Home / Rumah Tangga / Perselingkuhan di Siang Hari / Bab 2 - Titik kecil Permulaan

Share

Bab 2 - Titik kecil Permulaan

Author: Wee Daevii
last update Last Updated: 2025-10-13 16:27:07

Pagi datang perlahan.

Kiara menyiapkan sarapan dengan senyum yang nyaris seperti topeng. Roti panggang, telur mata sapi, dan kopi hangat.

Aris keluar kamar dengan kemeja hitam. Wangi parfumnya memenuhi ruangan. Kiara menatap, berharap ada kata manis, atau sekedar ucapan selamat pagi. Tapi Aris hanya duduk, mengambil roti, lalu berkata datar, “Ada jadwal operasi siang ini. Mungkin aku pulang agak malam.”

Tak lama, Aris bangkit dari duduknya. Kiara mengantar sampai teras depan. Suara mobilnya menjauh, meninggalkan keheningan yang terasa akrab.

“Hati-hati ya,” ucap Kiara pelan.

Kiara berdiri lama di depan pintu, ingin sekali rasanya menahan suaminya, tapi buat apa? pasti akan percuma

Ia menghela nafas, melihat jam tangan dan bergegas untuk bersiap mengantarkan pesanan. Satu-satunya rutinitas yang membuat hatinya sedikit terhibur.

Kotak-kotak kue sudah siap: Brownies, cheesecake, dan cookies. Semua tertata rapi dalam satu keranjang besar. Ada senyum puas saat Kiara melihat hasil kerjanya. Tanpa buang waktu, tangannya cepat meraih kunci dan mengangkat keranjang, membawanya ke mobil kecil yang setia menemaninya.

Saat menyalakan mesin mobil, Kiara sempat melirik cermin kecil di dasbor. Ia tersenyum pada bayangan dirinya, seolah memberi semangat sebelum hari dimulai. Tangannya meraih setir dan siap melaju. Dalam hitungan menit, papan nama kafe "City Garden" sudah terlihat dari kejauhan.

Kiara masuk dengan langkah percaya diri. Aroma kopi dan mentega bercampur hangat menyambutnya.

“Mbak Kiara! Bos udah nanyain kue nya tuh!” sapa pelayan ramah.

“Nggak terlambat kan?,” jawab Kiara tersenyum.

"Nggak kok mbak. Aman."

"Syukurlah."

Ia meletakkan kotak di meja, lalu membantu pelayan memasukan kue-kuenya ke dalam display kaca.

Kiara melirik wajah pelayan sekilas yang seperti tidak nyaman.

"Kamu kenapa? Sakit?"

"Aduh, mbak boleh jagain sebentar nggak ya. Sepertinya aku harus ke toilet," ucapnya dengan tangan yang memegangi perut.

"Iya, sudah sana."

"Makasih mbak."

Tak lama pintu kafe terbuka. Seorang pelanggan masuk. Kiara reflek menyambutnya menggantikan pelayan.

"Selamat datang di City Gar..." Ucapannya terhenti. Kiara tercekat saat tiba-tiba tangan pelanggan itu menarik rambutnya.

"Aduh... Sakit, apa-apaan ini! Lepas!" Kiara terpekik, tubuhnya spontan mundur. Tangannya berusaha melepaskan genggaman kasar itu.

Beberapa pelanggan langsung menoleh, sebagian berdiri, bingung melihat keributan yang tiba-tiba terjadi.

Wanita itu menatap Kiara dengan mata merah dan napas penuh emosi. "Jadi ini kamu, ya?! Dasar perebut suami orang.

"Apa maksud Anda?" Suaranya bergetar, antara takut dan tak percaya.

Namun tangan wanita itu justru mendorong bahunya keras, membuat keranjang kue di meja terjatuh, isinya jatuh berserakan.

"Jangan pura-pura polos! Aku tadi lihat isi pesan W******p kamu sama suamiku. Kamu bilang kamu shift pagi dan akan kasih kopi spesial buat suamiku!"

Kiara hanya menggeleng pelan dengan merapikan rambutnya yang berantakan.

"Saya nggak tau apa-apa, Mbak. Sumpah, Mbaknya salah orang!"

"Halah... Ngak usah bohong!"

Tepat saat bibir Kiara akan menjawab. Tiba-tiba sebuah suara berat terdengar lebih dulu. Nadanya tenang tapi cukup untuk membuat semua kepala menoleh.

"Dia nggak bohong!"

"Kamu siapa ikut campur?!"

"Saya bukan siapa-siapa, saya cuma pelanggan yang sering ke sini," Ucapnya tenang namun tegas. "Tadi saya sempat dengar, suami anda ada janji sama seseorang yang bekerja di kafe? Tapi sepertinya anda salah orang. Karena orang yang mbak serang bukan pelayan barista di sini."

Ucapan itu membuat wajah wanita tadi sedikit malu.

"Mbak nggak apa-apa?" Pria itu berjongkok membantu Kiara memungut kue yang berserak di lantai.

"Jadi kalau bukan dia, terus di mana orangnya?! Mana pelayan shift paginya!!"

Seorang pelayan yang tadi ke toilet baru saja datang dan kaget melihat kekacauan yang terjadi. Wajahnya sontak panik. Dia tidak berani muncul. Bersembunyi di balik tembok.

"Sudah cukup, kalau anda masih mau bikin ribut di tempat usaha orang. Anda bisa di laporkan polisi!" Ucap pria itu yang sudah tidak tahan melihat wanita yang bersikap bar-bar.

Mendengar kata polisi. Wanita itupun pergi dengan ekspresi kesal.

"Terima kasih ya," bisik Kiara pelan. Nadanya rendah dan sedikit malu. Malu akan kekacauan tadi.

Pelayan tadi muncul ikut membantu Kiara memungut Kue.

"Ya ampun Mbak, maafin aku ya." gumamnya pelan, merasa bersalah.

Kiara tidak menjawab, hanya tersenyum getir dan fokus mengambil kue nya yang jadi sedikit hancur. Sesaat Kiara menoleh ke Arah lelaki tadi yang sudah berjalan menjauh darinya.

Kiara berdiri dan memanggilnya.

"Permisi..."

Pria itu menoleh.

Kiara berjalan mendekat. Entah kenapa dadanya berdetak lebih cepat. Seolah ada firasat bahwa dirinya baru saja akan membuka pintu menuju ruang yang belum siap ia hadapi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 8 - Diam-Diam Takdir Memulainya

    Arhan masih berdiri di tempat, pandangannya tak lepas dari Kiara yang terisak di tepi jalan. Dunia di sekitarnya terasa hening, hanya suara tangisnya yang terdengar samar di antara angin.Haruskah ia mendekat?Atau justru pergi saja, pura-pura tak melihat?Jari-jarinya mengepal pelan. Dengan wajah bimbang, ia akhirnya meraih ponsel dan menekan panggilan ke nomor Kiara.Di depan sana, Kiara menatap layar ponselnya. Ada panggilan masuk. Ia buru-buru mengapus air mata. "Halo." Suaranya berpura-pura normal, namun masih terdengar sedikit bergetar.Suara di seberang telepon, hening. Tak ada jawaban. Kiara menurunkan ponselnya dari telinga, menatap layar, memastikan apa masih tersambung panggilannya.Samar-samar, suara gemuruh kereta terdengar. Bukan hanya di telinganya, tapi juga dari seberang telepon.Keningnya berkerut, ia menoleh ke kanan, ke kiri, mencari sumber suara.Sampai akhirnya pandangan itu berhenti pada sosok pria yang berdiri tak jauh darinya, dengan ponsel yang masih di tel

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 7 - Dibalik Kata Demi Anak

    Malam perlahan turun. Kiara meringkuk di ranjang, masih mengenakan sweater kuning yang diberikan Arhan. Matanya setengah terpejam ketika suara pintu terbuka pelan. Aris pulang, membawa aroma wangi mobil dan udara dingin dari luar. “Kiara?” suaranya terdengar pelan, sedikit serak. Kiara membuka mata, berusaha tersenyum. “Kamu baru pulang?” tanyanya lirih.Aris mengangguk sambil menaruh tas di kursi. “Iya. Tadi jalanan macet.” Ia mendekat ke sisi ranjang, duduk di tepi tempat tidur. “Kamu kenapa? Sakit?”"Iya, sedikit demam. Soalnya punggungku muncul ruam herpes."Kiara ingin melanjutkan jawabanya dan bercerita lebih banyak dengan nada lembut, sedikit manja, berharap Aris akan memegang tangannya, atau sekadar menunjukkan rasa khawatir. Namun saat ia baru membuka mulut, Aris sudah menimpali lebih dulu, “Syukurlah kalau cuma demam. Herpes memang suka begitu, kadang bikin panas tinggi, tapi itu normal kok. Minum obat, nanti juga sembuh sendiri.” Kiara terdiam. Senyumnya pelan-pela

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 6 - Tangan yang Mendebarkan

    "Biar saya bantu..." Kiara sempat ingin menolak. Tapi Arhan sudah lebih dulu membantu. Dengan hati-hati, ia memakaikan sweater kuning itu. Jarak keduanya begitu dekat, hingga Kiara mampu mencium wangi parfum yang menempel di baju Arhan. Inilah saat melodi romantis biasanya mengalun. Mengiringi gerakan demi gerakan yang penuh kehatian-kehatian dan rasa canggung yang mendebarkan. "Oh ya... Panggil saja Kiara." ucap Kiara berusaha terlihat tenang. Sekali lagi mereka bertemu pandang. "Hm.. oke. Kiara," sahut Arhan dengan senyum tipis, senyum yang lagi-lagi membuat Kiara menunduk malu. "Kalau begitu berikan nomer HP-mu. Nanti aku akan ganti biaya rumah sakitnya." Arhan menerima ponsel yang Kiara sodorkan dan menuliskan nomornya. Merekapun berjalan keluar beriringan dalam diam. Di depan rumah sakit, Arhan membukakan pintu taksi untuk Kiara. Kiara menatapnya ragu, alisnya sedikit terangkat. “Silakan,” ucap Arhan tenang. “Aku akan mengantarmu pulang.” Kiara menggeleng pelan. “Hah?

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 5 - Sweater kuning

    Arhan berlari menyeberang tanpa memperdulikan kendaraan yang melintas. Rintik hujan yang makin deras membasahi bahunya, tapi matanya hanya terfokus pada tubuh Kiara yang terkulai di trotoar. Ia berlutut, mengguncang pelan bahu perempuan itu. Wajah Kiara tampak pucat, bibirnya kering, napasnya dangkal. Tanpa pikir panjang, Arhan melepaskan jaket yang ia kenakan dan menutupinya agar tak semakin basah. “Mbak... dengar aku, kan?” ucapnya pelan tapi cemas. Arhan menatap sekeliling dengan panik, lalu melambaikan tangan ke arah taksi yang baru berhenti di depan minimarket. “Pak, tolong bantu saya! Dia pingsan!” Dengan bantuan sopir taksi yang membukakan pintu, Arhan mengangkat tubuh Kiara ke dalam mobil. Gerimis makin deras saat pintu mobil tertutup, menyisakan suara hujan yang membasahi kaca. Di dalam taksi, Arhan menatap wajah Kiara yang terpejam di pangkuannya. Ada rasa takut yang ia sendiri tak sepenuhnya paham. 'Kenapa aku secemas ini pada seseorang yang bahkan belum aku tahu n

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 4 - Rintik Hujan yang Mulai Deras

    Pagi itu langit tampak muram. Gerimis lagi-lagi turun sejak subuh, menetes lembut di balik jendela kamar.Kiara membuka mata dengan tubuh yang terasa lemah. Wajahnya pucat, tanpa energi.Di sebelahnya, Aris, suaminya, masih terlelap. Hari itu hari Sabtu, hari di mana ia bisa bangun sedikit siang karena tidak ada jadwal di rumah sakit.Kiara beranjak perlahan, berniat menuju kamar mandi. Namun langkahnya terhenti saat ponsel di meja samping tempat tidur bergetar pelan.Layar menyala, menampilkan satu nama kontak yang kini sudah tak asing lagi di matanya."Mamanya Dinda." > “Hari ini jadi kan? Dinda sejak kemarin sudah merengek minta ke rumah neneknya. Sekalian ke Puncak.” Kiara menatap layar itu tanpa ekspresi. Tapi ketika ponsel kembali bergetar, matanya refleks melirik. > “Kalau bisa jangan ajak istrimu. Takut Dinda jadi kurang nyaman menghabiskan waktu liburannya.” Jemarinya langsung menegang mengepal. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya cepat, mencoba menahan sesu

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 3- Cheesecake

    Punggung pria itu terlihat hangat. Kemeja putih yang ia kenakan membuatnya semakin terlihat tenang. Kiara berdiri dan memberanikan diri memanggil. "Permisi..." Pria itu menoleh. Saat berbalik, garis rahangnya tampak tegas dari samping. "Iya..." Tatapan mereka sempat bertemu. Cepat-cepat Kiara mengalihkan tatapannya. "Sekali lagi, terima kasih." Kiara mengulurkan tangannya, memberikan sekotak cheescake. Pria itu memiringkan kepalanya, tampak heran. "Ah... Ini sebagai ucapan terima kasih. Mohon untuk diterima," ujar cepat Kiara. "Oke, aku terima. Makasih ya." Tangannya cukup besar saat menerima kotak cheescake. sebelum pergi, ia sempat menoleh sekali lagi ke arah Kiara, meninggalkan senyuman manis yang membuat hati Kiara sedikit berdesir. Senyum itu masih tersisa di benaknya bahkan setelah sosok pria itu benar-benar melangkah pergi. Kiara menarik napas pelan, lalu kembali ke arah kasir. Saat melihat Rani, pelayan kafe tadi. Rasanya Kiara ingin menanyakan kesalapahaman yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status