4 Tahun yang lalu..
Pagi itu di bulan Desember yang dingin seorang gadis cantik sedang berdiri di halte menunggu bus yang lewat. Dia seperti kedinginan, badannya gemetaran dan pandangan nya terus melihat ke depan.
Pria yang memperhatikannya dari tadi merasa kasihan melihat gadis itu sendirian di halte. Kemudian dia menghentikan mobilnya tepat di depan gadis itu. Saat dia hendak keluar, gadis itu pingsan. Sontak dia panik dan membawanya ke dalam mobil. Dia membawa gadis itu ke rumahnya.
Di sana dia tinggal bersama kakak laki-laki satu-satunya. Orang tua mereka sudah meninggal dan mewariskan semua harta kekayaannya kepada mereka berdua.
Gadis itu di urus oleh pelayan wanita yang bekerja di rumah itu. Mereka memperlakukannya dengan sangat hati-hati. Selesai mengganti baju gadis itu dan menghangatkan tubuhnya, gadis ini siuman. "Dimana aku? Hah, ini baju siapa yang aku pakai, dimana bajuku?" Matanya menyisir seluruh ruangan tapi tidak ada siapapun yang bisa dia tanya.
Dia berada di sebuah kamar mewah dengan dekorasi yang hampir semua berwarna biru navy dan cat kamar dengan warna senada menambah kesan elegan. Barang-barangnya terlihat sangat berkelas. Bahkan kasur yang ia tiduri pun ukiran nya sangat indah. Saat dia memperhatikan sekeliling, tiba-tiba pintu kamar terbuka.
"Apa kamu baik-baik saja?"
Pria tampan di balik pintu itu menghampirinya dan menempelkan belakang tangannya di dahi gadis itu. Gadis itu terperanjat kaget tapi pria itu menahannya. Gadis itu memandangnya sambil berkata bahwa dia tidak apa-apa. Lalu pria itu bertanya,
"Siapa namamu? Sepertinya aku baru melihatmu hari ini? Aku selalu melewati halte itu tiap hari."
Gadis itu menjawab dengan gugup dan mengulurkan tangannya.
"Rin Mizuki, kamu?"
"Rai, Raihan Shinjuku. Senang berkenalan denganmu gadis manis."
"Kenapa kamu bawa aku kesini? Mana baju yang aku pakai, kenapa aku pakai baju ini? Aku harus pulang."
"Tadi kamu pingsan, baju yang kamu pakai basah jadi aku suruh pelayan wanita mengganti baju itu. Lebih baik istirahat saja dulu nanti aku antar pulang."
"Baiklah, terima kasih sebelumnya."
Dari situlah Rai menyukai Rin tapi tidak dengan Rin yang merasa biasa saja melihat Rai. Hati Rai berdebar sangat kencang kala menatap matanya yang coklat itu, mata yang membuatnya mabuk kepayang.
Rai merasa baru kali ini dia melihat seorang wanita yang bisa membuat jantungnya berdebar-debar. Tidak pernah Rai merasa seperti ini sebelumnya.
'Inikah yang di namakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis ini?' batin Rai.
Rai merasakan getaran cinta dalam hatinya untuk gadis itu. Aku harus mendekatinya agar bisa mendapatkan gadis itu, pikirnya.
Beberapa saat kemudian Rin meminta untuk pulang karena hari sudah petang. Dia pun di antar oleh Rai naik mobil sport mewah miliknya.
Gang yang sempit tidak memungkinkan untuk masuknya mobil Rai. Dengan terpaksa dia harus turun jalan kaki melewati gang sempit itu, sedangkan mobilnya terparkir di pinggir jalan utama.
Sampai di rumahnya, Rai sangat terkejut. Rumah Rin terlihat sangat amat sederhana, gadis cantik di hadapannya ini ternyata orang yang tidak mampu. Rai lihat dia tinggal bersama ibunya.
Rai pun di ajak masuk oleh nya, di situ terlihat sekali suasana rumahnya yang serba kekurangan. Rai merasa prihatin ingin sekali dia membantu gadis ini, hatinya terenyuh melihat kondisinya.
Dia bertekad akan membantunya membangun rumah yang lebih baik dari ini, walaupun pasti Rin menolak bantuannya tapi dia harus bisa mendapatkan kepercayaannya dan membuat Rin jatuh cinta kepadanya.
***
Sejak kejadian itu Rai selalu membayangkan Rin, dia tidak bisa melupakan wajah imutnya itu. Dia lupa untuk menanyakan nomor ponselnya, besok saat dia melewati halte itu lagi dia akan meminta nomor ponselnya, rencana Rai.
Rin memang selalu menunggu bis di halte itu. Rumahnya berada di pinggiran kota sehingga harus berjalan dulu untuk sampai ke halte melewati gang sempit.
Rin tinggal berdua bersama ibunya, ayahnya meninggal saat Rin berusia 7 tahun sehingga dia di besarkan sendiri oleh ibunya. Ibunya berjuang menyekolahkan Rin dengan susah payah membuat Rin bertekad agar bisa ibunya yang sangat berharga bisa bangga kepadanya.
Rin anak yang cerdas dan mandiri, dia bisa masuk universitas ternama berkat kepintarannya dan mendapatkan beasiswa anak berprestasi. Bahkan dia mendapatkan uang saku yang lumayan setiap bulannya.
Tapi di sana dia selalu di bully oleh teman-temannya yang merasa bahwa dia tidak pantas berada di universitas orang kaya. Dia di pandang sebelah mata dan di bully oleh temannya itu.
Salah satu temannya selalu membela Rin, dia membungkam mulut-mulut yang 'Nggak ada akhlak' itu untuk diam dan tidak mengganggunya lagi.
Tatapan dinginnya dan perkataannya yang tegas membuat teman-teman tidak berani melanggarnya. Sampai sekarang mereka sudah tidak pernah lagi mem-bully Rin.
Ken, dia adalah sosok pria yang angkuh dan dingin. Tidak ada seorang pun yang berani mengusiknya. Tapi sikapnya kepada Rin berbeda, dia selalu perhatian walau dengan cara yang berbeda alias tidak ada romantis-romantisnya gitu.
Walaupun Ken angkuh dan dingin tapi dia tidak pernah menghina dan membully teman yang lain. Sikapnya memang pendiam tapi sifatnya yang angkuh di karenakan dia adalah anak dari pemilik kampus tersebut membuatnya merasa paling berkuasa. Tapi aslinya dia baik, tidak pernah mencari masalah jika orang itu tidak memulainya.
Ketika Rin berterima kasih kepadanya, dia hanya menjawab dengan kata 'Ya' saja. Sebal? Sudah pasti iya. Rin yang berbicara panjang kali lebar kali tinggi hanya di jawab dengan 'Ya' saja. Dongkol sekali rasanya berhadapan dengan makhluk seperti itu, Pikirnya.
Tapi kalau tidak ada Ken mungkin sampai saat ini dia masih di bully oleh teman-temannya itu. Tidak ada yang peduli lagi padanya. Eh tepatnya sih tidak ada yang berani melawan teman-temannya yang nggak ada akhlak itu selain Ken.
Flashback"Ken, terima kasih banyak kamu sudah menolongku, sekarang sudah tidak ada lagi yang menghina dan membully aku itu karena kamu. Sekali lagi terima kasih ya, kalau tidak ada kamu mungkin aku akan terus di hina oleh mereka." Ucap Rin.
Ken tidak memperdulikan ucapan Rin tadi, bahkan menoleh pun tidak. Rin yang jengkel berteriak di telinganya.
"Ken, apa kamu dengar aku bicara apa?"
Ken tetap bergeming.
"KENNNNNN.." Teriak Rin yang sudah sebal dengan sikap Ken itu.
Ken menoleh dan menjawab. "Ya."
Sudah, hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya. Setelah itu dia kembali asyik dengan dunianya sendiri.
"Oh tuhan, sungguh menyebalkan mempunyai teman seperti ini. Apalagi kalau punya pacar begini, aku tidak sanggup. Bisa-bisa aku cepat tua dari usiaku karena mengomel terus tiap hari. Lebih parah lagi kalau kena hipertensi. Ih amit-amit" Ucap Rin sambil mengelus-elus perutnya yang datar.
******
Pagi ini seperti biasa Rin sudah berdiri di depan halte bus yang akan dia tumpangi untuk sampai ke kampus. Lama dia menunggu dan terus melirik jam tangannya persatu detik sekali. Dia sudah kesal karena terlalu lama berdiri. Dia pun duduk di bangku halte yang tersedia dan menyandarkan kepalanya ke tiang penyangga halte sambil melamun. Tin.. Tin.. Suara klakson mobil membuyarkan lamunan nya. Dia tercekat melihat mobil di depannya dengan suara klakson yang mengejutkan. "Rin, ayo masuk, aku antar ke kampus kita satu arah." "Tidak usah aku naik bus aja." Rai pun keluar dari mobil dan menarik Rin agar mau naik ke mobilnya. Karena hari semakin siang terpaksa Rin ikut dengannya. Di dalam mobil Rai meminta nomor ponsel Rin. "Apa aku boleh meminta nomor ponselmu Rin?" "Oh, maaf Rai tapi aku tidak punya ponsel." "Apa? Kamu tidak punya ponsel?" Rai terkejut dengan pengakuan Rin. Bagaimana mungkin zaman sekarang tidak
Rin berlari meninggalkan Rai sendiri di sana. Dia tidak menyangka pria yang baru saja dia kenal berani sekali mencium bibirnya. Apa harga dirinya serendah itu hanya untuk memiliki sebuah ponsel? Rin berlari ke area taman yang lumayan dekat dengan toko ponsel tadi. Dia duduk di sana sendiri dan menundukkan kepalanya di atas lutut sambil menangisi nasibnya yang malang ini. Kenapa semua orang selalu merendahkannya? Apa aku memang terlihat seperti tidak punya harga diri? Begitu pikirnya. Walaupun hanya bibir tapi bukan tidak mungkin Rai akan meminta kehormatannya jika dia terus menerima bantuannya itu. Bukankah selalu ada timbal balik di setiap kebaikan yang tersembunyi? Apa dia ikhlas membelikan aku ponsel itu? Atau hanya ingin menukarnya dengan tubuhku? Rin terus berkicau di dalam hatinya. Kalau begitu mungkin lebih baik aku menjaga jarak dengannya. 'Aku takut kalau nanti pada akhirnya aku dan Rai khilaf dan dia meninggalkan aku. Aku tidak ingin i
Malam ini Rai tidak bisa memejamkan matanya. Dia terus kepikiran Rin yang sedang marah kepadanya. Hatinya resah melihat bagaimana tatapan Rin yang kecewa kepadanya. Ingin sekali malam ini cepat berganti, agar esok dia bisa melihat Rin lagi. Di tempat lain Ken juga tidak bisa tidur membayangkan saat dia di peluk langsung oleh Rin. Bibirnya tidak berhenti menebarkan senyuman, matanya berbinar-binar bahagia. Baru kali ini dia merasa sangat bahagia sampai-sampai ayah dan ibunya terheran-heran melihat sikap Ken yang tiba-tiba menjadi hangat saat pulang tadi. Sedangkan Rin, dia tidak bisa memejamkan mata memikirkan Rai dan Ken. Rai dengan sikap lembutnya tapi kurang ajar, sedangkan Ken dengan sikap dinginnya yang selalu melindungi Rin dari siapa pun. Jujur Rin lebih nyaman berada di samping Ken, walaupun dingin tapi dia tidak kurang ajar. Tapi sepertinya Ken tidak mempunyai perasaan kepadanya. Berbeda dengan Rai yang secara terang-terangan menyukainya. Rin
Saat mereka sedang curhat sesama perempuan, Ken datang ke kamar Kania mengejutkan mereka. "Heii.. kalian sedang apa?" Ucap Ken yang membuat mereka berdua terkejut. "Ken.... Bisa tidak kamu ketuk pintu dulu saat masuk kamarku?" Bentak Kania. "Maaf Kania, aku lupa." Jawab Ken sambil tersenyum manis, membuat Rin merasakan getaran berbeda di hatinya. 'Uhh, kenapa aku jadi berdebar-debar gini melihat senyum manis Ken?' batin Rin. Rin hanya menundukkan kepalanya, dia tidak menatap Ken lebih lama lagi karena saat ini hatinya sedang tidak karuan. "Rin, kita ke taman yuk.." Ajak Ken. "Aku ikut,, kalian jangan berduaan.. Nanti yang ketiganya SETAN." Ucap Kania sambil melihat ke arah Ken. "Ya kamu setan nya Kania." Ledek Ken. "Sialan kamu Ken!!" Kania memukul lengan Ken. "Ya sudah kita ke taman bersama-sama." Ucap Rin melerai mereka berdua. Mereka pun pergi ke taman dan mengobrol di sana. Kania memperhatika
Entah mengapa malam itu hati Rai sangat gelisah. Rai sudah tak tahan lagi ingin menyatakan cintanya kepada Rin. Tapi dia bingung bagaimana caranya meyakinkan Rin yang sudah terlanjur kecewa kepadanya. Lagi pula Rai tidak bisa menghubunginya karena ponselnya saja belum di berikan. Malam itu juga Rai pergi ke rumah Rin. Rai pergi dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak melihat jika di rumahnya ada Kania yang menunggunya untuk mengajak Rai berkencan. Ya walaupun Kania sudah di tolak mentah-mentah tapi dia tidak menyerah. "Rai.. Kamu mau kemana? Aku mau mengajakmu jalan." Ucap Kania. "Maaf Kania, aku ada urusan penting. Aku harus segera pergi." Jawab Rai dengan tergesa-gesa. "Aku mau ikut boleh?" Tanya Kania. "Jangan, kamu pulang saja. Aku antar ya." Rai sangat terganggu dengan kehadiran Kania. "Baiklah kalau begitu." Rai mengantar Kania pulang ke apartemen Kimi karena Rai hanya tau Kania tinggal di apartemen bersama
"Ken, kamu ada dimana?" Pesan Rin. "Di rumah Rin, ada apa?" Ken. "Bisa kita bertemu sekarang?" Rin. "Oke, dimana?" Ken. "Di taman kemarin ya, aku berangkat sekarang." Rin. "Oke." Ken. Rin bersiap-siap untuk pergi ke taman pagi ini. Karena hari ini libur Rin pergi dengan hati tenang. Dia ingin tau seperti apa reaksi Ken ketika ia tau bahwa Rai ingin menjadi kekasihnya. Rin pergi naik bus yang biasa melewati taman itu. Dia sudah menunggu di kursi taman. Sejak menerima pesan Rin, Ken langsung meluncur ke TKP tanpa banyak drama. Ken tidak suka bertele-tele dia lebih suka to the poin masalah apapun. Ken mengendarai motor kali ini. Dia ingin merasakan berboncengan dengan Rin. Sesampainya di taman dia melihat gadis yang di cintainya sudah duduk di kursi taman dan dia menghampiri Rin. "Sudah lama Rin?" Tanya ken. "Lumayan. Sini, ada yang harus aku bicarakan denganmu." "Keliatannya serius, ada apa
Keesokan harinya Rai menemui Rin di kampusnya. Dia ingin menanyakan jawabannya apakah dia diterima atau tidak. Rin yang sedang menunggu Ken untuk pulang bareng di kejutkan dengan kedatangan seseorang di belakangnya. Rin mengira itu Ken, ternyata bukan. "Ehem." "Ken." Rin menoleh ke belakang ternyata itu Rai. Wajah Rai yang semula tersenyum berubah menjadi masam. "Rai,, maaf aku kira kamu itu Ken karena tadi aku sedang menunggunya untuk pulang bersama." "Iya tidak apa-apa. Biar aku saja yang mengantarmu." "Tapi.." "Aku ingin membawamu ke suatu tempat yang indah hanya kita berdua." "Baiklah, aku telepon dulu Ken." Rin menelponnya. Setelah itu dia langsung pergi bersama Rai. Rai membawanya pergi ke suatu tempat yang belum pernah dia datangi. Rai membawanya ke Hitsujiyama Park, dia membawanya untuk melihat Bunga Shibazakura. Tanpa di sadari Ken yang bersamaan keluar melihat mereka dan mengikuti mobil
Kania masuk ke kamarnya setelah berdebat dengan Kimi. Entah apa yang ada di pikirannya Kimi, dia tidak tau dan rencana apa yang akan Kakaknya buat pun dia tidak tau menau. Kania melihat ibunya Ken baru pulang dari kantor dan menghampirinya. Dia berkata bahwa Ken sepertinya sedang ada masalah. Ibunya langsung pergi ke kamar Ken, terlihat Ken sedang melamun menghadap ke jendela kamar. "Ken, apa kamu ada masalah? Mengapa wajahmu menjadi sendu begini?" "Aku sudah kehilangannya Bu, dia sudah menerima cinta pria lain." Ucapnya dengan nada dingin dan datar tanpa ekspresi apapun. Ibunya memandang Ken cukup lama tapi Ken masih saja melihat ke arah jendela kamar. Ibunya menatap ke jendela yang sama lalu berkata, "Jangan bersedih Nak. Walaupun dia bukan milikmu tapi kamu masih bisa menjadi sahabatnya. Suatu saat nanti kamu yang akan mengenalnya lebih baik di bandingkan dengan pasangannya saat ini."