai cokelat itu memutar bola matanya jengah sebelum melipat tangannya di depan rusuknya. "Beri tahu aku info lain, aku perlu mencari tahu tentang lelaki bernama Gideon itu, tidak ada hal menarik yang muncul di G****e karena betapa tidak populernya dia.”

Hera mengulas seringai kecil sebelum balas memutar matanya dan menyerahkan ponselnya kepada Rachel. Dia tersenyum miring saat Rachel memeriksa foto-foto Gideon, lalu setelah beberapa detik, dia angkat bicara, “Jadi bagaimana? Kau setuju dan bersedia untuk berpura-pura jatuh cinta dengan Gideon?"

Rachel tidak menjawab, masih sibuk menatap ponsel, menggulirnya untuk melihat foto-foto itu. Sesekali memperbesar tampilan gambar dengan raut serius. "Rachel, kau tidak akan menjawab pertanyaanku?"

Rachel berdecak sembari melepaskan pandangannya dari ponsel, "Ya, terserah padamu, aku bersedia."

Hera mengangkat alis jahil, "Mengapa tiba-tiba berubah pikiran?"

“Dia cukup tampan,” tukas Rachel singkat sambil kembali menyenderkan punggungnya di sofa. 

Perempuan itu memutar surai cokelatnya yang ditata dengan indah dan bergelombang, menatap kemana pun selain ke arah Hera. Sementara perempuan yang lebih tua tertawa, seolah bisa menebak isi pikiran Rachel, “kau hanya peduli pada penampilannya?"

Rachel mendongak dan berkedip ke arah Hera dengan polos, senyum menggoda dan jahat tersungging di bibirnya. "Yang penting aku setuju bukan?"

Perempuan itu menaikkan sebelah kakinya, menatap lurus ke arah jendela. "Kita lihat sebaik apa lelaki bernama Gideon itu sampai Hera memaksaku seperti ini."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan di Balik Layar   Insiden

    Gideon, yang masih terkejut dan terpaku pada kenyataan bahwa sepupunya mengenal Rachel, menghindari pertanyaan itu. “Kau mengenal pacarku?”“Tentu saja tidak, duh. Tapi kami masuk universitas yang sama, dia satu tahun di atasku. Aku tidak mengenalnya secara pribadi tetapi aku melihatnya di kampus dan di pesta-pesta. Dia sangat populer. Banyak orang yang tertarik padanya, termasuk aku. Bahkan ketika dia belum menjadi seorang aktris. Tak kusangka kau akan berkencan dengannya.”Ekspresi tidak senang pasti terpancar di wajahnya, karena sepupunya itu cepat membela diri. Rafi mengangkat kedua tangannya seolah mencoba menenangkannya, dan tertawa terbahak-bahak."Jangan khawatir! Semua orang naksir dia, oke? dan itu dulu. Ia adalah orang terpintar di Fakultasnya. Ia juga merupakan kapten tim Cheerleaders. Bukankah itu sangat diminati? Tapi aku rasa Kau sudah mengetahui semua ini.”Gideon tentu saja tidak mengetahui semua ini. Perasaan resah menguasainya saat Gideon menyadari bahwa dia tidak t

  • Pernikahan di Balik Layar   Reaksi Keluarga

    Ketika dia yakin keponakan Gideon sedang sibuk dan anak Gideon—Luna masih fokus pada kartu mainannya, Rachel menggunakan kesempatan ini dan menoleh ke Gideon di sofa sambil berbisik dengan marah, “Hei! Kau menyuruhku untuk berpura-pura kalau aku sangat mencintaimu, tapi kau bahkan tidak berpura-pura kalau kau sangat mencintaiku!Gideon mengangkat alisnya, “Apa maksudmu?! Aku memegang tanganmu tadi!” Lelaki yang lebih muda mendesis membela diri.“Lalu perkenalan membosankan apa tadi? Sebenarnya kau ini ingin aku ada di sini atau tidak?”Gideon melirik ke sekeliling ruangan untuk memastikan tidak ada yang bisa mendengarnya dan berbaring ke bantal sofa, seolah menyembunyikan dirinya. “Aku tidak bisa memaksakan diri untuk bersikap mesra. Kupikir aku bisa melakukannya, tapi itu sangat memalukan di depan keluargaku sendiri!”Rachel benar-benar tidak bisa mempercayai lelaki itu. “Hei, berusahalah lebih keras, kau kan aktor!” gertak perempuan itu, “Aku tidak bisa terlihat seperti orang yang l

  • Pernikahan di Balik Layar   Diperkenalkan

    Gideon menuntun mereka menyusuri lorong yang menghubungkan pintu masuk ke area utama rumah tempat pesta diadakan. Ujung lorong terbuka ke dapur, yang terhubung dengan ruang makan dan ruang tamu.Saat mereka mendekati ujung lorong, Rachel mendengar banyak suara yang semakin keras hingga mereka akhirnya memasuki dapur untuk menunjukkan kedatangan mereka yang sangat dinantikan. "Kami tidak terlambat kan?" Gideon menyapa dengan santai. Dan saat mendengar suara Gideon, semua mata di ruangan itu langsung tertuju padanya, disertai senyuman cerah dan seringai jenaka.“Gideon! akhirnya, kau di sini!” Seorang wanita yang lebih tua bergegas menyambut mereka terlebih dahulu, yang Rachel asumsikan adalah ibu Gideon. Gideon melepaskan genggamannya di tangan Rachel untuk memeluk dan mencium pipi ibunya. Setelah dia menarik diri, dia mengalihkan kembali perhatiannya ke arah Rachel. "Dan ini adalah ..." lelaki itu memberinya senyuman penuh pengertian, matanya berbinar. Rachel memperhatikan mata ibu Gi

  • Pernikahan di Balik Layar   Tangan Berkeringat

    Gideon datang menjemput Rachel pada Sabtu pagi. Hari di mana pesta ulang tahun keponakan Gideon yang diadakan di rumah kakak perempuannya yang terletak di luar kota tapi tak terlalu jauh, sekitar setengah jam perjalanan dari tempat tinggal mereka. Ketika Rachel memasuki mobil Gideon, lelaki yang lebih muda melihat buket bunga yang ada di tangan Rachel dengan raut bingung penuh rasa ingin tahu.“Itu untuk ibumu. Jangan salah paham.”Rachel menatap kembali ke jalan raya, dan dia sadar bahwa dia tidak tahu persis siapa yang dia temui. Apakah hanya keluarga dekat Gideon saja? Atau sepupunya juga? Seberapa besar keluarganya? “Ngomong-ngomong, kau bilang keluargamu ingin bertemu denganku, tapi siapa yang bilang sebenarnya? Siapa saja yang akan hadir di pesta itu?” tanya Rachel pelan.Gideon melirik sebentar ke sampingnya dan seringai kecil mulai terbentuk di bibirnya, “Kenapa? Kau merasa gugup? Kau tidak bisa mundur sekarang.”“Bisakah kau diam dan jawab saja pertanyaannya.”“Oke maaf, tent

  • Pernikahan di Balik Layar   Hadiah

    Rachel menapaki perjalanan kembali ke perusahaan setelah makan siang yang sama sekali tidak memenuhi asupan energi hariannya melainkan dipenuhi gangguan Gideon seperti sebelumnya. “Berapa umur keponakanmu? Bukankah seharusnya kita membelikannya hadiah?”“Ayi berusia enam tahun. Biar aku saja yang akan membeli sesuatu untuknya dan mencantumkan nama kita berdua di sana.” Gideon menekan tombol di penyeberangan, simbol tangan merah masih menyala."Apa? Tidak mungkin, Aku yakin kau akan memilih hadiah yang membosankan seperti buku tulis atau semacamnya. Biar aku saja membelinya, aku cukup pintar memilih hadiah untuk Luna kan?” sungut Rachel sembari mengerutkan kening.Gideon menyipitkan matanya ke arahnya. “Tidak, kau bahkan tidak mengenal Ayi. Aku yang akan membelinya."“Jika namaku akan tercantum di sana, lebih baik itu menjadi hadiah terbaik di pesta. Pokoknya aku yang harus membelinya.”“Hei! Aku pamannya! Kenapa jadi kau yang harus membelinya?!”“Hei tuan kalau kau lupa, aku pacar (pa

  • Pernikahan di Balik Layar   Ajakan

    Pagi-pagi sekali Rachel Harus terbangun karena suara lengkingan dering ponsel yang mengganggu tidur pulasnya, ia bahkan baru saja tidur setelah overthinking semalaman. Perempuan itu menghela napas sembari meraba-raba nakas, menempelkan ponsel ke telinganya tanpa melihat dulu siapa penelepon yang berani mengganggu tidurnya, matanya bahkan masih tertutup."Aku akan membelikanmu makan siang, sebagai permintaan maaf, kau mau?"Jadi di sinilah dirinya—ralat ia dan Gideon. Mereka berjalan tanpa suara ke Cherryberry Bakery & Cafe, toko roti lokal kecil yang hanya berjarak tujuh menit dari gedung agensi tempat kerja mereka. Rachel melirik sekilas ke arah lelaki bertubuh jangkung itu, yang anehnya tampak tegang. Lonceng di pintu berbunyi ketika mereka membukanya untuk masuk ke dalam kafe roti di lingkungan kuno, aroma kopi dan makanan panggang menyambut mereka saat mereka masuk. Mereka berjalan melewati meja dan kursi kayu, dan mendekati konter yang terletak di belakang untuk memesan. Pajangan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status