Share

Bab 2 - Cermin

Auteur: Wee Daevii
last update Dernière mise à jour: 2025-10-13 16:27:07

Dua hari sebelumnya.

Kiara berdiri di depan cermin.

Kulitnya terawat, matanya indah, bahkan senyumannya begitu lembut. Senyum yang sering membuat orang iri saat melihatnya di arisan atau sekedar di minimarket. Namun, di balik semua itu, ia hanyalah seorang perempuan yang menunggu.

Sudah lima tahun menikah tapi perutnya masih juga rata. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Tidak ada juga tangisan seorang anak yang memanggilnya 'Mama'. Yang ada cuma pertanyaan orang-orang yang makin lama makin terdengar menyakitkan.

'Kapan hamil, Kiara?'

'Kapan nih punya momongan?'

'Masih berdua terus aja.'

Dengan mata yang masih melihat cermin, dia menarik napas panjang, tangannya refleks mengusap perut. Tanpa sadar air matanya jatuh begitu saja.

Kiara hampir larut dengan kesedihannya. Namun, suara pintu depan terdengar. Aris pulang. Kiara langsung menghapus air matanya, merapikan rambut, lalu keluar kamar seolah tidak terjadi apa-apa.

Jas dokter masih menempel di tubuhnya. Sorot matanya datar, seperti tidak benar-benar melihat Kiara.

"Kamu belum tidur?" tanyanya singkat.

"Belum, aku baru saja selesai bikin kue," jawab Kiara sambil mencoba tersenyum.

"Pesanan dari kafe biasa?"

Kiara mengangguk.

"Ngapain capek-capek bikin pesanan? Apa uang bulanan kamu kurang?" tanya Aris tiba-tiba.

Nada suaranya datar, tapi cukup menusuk hati Kiara.

Kiara sempat membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Aris sudah menyerahkan tas, berjalan ke kamar seolah enggan mendengar jawaban istrinya. Tak ada pelukan, tak ada ciuman, atau bahkan sekedar pertanyaan 'gimana kabar hari ini'.

Kiara diam di tempat. Melihat punggung suaminya dari belakang, yang semakin lama makin terasa asing. Hatinya sesak. Namun, dia sudah cukup kebal. Malam-malam seperti ini terlalu sering terjadi.

 -

Kiara masuk kamar setelah menghangatkan makan malam suaminya. Di sana, lampu sudah diredupkan. AC menyala dingin. Aris duduk di tepi ranjang, sibuk membuka kancing kemejanya satu per satu.

"Pasien banyak banget hari ini," ucapnya singkat.

Kiara ingin sekali menanggapi, menanyakan detail seperti dulu. Tentang kasus-kasus yang ia ceritakan penuh semangat. Namun, sudah terlalu sering ia mencoba. Dan selalu berakhir dengan jawaban pendek yang mematikan percakapan. Malam ini ia memilih diam.

Aris pun masuk kamar mandi, meninggalkan Kiara sendiri. Kiara duduk dengan mengaitkan jari-jarinya. Ada perasaan aneh setiap kali berada di ruangan yang sama dengan suaminya. Dekat secara jarak, tapi seperti jauh dirasakan hati.

Beberapa menit kemudian, Aris keluar dengan piyama. Ia langsung merebahkan diri di kasur. 

"Tidur ya, Ra. Besok aku harus berangkat pagi," ucapnya tanpa menatap. Namun, tangannya meraih ponsel. Sebuah pesan suara terdengar samar.

"Papa, jangan lupa ya hari Sabtu."

Kiara menatap wajah suaminya yang masih menatap layar. Senyumnya terlihat lebar. Senyuman yang sudah lama tak Kiara dapatkan.

Akhirnya ia membuka suara. "Kamu nggak makan dulu? Aku tadi bikin sup ayam, sudah aku siapkan di meja makan."

Aris menggeleng. Membalikan badan dan meletakan ponselnya.

"Aku tadi sudah makan di rumah sakit."

Lagi-lagi jawaban suaminya membuat Kiara merasa terabaikan.

Aris sudah memejamkan mata, napasnya perlahan stabil, tenggelam dalam tidur.

Malam itu, sekali lagi, hanya ada keheningan. Dua orang berada di dalam satu atap yang sama. Namun, terasa seperti berada di dunia yang berbeda.

Akhirnya Kiara kembali ke dapur. Meja makan masih rapi, dua piring masih kosong. Ia duduk, lalu makan perlahan, sendirian.

Masih dengan perasaan kesepian, ia merapikan kembali meja makannya. Lalu beralih untuk membereskan pesanannya.

Loyang-loyang berisi brownies masih berjejer di meja. Aromanya manis, wangi coklatnya bikin siapapun betah. Ironisnya, wangi itu malah membuat hati Kiara seperti diejek. Rumahnya wangi kue. Namun, hatinya tak sedikit pun merasakan manis.

Satu per satu brownies dikeluarkan dari loyang. Besok pagi, semua harus diantar ke sebuah kafe, dekat deretan perkantoran. Tempat yang tanpa Kiara taHu bakal jadi persimpangan sulit dalam hidupnya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 53 - Kiara, Dewi, dan Arhan

    Dewi menatap Rani dengan antusias. “Kamu udah tahu belum, Ran, siapa teman spesial Kiara? Kalian kan udah dekat banget. Pasti dia udah cerita lah ke kamu?”Kiara langsung tersedak.“Dew—”Kini Kiara dan Dewi sama-sama menatap Rani, seperti menunggu kalimat apa kira-kira yang akan keluar dari mulutnya.Tapi Rani tak langsung merespon, ia justru menaikkan alis — pura-pura bingung.“Teman spesial?”Ia menatap Kiara sambil mengerutkan kening.“Emang iya, Mbak? Sekarang kamu punya teman spesial?”Nada suaranya lugu, seolah benar-benar tidak tahu apa-apa.Dewi langsung manyun.“Hmmm, Kirain kamu tahu.”Rani menahan senyum tipis—bukan mengejek, tapi seperti sengaja memberi Kiara waktu untuk bicara sendiri.“Wahh, aku baru dengar malah,” katanya ringan. "Kenapa Mbak Dewi tiba-tiba tanya tentang hal ini?""Hehe karena sebenarnya, aku pernah salah ngira kalau Mbakmu itu ada hubungan sama Erwin.""Owh, Mbak Dewi past cumai salah duga aja."Dewi memeluk bantal sofa dan cemberut lucu.“Ya ampuun,

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 52 - Cerita Tiga Perempuan

    Erwin akhirnya menyerah dan melangkah pergi. Namun, sebelum benar-benar membalikkan badan, ia masih sempat memanggil pelan—hampir seperti helaan napas yang putus asa.“Ran….”Rani berpaling cepat. Air matanya menggantung di ujung mata; ia tak berani menatap Erwin. Bukan karena benci—justru karena rasa rindu itu ternyata masih ada dan lebih kuat dari yang ingin ia akui.Kiara yang melihat keduanya hanya bisa menarik napas pelan. Ada sesuatu dalam cara mereka saling menghindar, tapi tetap saling menahan, yang terasa terlalu familiar baginya. Sebuah sisa cinta yang keras kepala—persis seperti hubungannya sendiri dengan Arhan yang tak pernah benar-benar sederhana.Dengan hati yang enggan, akhirnya pelan-pelan Erwin melangkah menjauh dari sana.Setelah Erwin benar-benar pergi, Rani buru-buru mengusap pipinya yang masih basah. Suasana kafe juga mulai kembali normal; para pengunjung yang tadi sempat menoleh kini sudah tenggelam lagi dalam urusan masing-masing.Kiara langsung merangkul Rani s

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 51 - Kiara, Dewi dan Rani

    Di dalam mobil, Arhan menyetir dengan menyandarkan kepala, keningnya sedikit berkerut, seperti baru saja mengingat sesuatu."Kiara...." ucapnya pelan. "Wanita tadi, wanita yang hamil itu ..., bukannya dia yang pernah kerja di kafe dekat kantor, kan?"Kiara yang tadi masih menatap ke luar jendela, kini menatap Arhan. "Iya, dia Rani yang itu."Arhan hanya mengangguk, tak berani berkata lebih banyak."Kenapa? Kamu khawatir?""Enggak." Arhan langsung menggelengkan kepala. "Aku justru tadi sempat khawatir, kalau dia itu saudara kamu atau—" ucapannya menggantung, bibirnya bahkan terasa kaku jika ia harus melanjutkan sampai dengan kata 'suami'.""Dia bisa dipercaya, kok," tambah Kiara.Keheningan kembali turun, tapi perlahan tangan kiri Arhan menggenggam jemari Kiara. Dan tersenyum ke arahnya, seolah mengatakan, "kalau ada apa-apa. Aku akan selalu ada buat kamu."Kiara membalas senyum itu. Ia menggeser duduknya sedikit, mendekat ke arah Arhan, lalu menyandarkan kepalanya di bahunya.-Keesok

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 50 - Api yang Membesar

    Kembang api masih mekar satu per satu di langit Jakarta—merah, hijau, ungu—semuanya memantul di mata Kiara, membuat malam itu seperti terasa jauh lebih berwarna.Arhan berdiri tepat di belakangnya,ia merangkul Kiara dari belakang.Pelan, dan penuh keromantisan. Kiara tidak menjauh.Kedua tangannya justru terangkat, menyentuh lengan Arhan yang melingkar di bahunya.Keduanya sama-sama diam, hanya menatap langit.Cincin di jari mereka—dua cincin berbeda—berkilat tipis terkena cahaya kembang api.Kesadaran itu menampar mereka seketika.Perlahan, Kiara menurunkan tangan Arhan dari bahunya.Namun jari mereka masih saling menggenggam—erat, seperti enggan dilepas.Dan ketika Kiara akhirnya menatap Arhan, hatinya terjun bebas begitu saja. Tak terhitung sudah berapa kali ia jatuh pada pria ini …, jatuh tanpa bisa menahan dirinya sendiri.“Kiara….” suara Arhan memanggil dengan lembut. “Aku ingin tinggal bersamamu.”Dunia Kiara berhenti.Kalimat itu bukan angin lalu. Bukan sekadar luapan emosi s

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 49 - Kembang Api di Langit yang Sama

    Kiara pulang ke rumah, dan seperti yang sudah ia duga, Aris tidak ada. Dalam keadaan begini, mustahil suaminya pulang. Ia pasti ikut Lestari untuk menenangkan Dinda. Kiara berdiri di ruang tamu, merasa benar-benar kehilangan arah. Tangannya sempat bergerak membuka kontak ponsel, hampir menekan nama Arhan, tapi ia berhenti. Jam segini Arhan pasti sudah di rumah bersama istrinya. Akhirnya, ia menekan nama yang sudah lama tidak ia hubungi. Ibunya. Sudah lama ia tidak bercerita apa pun kepada orang tuanya. Ia selalu bilang semuanya baik-baik saja, seolah hidupnya tetap selalu rapi tanpa masalah, tapi malam ini, ia merasa benar-benar mentok. Ada dorongan untuk sekadar mendengar suara ibunya, meski ia sendiri tidak tahu harus bercerita dari mana. “Assalamualaikum, Bu ..., Ibu lagi apa?” tanyanya pelan. “Waalaikumsalam, Ra. Ini ibu lagi masak buat nanti malam. Ada apa, Nak? Suara kamu kok kayak kurang sehat? Kamu baik-baik saja, kan?” “Kiara sehat kok, Bu." Ia berusaha tersenyum mes

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 48 - Hanya Orang luar

    Aris tiba di depan menimarket dengan napas terengah, wajahnya pucat. Begitu melihat kiara berdiri tanpa Dinda, ia langsung menghampiri dengan wajah yang terlihat emosi."Kiara! Mana dinda?! Di mana anak saya?!"Kiara membuka mulut, tapi suara tak keluar. "Mas, aku—""Kalau kamu nggak suka sama Dinda, bilang! Kalau tadi kamu sakit hati dengan omongannya bilang! Jangan malah sengaja bikin anak saya hilang kayak gini."Beberapa pengunjung yang akan masuk ke sana menoleh. Dua kasir ikut saling pandang, kaget. Suara Aris menggema di pelataran minimarket.Kiara mematung, tak bisa menjawab, bahkan hampir seperti bernapas. Kata-kata Aris seperti menampar keras.Lalu sebuah mobil berhenti mendadak di depan minimarket. Pintu terbuka cepat.Lestari turun dengan langkah buru-buru, wajahnya panik. Begitu sampai, tatapannya langsung menusuk Kiara."Mana Dinda? Ia mendekat, memeriksa sekeliling, lalu mentatap Aris.Lestari mendecak sinis, "aku udah percayain Dinda ke kamu ya, Ris. Malah kamu sembara

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status