Suara Arga gemetar hebat, tubuhnya menunduk berulang kali, tanpa menyisakan sedikit pun kehormatan."Maafkan saya... Ayah Mertua... Saya bersumpah, saya nggak punya niat jahat. Saya hanya ingin membawanya pulang, saya sangat merindukannya dan nggak bisa hidup tanpanya.""Maafkan saya, Ayah Mertua... Saya nggak tahu dia berasal dari Keluarga Widuri." Arga panik. "Nggak, bukan begitu maksud saya, maksud saya, nggak peduli dari keluarga apa Dian berasal, saya tetap mencintainya."Saat ini Arga seperti anjing kecil yang merayap di bawah kakiku, kesombongan masa lalunya hancur berkeping-keping.Ayahku masih belum puas, dia menendangnya dengan keras."Mau membawanya pulang? Supaya kamu bisa menyiksanya sampai sekarat lagi?""Kamu kira dengan membuat perusahaanmu bangkrut sudah cukup? Jangan mimpi! Tunggu saja balasanku, aku akan membuatmu merasakan penderitaan putriku."Aku menepuk punggung ayah, berusaha meredakan amarahnya agar tidak sampai membahayakan kesehatannya.Arga menatapku dengan
Arga terkejut oleh tawaku. Ini adalah pertama kalinya otoritasnya ditantang olehku."Dian... kenapa kamu bisa berubah seperti ini?"Aku tersenyum sinis dan melotot kepadanya."Dasar sombong dan arogan! Kukatakan sekali lagi, pergi dari sini, dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!"Arga marah sampai tidak bisa berkata-kata. Saat aku hendak pergi, dia kembali meraih pergelangan tanganku dengan kasar."Dian, aku nggak akan membiarkanmu pergi lagi. Hari ini, tugasku adalah membawamu dan anak kita pulang.""Apa kamu tahu, ketika aku mengira diriku kehilanganmu, aku hampir gila! Hatiku sakit sampai mau mati, siang dan malam aku selalu memikirkanmu.""Kali ini, nggak peduli bagaimana kamu menyiksa atau mengujiku, aku nggak akan melepaskanmu. Aku bersumpah."Sungguh konyol.Kepedulian yang tiba-tiba ini, sebenarnya ditunjukkan untuk siapa?Kusentakkan tanganku dengan kasar."Kamu kira dirimu siapa? Apa hakmu mengatur hidupku?"Arga mendengkus, kesombongan dalam dirinya kembali meledak."A
Saat aku menerima kabar itu, aku hanya menganggapnya gila.Namun, aku tidak terlalu memedulikannya. Kami dipisahkan oleh sebuah samudra, dia tidak akan menemukanku dengan mudah.Aku tidak memikirkannya lagi dan kembali fokus mempelajari cara mengelola keluarga serta bisnis.Aku belajar sangat cepat. Kurang dari sebulan, aku sudah bisa melakukan investasi secara mandiri.Di tiga hingga empat layar komputer, garis-garis merah dan hijau bergerak naik-turun. Hampir setiap fluktuasi harga saham sudah bisa kuprediksi. Hari itu, setelah rapat dewan direksi baru saja berakhir, pintu ruang rapat mendadak terbuka, dan seseorang menerobos masuk. Dia adalah Arga.Napasku tercekat. Kenangan pahit yang sudah lama terkubur menyeruak kembali begitu melihat sosoknya.Aku melambaikan tangan, memberi isyarat agar orang lain keluar.Matanya begitu merah, dia menatapku tajam seolah aku telah melakukan sesuatu yang sangat kejam padanya.Di detik itu juga, Arga menerjang ke arahku dan menggenggam pergelangan
"Kamu dan anakmu terhubung oleh ikatan darah. Dalam hidupnya yang singkat, kamu adalah satu-satunya ibunya.""Kelak kamu akan menemukan seseorang yang lebih baik, dan akan memiliki anak yang sepenuhnya milikmu sendiri."Ayah menghela napas. Dibandingkan sebelum aku pergi, uban di pelipisnya bertambah beberapa helai dan wajahnya tampak lebih lelah."Kalau kamu mengurung diri di sini hanya untuk menangisi orang nggak berhati nurani itu, itu hanya akan menyia-nyiakan air matamu.""Aku sudah berkali-kali bilang jangan menjalin hubungan dengannya, tapi kamu tetap keras kepala. Kamu lebih memilih memutus hubungan denganku daripada berpisah darinya."Aku menyembulkan kepala dari balik selimut dan menatap kerutan dalam di wajah ayah. Air mata sekali lagi mengaburkan pandanganku."Maaf, Ayah." Aku berkata sambil terisak, "Seharusnya waktu itu aku mendengarkan nasihat Ayah. Maafkan aku.""Aku bukan menangis karena dia, aku menangis untuk anakku... dia begitu kecil."Ayah menyeka air mataku denga
Mata Arga menyipit, napasnya menjadi tersengal-sengal seperti ditembak peluru.Dia tersentak dan mundur selangkah, tetapi naluri memaksanya untuk tetap berdiri tegak."Nggak mungkin! Saat aku pergi, kondisinya masih baik-baik saja!" Arga membentak penuh amarah. "Dia bahkan masih punya tenaga untuk menyakiti anjing Erina. Bagaimana mungkin tiba-tiba meninggal?""Ini pasti trik murahan untuk menarik perhatianku. Bukannya sudah kukatakan jangan tertipu olehnya?"Sekretaris itu meringkuk ketakutan menghadapi kemarahan Arga."Tuan Arga... Jenazah nyonya ada di ruang bersalin sebelah. Kami sudah melakukan tes DNA... itu benar-benar nyonya.""Kamu tahu akibatnya kalau berani membohongiku, 'kan?" Arga tetap tidak percaya, dia langsung berjalan cepat menuju ruang sebelah.Di bawah cahaya lampu putih menyilaukan, terbaring sebuah tubuh kaku dengan setengah badan ditutupi kain putih.Arga menatap jelas wajah yang tirus dan kotor itu, lalu menyadari betapa miripnya dengan wajah yang ada dalam inga
Keadaanku benar-benar gawat. Dokter tahu aku tidak punya waktu lagi untuk menunggu, jadi dia meminta nomor telepon Arga, lalu segera meneleponnya."Halo, Tuan Arga? Pasien bernama Dian Widuri dalam kondisi darurat dan sebentar lagi akan melahirkan. Bisakah Anda mengizinkan kami menggunakan sebagian perlengkapan persalinan?"Arga membalas dengan nada marah, "Dian! Ternyata kamu lebih pintar dari yang kubayangkan. Bukan hanya berhasil keluar dari gudang bawah tanah, kamu bahkan menemukan orang untuk menolongmu!""Aku katakan padamu, apa pun akal bulus yang kamu mainkan, aku nggak akan tertipu lagi. Aku sangat mengenalmu. Mustahil kamu dalam bahaya!""Sudah berapa kali kukatakan, aku nggak akan mengabaikan anakku. Setelah Indri melahirkan, barulah giliranmu. Kenapa begitu terburu-buru?"Dokter terus memohon kepada orang-orang di rumah sakit, tetapi Arga sudah memberi perintah mutlak, bahkan sebutir obat pereda nyeri pun tidak boleh diberikan.Kami hanya terpisah satu dinding, aku bisa men