Share

Pesan Nyasar Dari Sahabatku
Pesan Nyasar Dari Sahabatku
Penulis: Meisya Jasmine

1

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-28 10:11:15

[Iya, Sayang. Aku udah nggak sabar juga ketemu kamu. I love you, Mashen.]

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel. Aku yang tengah berselancar di aplikasi F******k, buru-buru membuka top up notifikasi untuk membaca pesan tersebut. Mataku membelalak sempurna saat membaca teks yang dikirim oleh Nadia, sahabat kentalku.

Mashen? Mashen siapa? Kenapa Nadia mengirimkan pesan ini kepadaku? Apa dia salah nomor?

Baru saja aku ingin membalas, pesan itu telah dihapus. Tampak di layar bahwa janda beranak satu yang kerap kubawa main ke rumah, sedang mengetik.

[Ri, maaf aku salah kirim 😅]

Degupan jantungku tiba-tiba saja menjadi tak senormal biasa. Ada debaran kuat yang mendera. Seperti tengah kurasa ada yang tak beres. Mashen ... apakah mungkin maksudnya adalah Mas Hendra, suamiku?

Aku menggelengkan kepala. Tidak mungkin. Apalagi di awal Nadia mengucapkan ‘sayang’ segala. Mungkin itu adalah untuk teman atau pacar barunya. Namun, mengapa kawan akrabku itu tak pernah cerita?

Seribu tanya berkelebat di kepala. Tangan yang tiba-tiba berkeringat dingin, jadi agak gemetar saat aku hendak mengetik balasan untuk si Nadia. Apa perlu kutanyakan pesan untuk siapa yang tadi dia kirimkan?

[Eh, memangnya pesan apa? Aku belum baca 😀]

Akhirnya, pura-pura aku tak tahu tentang pesan apa yang dikirimnya tadi. Bukan apa-apa, entah mengapa seperti batinku tak siap dengan apa yang bakal diungkap Nadia. Sementara itu, di satu sisi lain aku menyangkal bahwa Mashen yang dia sebutkan adalah suamiku. Mana mungkin sahabatku mengirimi Mas Hendra pesan. Tidak mungkin! Nadia bukan tipikal wanita perebut laki orang. Dia perempuan terhormat. Menjadi janda pun sebab cerai mati.

[Nggak, Ri. Aku tadi mau pesan galon. Eh, malah kekirim ke kamu 😂]

Selama lima belas tahun kami berteman, tepatnya saat aku dan Nadia sama-sama duduk di bangku kelas X SMA, baru kali inilah kutemukan Nadia ingkar padaku. Dua centang biru dan terakhir dilihat pada aplikasi W******p memang sudah lama sengaja kupadamkan. Mungkin genap tiga tahun lamanya. Bukan apa-apa. Kadang aku sibuk di kantor dan malas segera membalas pesan dari rekan, tetapi selalu kubaca isinya sebab penasaran. Takut melukai perasaan mereka, jadi kupadamkan saja tanda telah dibaca.

Dan Nadia benar-benar membuatku sangat syok. Benar-benar aku terperangah dengan kata-katanya. Dia bilang mau pesan galon? Padahal, masih terekam jelas isi pesan mesra tersebut.

[Oh, aku pikir, mau mencari Mas Hen 😊]

Tanganku sangat gemetar saat mengetik kata-kata tersebut. Aku yang berniat menghabiskan hari libur dengan beristirahat tenang di atas kasur sambil bermain sosial media, nyatanya harus menelan kenyataan bahwa waktu bersantaiku sebentar lagi usai sebab hal semacam ini. Feelingku kuat mengatakan bahwa Nadia memang sedang tak baik-baik saja. Wanita cantik yang memiliki balita itu pasti tengah menyembunyikan sesuatu hal penting dariku.

Nadia tak membalas pesanku. Dia langsung terlihat offline. Seketika, perasaanku gonjang ganjing. Seperti ada gerimis di hatiku. Mashen ... apakah yang Nadia maksud memang suamiku?

***

Lekas aku beranjak dari ranjang. Bergegas keluar kamar untuk mencari keberadaan Mas Hendra bersama anak kami, Carissa, yang berusia 5 tahun. Mas Hendra bilang, dia dan Carissa ingin main di kolam ikan belakang rumah.

Kaki kupacu secepat mungkin. Napas ini sampai terengah dengan degupan jantung yang ekstra kencang. Mas Hendra harus kuinterogasi! Tak boleh dibiarkan. Aku tahu jika feeling ini jarang meleset, apalagi berkaitan dengan keluarga.

Saat diriku membuka pintu belakang rumah yang menghubungkan dengan taman belakang, betapa terperanjatnya diriku. Tak ada anak dan suamiku di sana. Hanya bunyi keciprak air akibat gerakan ikan-ikan peliharaan serta kicau burung kenari dalam sangkar yang digantungkan Mas Hendra dekat jendela dapur.

Aku tak menyerah. Langkah ini langsung tergesa berlari ke depan. Siapa tahu dua beranak itu tengah main di teras.

Setibanya di ruang tamu, aku mengendap-endap sebab mendengar suara Mas Hendra tengah berbicara di teras. Untungnya, pintu depan tertutup setengah, sehingga keberadaanku tak langsung bisa disadari, kecuali pintu itu kubuka seluruhnya.

“Kamu, sih! Cerobohnya bukan main! Dasar bodoh!”

Terperanjat aku ketika mendengarkan kata-kata Mas Hendra dari balik pintu. Mas, benarkah firasatku?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Sahabat gak tau diri, gak ada laki2 laen apa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   119

    BAGIAN 119 AKHIR KISAHKU “Tuh, kan!” desisku penuh kecewa. “Mana lihat?” Chris meringsek maju. Merebut tespek dari jemariku. Satu garis merah yang tertera jelas di alat tes kehamilan itu lantas membuat raut wajahnya termenung. Aku tahu jika Chris pasti kecewa. “Kan, apa kubilang, Mas. Aku belum hamil. Makanya jangan dicek-cek dulu,” keluhku setengah putus asa. “Cup-cup, jangan manyun gitu, dong. Nggak apa-apa. Kan, cuma iseng-iseng cek doang. Nggak usah sedih, ya,” sahut suamiku dengan penuh kesejukan. Langsung tespek itu diletakan Chris di atas flush toilet. Dia lalu mendekap tubuhku erat-erat dan mengecup puncak kepala ini dengan penuh kehangatan. “

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   118

    BAGIAN 118HADIRNYA PENYESALAN “Apa-apaan ini?! Tidak, pernikahan ini tidak boleh terjadi! Siapa yang mengizinkan mereka berdua menikah? Siapa?!” Pekik jerit histeris itu tiba-tiba memecah suasana khidmat menjadi mendadak kacau balau. Sontak, seluruh tamu undangan yang hadir melemparkan pandang ke arah suara, tepatnya di depan pintu masuk sana. Termasuk diriku yang sedang memangku Carissa dengan derai air mata haru yang tiada tara. Mataku pun langsung membelalak besar demi melihat sosok di depan. Seorang pria berkulit legam dengan tubuh kurus dan pakaian yang sangat seadanya. Bahkan kaus yang dikenakannya lebih jelek daripada kain lap di dapur kami. “Edo!” Jeritan itu berasal dari Mama yang sedang menerima sungkeman Bang Tama dan Mbak Sherly. Kulempar pandang lagi ke arah Mama, wajah beliau terperanjat. Lebih-lebih l

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   117

    BAGIAN117 Bau makanan bercampur obat kini menyeruak saat aku membuka pintu ruangan VIP tempat di mana mantan kakak iparku dirawat. Ya, Mbak Indri jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit oleh keluarga besarnya sejak kemarin. Pagi-pagi Bang Tama sudah ditelepon oleh ibunya Mbak Indri, tetapi Bang Tama menolak untuk datang menjenguk sebab masih harus mengurusi beberapa masalah bisnis. Baru hari inilah pria yang telah berhasil menyusutkan berat badannya sebanyak 15 kilogram dengan giat berolahraga itu mengiyakan permintaan keluarga sang mantan istri. Aku tahu, pasti sangat berat bagi Bang Tama untuk melakukannya. Mataku langsung membulat besar saat melihat ruangan yang seharusnya bersih dan rapi itu malah tampak acak-acakkan. Banyak sekali barang bawaan di dalam sini. belum lagi orang-orang yang berjubel duduk melantai. Terlihat Pak Surat dan Ibu Yatni yang tak la

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   116

    BAGIAN 116Dua bulan kemudian …. “Selamat, kamu telah mendapatkan apa yang kamu inginkan,” ucapan itu terdengar begitu putus asa. Lewat jeruji pembatas, kulihat senyum itu melengkung dengan getir. Sosok kurus dengan kantung mata yang terlihat menghitam itu menatapku dengan sendu. Sedih aku melihatnya. Apalagi rambutnya yang dulu lebat dan tebal, kini telah hilang. Menyisakan kepala gundul licin yang memprihatinkan. “Makasih, Mas. Ini akte cerainya. Silakan kamu simpan baik-baik,” ujarku sembari menyodorkan map berwarna kuning di mana ada selembar akta cerai dengan warna senada dan beberapa kopi salinannya. Kumasukan map itu lewat celah jeruji besi. Pria yang duduk di atas kursi dengan tangan terborgol itu hanya dapat memandangnya dengan nanar. Lambat laun, senyum di wajah Mas Hendra kembali melengkung hampa.

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   115

    BAGIAN 115UNGKAPAN CINTA “Kenapa Mama diam? Sebegitu bencinyakah Mama pada Chris? Apa salah laki-laki itu?” Mama menggelengkan kepalanya. Bagaikan daun kering yang digoyang-goyang oleh semilir angin, gerakannya. Lemah. Aku tahu pasti bahwa gelengan Mama barusan tidaklah 100% tulus. Mama hanya takut kehilanganku, tetapi belum bisa menerima apa yang sebenarnya sangat kubutuhkan. Ya, aku sadar bahwa yang kubutuhkan saat ini adalah Chris. Tak bisa kupungkiri atau kututupi lagi bahwa pria itu telah mencuri hatiku. Jangan tanyakan apa alasannya, hanya hatiku yang bisa menjawab. “Kamu … betul-betul menyukai laki-laki itu?” Mama bertanya dengan suaranya yang pelan. Dari tiap inci gerakan bibir beliau, tersirat suatu penyangkalan yang besar. Mama masih deni

  • Pesan Nyasar Dari Sahabatku   114

    BAGIAN 114 “Mbak Riri, kamu dipanggil Pak Dayu untuk menghadap ke ruangannya.” Perintah Bima yang tiba-tiba itu membuat lamunanku seketika buyar. Pundak yang sebelumnya melorot, kini terangkat tegak. Jantungku yang semula iramanya normal, kini cepat tak keru-keruan. “Kenapa cuma bengong? Cepat ke sana. Nanti kena semprot!” ujar Bima lagi dengan muka jutek. “Alah, nggak mungkin disemprot. Masa sama yayang sendiri galak, sih?” Pak An menceletuk dari kubikelnya. Dia tak menampakkan wajah. Hanya suaranya saja yang menggema plus membuat kupingku memanas seketika. Kurang ajar! Sembarangan saja kalau ngomong. “Eh, iya. Lupa!” ledek Bima sambil melengos sinis. Pria yang baru saja masuk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status