# Bab 6
Tak menunggu waktu lama akhirnya aku sampai juga di tempat yang aku tuju, kini semua aset dan harta milikku telah aman semuanya dan kini aku tak perlu khawatir dengan apa yang ku punya, karena aku ingin kelak harta itu jatuhnya ke tangan anak ku bukan ke tangan orang orang munafik seperti mas Roni dan Kartika juga ibuku, bagiku semuanya sama saja mereka hanya baik ketika ada maunya saja, apalagi jika mereka tau di hari kemarin aku di angkat menjadi manager dan di fasilitasi mobil yang akan di kirimkan ke rumahku hari ini sebagai inventaris dari kantor untuk ku.
Awalnya di hari kemarin aku ingin memberi tahu suamiku dan hari ini jika nanti mobilnya datang aku ingin mengajak mas Roni dan Nadia untuk berjalan jalan, namun rencanaku tak sesuai dengan harapanku karena sepulang kerja kemarin aku malah menyaksikan kejadian yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.
"Rin kita mampir dulu yuk ke rumah mbahku ?" Ajak Riri membuyarkan lamunanku.
"Oh iya boleh Ri," sahutku dengan sedikit terhenyak.
Riri pun langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah mbahnya yang bernama mbah Suminten.
Setelah sampai di depan rumah mbah Suminten aku merasa bahwa rumah ini beraura mistis, mungkin karena desain rumahnya yang klasik dan seperti bangunan rumah rumah belanda kuno jaman dulu.
"Ri, ini beneran rumah mbah loe ?" Tanyaku kepada Riri karena aku sedikit tak percaya, seorang nenek bisa betah tinggal sendiri di rumah seperti ini.
"Iya beneran Rin, yok masuk," ajaknya.
Aku pun langsung mengikuti langkah Riri dari belakang.
Tok... Tok... Tok...
"Assalamualaikum bah," ucap salam Riri sambil mengetuk pintu, sementara aku masih dengan lamunan dan pikiranku sendiri.
"Waalaikumussalam," sahut balasan salam dari dalam rumah yang pasti itu jawaban dari mbahnya sahabatku ini.
Krekkk...
Pintu pun terbuka lebar, dan munculah seorang nenek paruh baya dan kemudian Riri tersenyum dan langsung menyalami dan mendekatinya.
"Mbah sehat ?" Sapa Riri setelah ia mencium punggung tangan nenek tersebut.
"Alhamdulillah sehat, mari masuk sekalian ajak temanmu," ucap nenek tersebut sambil sekilas melirikku dengan tersenyum ramah.
"Iya mbah," jawab Riri sambil ia menganggukan kepalanya.
"Yuk Rin kita masuk," ajak Riri kemudian.
Aku pun mengangguk lalu mengikuti Riri dan mbahnya masuk ke dalam rumah tersebut.
"Silahkan duduk nak Karina!" Ucap mbah Suminten yang membuatku melongo karena ia bisa tahu nama asliku.
"Eh iya mbah." Ucapku sedikit kaget.
Aku pun langsung segera duduk di sofa klasik milik mbah Suminten.
Namun setelah aku duduk tiba tiba mbah Suminten berkata kembali hingga membuatku merasa aneh.
"Ndok, tolong buatkan teh manis ya buat temen mu, kasian dia sedang bersedih," ucap mbah Suminten kepada Riri cucunya.
"Njeh mbah," sahut Riri dan kemudian ia langsung melangkahkan kakinya ke arah dapur.
Setelah Riri hilang dari pandanganku, mbah Suminten mulai kembali berkata.
"Sudah jangan terlalu di pikirkan nak, jangan terus larut dalam kesedihan, mbah yakin kamu pasti kuat menjalaninya," ucap mbah Suminten yang tiba tiba berkata seperti itu.
"Maksud mbah ?" Tanyaku heran.
"Mbah tau semuanya, tapi saran mbah jika kamu ingin bahagia, maka bertahanlah dengan suamimu, maafkan dan ikhlaskan semuanya," jawab mbah Suminten kemudian.
"Tapi mbah, sepertinya sulit," ucapku yang telah mengerti kemana arah pembicaraan mbah Suminten tersebut kepadaku.
"Mbah tahu dan paham, tapi jika tidak bertahan bagaimana anak mu, apalagi sekarang kamu sedang mengandung," ucap mbah Suminten yang mampu membuatku terkejut.
"Hah mengandung ? Maaf mbah sepertinya mbah salah, saya tidak sedang hamil mbah," ucapku menyangkal pernyataan dari mbah Suminten tersebut.
"Coba ingat ingat lagi pasti kamu sudah telat haidkan, dan sekarang kamu sedang mengandung, jika nak Karina tak percaya maka nak Karina boleh langsung periksakan saja ke bidan setelah pulang dari sini," ucap mbah Suminten.
Bersambung...
# Bab 19# PoV NadiaSetelah membereskan barang barangku, Dewi pun kemudian berlalu pergi meninggalkanku karena ia menyuruhku untuk istirahat."Mbak, Dewi tinggalin dulu ya, mbak Nadia pasti capek, mbak langsung istirahat saja ya," ucapnya dan kemudian berlalu."Iya wi," jawabku dan kemudian ku tutup pintu kamar ini.Kamar disini memang tak seluas kamarku di rumah ibuku, namun lumayan nyaman juga menurutku walaupun luas kamarnya hanya cukup untuk 1 kasur dan 1 lemari saja.Aku pun langsung merebahkan tubuhku di atas kasur ini, karena cukup lelah juga menempuh perjalan menggunakan motor.Namun baru saja aku merebahkan tubuhku tiba tiba pintu di ketuk dari luar.Tok.. tok.. tok.."Dek.. dek.."Dari balik pintu ku dengar suara mas Deni memanggil."Iya mas sebentar," sahutku dari dalam kamar dan aku pun langsung beranjak bangun dari tempat tidur ini.Aku langsung membuka pintu kamar ini, dan ternya mas Deni sudah berdiri di ambang pintu.Saat aku membuka pintu mas Deni langsung berkata."
# Bab 18# PoV Nadia"Mah, hari ini Deni mau minta ijin sama mamah untuk membawa Nadia pulang ke rumah Deni," ucap mas Deni langsung to the poin kepada ibuku di saat kami baru saja berjalan di depan kedua orangtuaku.Awalnya aku mengira bahwa ibuku tak akan mengijinkanku pergi dari rumah ini, karena ku lihat di saat mas Deni mengutarakan niatnya untuk memboyongku ke rumah orang tuanya, raut wajah ibuku terlihat murung dan tak bersahabat, namun prasangkaku di patahkan oleh kata kata ibuku yang ternyata langsung mengijinkanku untuk di bawa pergi dan tinggal di rumah orang tua mas Deni."Ya sudah mamah izinkan, tapi mamah berpesan sama kamu Deni, terus bahagiakan Nadia ya, jangan buat Nadia menangis, sayangi dia sepenuh hati," ucap ibuku memberi wejangan kepada mas Deni "Iya mah, Deni janji akan selalu menyayangi dan membahagiakan Nadia selamanya," ucap mas Deni dengan yakin menjawab pertanyaan dari ibuku."Dan untuk kamu Nad, putri mamah yang mamah sayang, kamu baik baik ya di sana, nu
# Bab 17PoV NadiaRasanya senang hati ini, karena kini ibuku sudah merestuiku menikah dengan mas Deni.Dan tepat hari ini adalah hari pernikahanku dengan mas Deni.Acaranya berjalan lancar dan meriah, namun setelah 1 hari menikah mas Deni langsung mengajakku untuk tinggal bersama kedua orang tuanya.Awalnya aku tak mau, karena aku sudah nyaman dengan rumah ku ini, semua fasilitas tersedia, tak perlu membersihkan rumah dan tak perlu memasak, karena ada bi Minah disini, sedangkan di rumah mas Deni yang ku tahu ia tak punya pembantu dan aku tak tahu nantinya siapa yang akan memasak dan mencucikan baju bajuku, namun karena mas Deni gigih dalam membujukku, akhirnya aku mau ikut bersamanya untuk tinggal di rumah orang tuanya."Sayang, besok kita pindah ke rumah orang tuaku yah ?" Ucapnya sambil mendekatiku yang tengah sibuk melepaskan aksesoris riasan pengantin yang ada di kepalaku."Loh kenapa mas, memangnya kamu gak betah tinggal disini ?" Tanyaku kepada mas Deni."Bukannya gitu sayang,
# Bab 16Setelah bu Entin di antar ke rumah saudaranya pak RW pun mulai mengumumkan soal sumbangan dana untuk rumah bu Entin.Kami pun langsung menyumbang dengan seikhlasnya dan akhirnya setelah terkumpul, pak RW mengerahkan bapak bapak warga sini untuk bergotong royong membantu merenovasi rumah bu Entin kembali.Singkat cerita setelah beberapa hari akhirnya rumah bu Entin telah di bangun kembali dan sudah bagus kembali.* * * *Setahun telah berlalu, kini Nadia mulai menagih janjinya kepadaku."Mah.." panggilnya sambil menghampiriku yang sedang jaga warung."Iya apa Nad ?" Tanyaku.Setelah ia berada tepat di sampingku ia mengutarakan keinginannya lagi kepadaku."Apa mamah tidak ingat ?" Tanyanya "Hah.. tidak ingat apa nak ?" Tanyaku yang awalnya tak mengerti apa maksudnya."Sekarang sudah lebih dari satu tahun mah, dan umurku sudah menginjak 17 tahun," ucapnya."Lalu ?" Tanyaku masih belum mengerti."Ih.. mamah lupa ya ? Kan dulu mamah bilang jika umurku telah 17 tahun aku bisa meni
# Bab 15# Karma instanSetelah melayani pesanan bu Titi dan setelah bu Titi pergi kembali ke rumahnya, aku merenungkan tentang siapakah orang yang mempunyai sifat iri dengki terhadapku.Apakah Kartika atau ada orang lain lagi ? Entahlah aku bingung memikirkannya, namun aku berdoa semoga di berikan petunjuk mengenai siapa orang yang telah menaruh kotoran manusia di depan warungku itu.* * * *Keesokan harinya, entah dari mustajabnya doa orang yang tersakiti atau memang sudah waktunya ketahuan, tiba tiba saat aku ingin membuka warung ku lihat bu Entin sedang mengendap endap di depan warungku, ku lihat ia seperti ingin menaburkan sesuatu yang ada di dalam buntalan kain putih, namun untungnya aku keburu memergokinya hingga ia tak jadi berulah."Bu Entin lagi apa ?" Tanyaku kepada dia yang hendak membuka sebuah bungkusan kain putih."Eh, eng.. enggak bu Rina, saya cuma numpang lewat saja, permisi," ucapnya gelagapan.Melihat bu Entin yang tampak mencurigakan, aku pun jadi kepikiran soal s
# Bab 14"Tapi dengan siapa nak ? Apakah kamu sudah memiliki pacar ?" Tanyaku dengan lemah lembut kepada Nadia putriku.Saat ku tanya ia pun hanya mengangguk lalu menundukan kepalanya."Siapa namanya ?" Tanyaku."Mas Deni mah," jawabnya pasti."Deni ? Deni anaknya bu Ami ?" Tanyaku tak percaya, karena Deni itu terkenal sebagai pria yang banyak wanitanya, kalau kata anak jaman sekarang bisa di bilang play boy."Iya mah," jawabnya sambil tersenyum ke arahku."Tapi nak, dia itu kan seorang seniman, dan terkenal selalu dekat dengan banyak wanita," ucapku mengingatkan Nadia, karena aku tak mau jika nantinya Nadia malah di khianati oleh Deni seperti yang dulu pernah aku rasakan saat di khianati suamiku sendiri."Mas Deni itu baik mah, meski orang bilang banyak wanitanya ya wajar lah mah karena kan wanita wanita itu temen satu profesi dengan mas Deni, bukannya mas Deni playboy," ucap Nadia dengan nada yang terasa menyentakku, karena baru kali ini Nadia berbicara keras kepadaku."Bukannya git