Share

Perpisahan Di Musim Salju
Perpisahan Di Musim Salju
Penulis: Mariana Rahma

Musim salju kelabu

"Aku minta kita sudahi semua ini, aku sudah tidak mencintaimu lagi Rin."

Rin terpaku mendengar kata itu dari mulut Rai. Seketika senyum yang mengembang hilang berganti raut kecewa dan sedih di wajahnya. Hatinya menjadi beku, dingin, sedingin udara di kutub selatan. Aliran darahnya mendadak terhenti, hatinya perih bak luka yang di siram air garam. Rintik salju menjadi saksi mereka mengakhiri hubungan yang sudah 4 tahun mereka jalani. 

"Apa salahku Rai? Kamu minta kita sudahi ini? Apa kamu sudah lupa janji yang selalu kamu ucapkan padaku?" Rin menjawab dengan deraian air mata di pipinya. Betapa hancur hatinya saat ini. Pria yang benar-benar dia cintai harus pergi meninggalkan dirinya seperti ini.

"Suatu saat kamu akan mengerti, aku tidak bisa lagi bersamamu. Maafkan aku, maaf karena telah menyakiti hatimu, maaf karena aku telah mengingkari janjiku, dan maaf untuk semua cinta yang sudah kamu berikan untukku, aku harus pergi." Mata Rai berkaca-kaca saat mengatakan itu. Dia menangis memunggungi Rin yang menatapnya dengan tangisan yang pilu.

Rin hanya terpaku, dia menatap punggung Rai yang semakin menjauh meninggalkannya. Dia tidak tau apa salahnya dan kenapa dia meminta untuk putus darinya.

Rin merasa heran kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi sosok pria yang pendiam dan kasar. Dulu dia adalah sosok yang perhatian dan lembut.

Saat Rin tidak mempunyai rasa untuknya dengan gigih dia berjuang mendapatkan cintanya. Rai bisa membuatnya mencintai dan menyayangi sosok pria itu, tapi setelah Rin benar-benar mencintai dan yakin kepadanya dia malah dengan mudahnya meninggalkan dia seorang diri.

"Tuhan, apa aku sudah memilih orang yang salah? Hatiku sakit, hancur semua impian masa depan yang telah kita rajut bersama semua sia-sia."

"Rai kenapa setelah aku benar-benar mencintaimu dan melupakan sedikit demi sedikit perasaanku kepada Ken, kau malah menyakitiku.?"

Rin terus menangis di tengah salju yang semakin deras menerpa tubuh rampingnya yang sedang berlutut. Lututnya menyentuh salju, tidak terasa walau salju yang dingin bersentuhan dengan lututnya. Tubuhnya menggigil, bibirnya yang semula berwarna merah muda menjadi putih seperti tidak ada darah yang mengalir, begitupun dengan matanya yang semakin sayu. Wajahnya menjadi pucat pasi seperti mayat hidup.

Dia merasa kepalanya pusing akibat tangisannya yang tiada henti. Sampai akhirnya dia tidak kuat berdiri apalagi beranjak dari sana. Tubuhnya semakin lemah, pandangannya menjadi kabur, semakin kabur dan Gelap.!!

Dia pingsan di tengah salju yang dinginnya semakin ekstrem. Rai yang mengawasi Rin dari kejauhan berlari ke arahnya. Sebenarnya Dia tidak meninggalkan Rin, dari tadi dia terus mengawasi Rin di balik pohon. Memastikan bahwa Rin akan baik-baik saja dan pulang. Tapi nyatanya Rin bertahan di tengah salju yang membuat tubuhnya tidak kuat menahan rasa dingin. Dia langsung membawa Rin ke rumah sakit karena dia tau Rin pasti sudah terkena hipotermia.

Tubuhnya kaku, Rai panik. Dia tidak ingin terjadi apapun pada gadis yang di cintai nya ini. Tapi dia pikir pilihan ini yang terbaik untuk mereka berdua.

Sampai di Rumah Sakit, Rin langsung mendapatkan penanganan dari dokter sedangkan Rai meninggalkannya lagi. Dia meminta dokter untuk tidak mengatakan kepada Rin bahwa dia yang membawanya ke Rumah sakit. Dokter pun hanya mengiyakan saja.

Rin pun siuman setelah disuntikkan obat melalui selang infus oleh suster. Dia bertanya siapa yang membawanya ke Rumah Sakit, tapi suster menjawab bahwa ia di bawa oleh ambulance.

Rin teringat kembali akan memori tadi pagi yang membuat luka baru di hatinya. Luka itu semakin lama semakin perih, Rin memegang dadanya yang terasa sangat sakit. Dia meringis menahan dadanya yang semakin sesak tidak kuat menahan air mata yang sudah tidak terbendung. Tangisannya tersedu-sedu sampai suaranya tidak lagi terdengar.

Dia ingat Ken, pria yang menjadi sahabat dan cinta pertamanya. Apakah Rin harus menghubunginya untuk ke Rumah Sakit? Rin butuh sandaran saat ini, dia butuh teman untuk curhat, melegakan hatinya agar beban yang di tanggung nya terasa sedikit ringan.

Dia pun mengambil ponselnya di tas yang terletak di atas meja nakas rumah sakit.

"Halo Ken." Suaranya terisak-isak menahan tangis.

"Halo Rin, kamu kenapa menangis? Apa yang terjadi?"

"Rai, dia, dia memutuskan aku." Air matanya terus mengalir di pipinya.

"Apa? Berengsek! Berani sekali dia menyakitimu. Aku akan buat perhitungan dengannya!"

"Sudahlah Ken, aku menelpon mu agar kau kesini menemaniku, Aku butuh kamu."

"Baik Rin, aku ke sana sekarang juga. Kau ada di rumah sakit mana?"

"Rumah sakit xxxx di kota."

"Baik, aku berangkat sekarang."

Ken berangkat dengan hati yang di penuhi amarah. Hatinya mendidih bak air yang sedang di panaskan, bergejolak. Dan wajahnya yang putih bersih menjadi merah padam karena amarahnya. Dia sudah mengikhlaskan Rin untuk dirinya tapi sekarang dia menyakiti Rin.

Ken tidak bisa menerimanya, gadis yang dia cintai terluka karenanya. Jika tau akan seperti ini Ken tidak akan membiarkan Rin menerima cinta Rai. Dia akan menyatakan perasaannya kepada Rin waktu itu. Tapi waktu tidak dapat di putar kembali, Ken menyesalinya kenapa dia tidak bisa mengatakan kalau dia benar-benar mencintai Rin kala itu.

Sampai kini Rin tetap di hatinya, dia tidak tergantikan oleh siapapun. Dia gadis satu-satunya yang Ken cintai selamanya.

***

Di tempat lain Rai berpikir, apakah keputusannya ini tepat? Dia tidak tega melihat Rin terluka dan berlinang air mata seperti itu. Dia pun menangis saat pergi meninggalkan Rin di tengah salju tadi. Tapi dia tidak ada pilihan lain lagi selain berbohong kepadanya dan meminta putus dengan Rin.

"Maafkan aku Rin, aku sungguh terpaksa melakukan ini. Agar kamu tidak merasa lebih sakit jika tau kebenarannya. Aku sudah mencoba agar kamu membenciku dengan sikapku yang dingin dan pendiam tapi kamu masih saja bertahan walaupun aku sudah berlaku kasar padamu."

Rai terus bergumam di dalam kamarnya sendiri sambil memandang foto mereka berdua yang saat itu terlihat sangat bahagia di taman bunga shibazakura. Senyuman Rin yang manis membuatnya semakin menyukai dan menyayanginya.

Dia terus merenungi apa yang sudah di lakukannya kepada gadis yang dia cintai setengah mati itu. Dia meneteskan air mata melihat foto Rin yang ceria, gadis yang akan selalu di hatinya walau mereka tidak bersama. Rin tidak akan tergantikan oleh siapapun, raganya boleh saja milik orang lain tapi hatinya tidak.

Hatinya tetap milik Rin walaupun Rai harus meninggalkannya, dia tidak akan bisa berpaling kepada wanita lain. Andai saja kejadian itu tidak pernah terjadi, mungkin Rai akan terus bersama Rin hingga saat ini.

Aku tidak pernah berhenti mencintaimu. Hanya saja, aku berhenti untuk menunjukkannya.

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status