PESAN WA DARI JANDA SEBELAH
Part 3Pov RidhoAku bangkit dan bergabung dengan obrolan yang membuat kupingku panas."Eh Sena, pagi-pagi udah rapi aja," sapaku ramah. Seolah aku care sama dia. Padahal, dalam hati aku gedek setengah mati."Iya, Mas. Bentar lagi mau berangkat kerja. Kalau gitu, aku pamit dulu ya, Mas Ridho sama Meisya." Baru saja aku menyapa. Si Sena pamit untuk pulang.Aku tahu, dia pasti takut kesaing 'kan kegantengannya. Secara, dari segi mana pun aku tetaplah yang paling tampan."Eh, Ibu-Ibu, itu ada duda kembarannya So Joong Ki. Noh lihat, bikin meleleh.""Aduh, meleyot ini hati lihat wajahnya yang bikin berbunga-bunga seperti riba.""Pengen tak jadiin mantu deh dia. Biar duda nggak pa-pa, yang penting duren sawit hihihi."Aku berdecak kesal. Obrolan dari Ibu-ibu yang tengah belanja sayur mayur itu tak hentinya memuji Sena yang sedang lewat.Padahal, menurutku dia biasa saja. Ibu-ibu itu saja yang lebay. Kayak nggak pernah lihat orang ganteng aja.Meisya melangkah ke depan rumah, tanpa sepatah kata padaku."Meisya, mau ke mana?" tanyaku."Tuh …." Tunjuknya pada gerombolan Ibu-ibu berdaster sedang mengerumuni gerobak sayur."Oh, mau masak apa ntar?""Masak air biar mateng!" jawabnya tak acuh. Ia meletakkan rantang itu di kursi taman depan.Huh dasar!Daripada lihat wajah Meisya yang menyebalkan. Mendingan aku masuk ke rumah aja. Udah kangen juga sama Arga, semalaman nggak ketemu anak lucu itu.Kulihat Arga masih tertidur pulas. Wajahnya mirip sekali denganku. Kuberi ia kecupan sebentar. Setelahnya lanjut ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Kemeja berwarna biru tosca kukenakan. Setiap bentol di pipi kusentuh. Ini efek tidur di teras tadi malam, habis aku digigit nyamuk."Meisya," gumamku saat mendapati wanita itu tengah berkutat di dapur.Sengaja tangan aku lingkarkan di perutnya mesra. Agar kemarahan Meisya mereda."Istri sholehah lagi masak ternyata," bisikku di samping telinganya. Sesekali kutiup samar agar dia merasakan sesuatu.Dia tak merespon. Malah sibuk memotong tempe di atas telenan."Sayang …," lirihku lagi. Masih dengan posisi yang sama.Tiba-tiba Meisya menggidikan bahu.Ah, aku tahu. Pasti dia sedang merasai sentuhan lembut ini.Lanjut kutiup lagi tengkuk leher hingga ke dekat telinga."Kok aku merinding ya … kata orang, kalau bulu kuduk tiba-tiba berdiri. Itu artinya ada setan," celetuknya langsung membuat tanganku terlepas. Masa iya aku disamain sama setan? Nggak lucu banget!"Meisya, mana uangku? Aku mau berangkat kerja nih." Tak ingin membuat keadaan makin keruh. Terpaksa kuberanikan diri menanyakan hal penting tersebut."Tuh di atas meja. Sekalian sama bekal makan siangmu." Ia mendongakan dagu ke arah meja.Di atas meja makan, hanya ada wadah bekal dan satu lembar uang senilai 20 ribu rupiah. Ini mataku nggak salah lihat 'kan?"Mei, masa aku ke kantor cuma sangu 20 ribu. Buat apa?" protesku tak terima."Kalau nggak mau ya udah! Lagian, itu udah aku bawain bekal. Biar nanti kamu nggak makan di rumah janda sebelah!"Aku tertegun mendengarnya. Jadi, Meisya sudah tahu kalau aku pernah mampir di rumah Marimar.Degh!Jantungku terasa berhenti berdetak. Apa aku sudah keterlaluan padanya?***"Meisya! Dengarkan aku!" Aku memekik sambil mengejarnya yang tengah berlari ke kamar. Meninggalkan sepapan tempe yang tadi ia potong.Brak!Pintu ditutup dengan kasar. Sebegitu marahnyakah Meisya terhadapku? Sebelumnya dia tidak pernah membanting pintu atau berlaku grasak-grusuk seperti itu.Ekor mataku sekilas melirik jam bulat di dinding. Hampir saja kepalan tanganku menyentuh pintu. Tapi, waktu yang tidak memungkinkan. Sebentar lagi aku akan terlambat bekerja.Kuhela napas. Perlahan melangkah mundur, tangis Arga dari dalam sana membuat kakiku sulit beranjak bak terpacak bumi.Kotak bekal beserta selembar uang berwarna hijau kusam. Kubawa naik ke motor.Selama bekerja, aku selalu naik motor. Sebenarnya punya mobil, tapi si Meisya yang nggak memperbolehkan kupakai. Alasannya macetlah, inilah, itulah. Lengkap pokoknya.Padahal, kalau pakai mobil 'kan aku bisa gaya-gayaan nongkrong di mall dan bisa jalan sama Marimar tanpa sembunyi-sembunyi.Jujur, ribut dengan Meisya membuatku pusing tujuh keliling. Sikapnya selalu kekanak-kanakan. Nggak bisa menilai mana yang benar dan yang salah. Kedekatanku dengan Marimar itu hal yang biasa, dia janda anak satu dan nggak ada yang nyariin uang buat dia. Anaknya juga butuh biaya buat sekolah. Apa sebagai tetangga tidak boleh saling tolong menolong?Meisya saja yang terlalu ambil pusing dan terlalu obsesif. Dia kan perempuan, harusnya tahulah gimana perasaan Marimar yang ditinggalkan suaminya dan harus pontang panting sendiri. Eh, Meisya malah marah nggak jelas.Kutepis pikiran tentang Meisya. Biarkan dia tenang dengan sendirinya. Lama-lama nanti juga baik lagi. Gitulah wanita, susah ditebak dan banyak maunya.Motor yang kubeli tahun lalu membawaku meluncur ke kantor. Tentu aku membelinya sendiri di dealer, karena saat itu Meisya nggak ikut karena lagi hamil. Tapi, ada satu yang menjengkelkan, Meisya meminta surat kendaraan ini atas nama dia. Ya, nggak tahu diri banget 'kan? Udah aku yang beli tapi semua atas nama dia. Meski memang hasil dari uang tabungan Meisya sewaktu masih bekerja dan cuti karena berbadan dua. Ah, nyesek sekali kalau ingat. Tahu gitu dulu aku ngotot pakai namaku saja. Lelaki memang selalu kalah."Pagi, Dho. Mukamu kenapa lecek begitu? Kurang jatah lu ya semalam?" kelakar Ridwan, teman kantorku."Berisik! Sana lu balik ke tempat duduk lu. Lagi pusing gue!" Kudorong lengannya hingga mundur beberapa langkah.Dengan lesu aku duduk di depan komputer."Eh, lu tau nggak? Kalau nanti perusahaan ini bakalan ada manajer baru," celetuk Ridwan serius."Bodo ah, Wan. Nggak ambil pusing gue soal itu. Palingan, atasan kita juga pria tua. Nggak mungkinkan cewek muda dan bahenol.""Pikiran elu cuma cewek Mulu, Dho. Lu lupa ya, kalau udah punya anak sama bini. Mana bini elu cakep lagi. Dipermak dikit, beuh! Selera dia bukan elu lagi Dho. Gue aja mau sama dia."Mulut bocah ini ingin sekali kugampar."Temen apaan lu. Mau nikung bini gue!" desisku lantas memukulnya."Gitu aja marah lu, Dho. Gue cuma mau sadarin elu ya, nggak udah deh mikirin wanita lain. Apalagi si janda yang elu bilang … siapa itu namanya? Kalau nggak salah Marimas 'kan?""Marimar Ridwan! Minuman kali ah, Marimas!""Nah itu maksud gue. Dahlah, gue mau balik standby takut ntar Pak Beny ngambek." Ridwan kembali ke tempat duduknya yang berjarak sekitar 3 meter dariku.Nah kan, baru saja diomongin. Pak Beny sudah datang. Bikin mood makin hancur aja. Pemilik perusahaan itu berjalan melintasi kami para staf bersama asistennya."Heru, perintahkan pada seluruh karyawan untuk segera berkumpul. Akan ada pengumuman baru terkait perusahaan ini," kata Pak Beny pada Heru asistennya."Siap, Pak," jawab Heru patuh.Kedua pria beda umur itu berdiri tak jauh dariku.Pintu kaca transparan terbuka. Bersamaan munculnya seseorang yang kukenal.Lah, itukan Sena, ngapain dia di sini? Mau ngelamar kerja juga kah dia?Beberapa menit kami semua para karyawan sudah berkumpul di depan Pak Beny."Perhatian, sebelumnya perkenalkan dulu, itu Adi Sena anak saya satu-satunya. Yang akan menggantikan posisi saya di perusahaan ini."Glek!Ludahku mendadak tercekat. Apa? Jadi, Sena anak Pak Beny? Oh tidak! Siapa pun tolong siram aku dengan air. Agar aku terbangun dari mimpi buruk ini.BersambungPESAN WA DARI JANDA SEBELAHBab 16Tapi panggilan via telepon itu singkat sekali."Mei, kita sekarang pergi ke restoran kemarin. Alhamdulillah ada bukti rekaman CCTV yang memperlihatkan kalau mobil aku emang disengajai orang. Dan pelakunya itu laki-laki."Kedua mataku reflek membola. Dan pikiranku pun tertuju pada seseorang, bukan menuduh, ini hanya praduga saja. Semoga tidak benar."Pelakunya laki-laki? Apa jangan-jangan Mas Ridho?" Mulutku tercelos begitu saja."Belum tahu Mei, semoga bukan dia. Lagi pula, apa motif Ridho melakukan hal untuk mencelakai aku?""Bisa aja Mas Ridho dendam ke Bang Sena soal pemecatan itu," jawabku cepat."Iya Mel, tapi jangan nuduh dulu ya sebelum kita melihat bukti." Bang Sena tersenyum, walau masih membekas beberapa memar luka sisa kemarin. Ia tetap berpikir positif."Iya, Bang. Kita jadi berangkat sekarang? Gimana keadaan Bang Sena? Udah agak enakan?" Aku memastikan. Tersempil rasa khawatir yang sejujurnya tak bisa disembunyikan."Udah baik kok. Apa l
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 15Aku hanya terdiam menatap Sena. Lelaki itu pun terus memperhatikan aku yang masih mematung.Kemudian, ia melirik ke arah nakas. Tepat pada ponsel berwarna hitam yang tergeletak di sana."Apakah itu HP-ku?" tanyanya.Kuanggukan kepala.Sena meraih benda gepeng tersebut. Lantas menyalakannya. Getar pada ponsel itu membuatku yakin kalau Sena hanya berpura-pura. Masa iya, dia amnesia sama aku. Tapi ingat password HP-nya. Sungguh janggal bukan."Ehem! Pesan dari siapa tuh?" cetusku.Sena berekspresi entah. "Masa amnesia bisa ingat password?" Dekikan lesung pipinya Sena tercetak indah. Pertanda kalau ia tengah mengulum senyum."Iya, iya, aku pura-pura. Ngerjain dikit nggak pa-pa 'kan?" Tuh kan, benar dugaanku. Dia hanya bohongan."Terus Dokter tadi? Udah sekongkol sama kamu buat bohongin aku?" tegasku."Iya, Mei. Aku tuh sebenernya udah bangun dari tadi. Cuma nggak tega lihat kamu kecapean. Ya udah aku balik merem lagi, sambil sesekali lihatin kamu."
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHBab 14Kurasa sakit luar biasa di kepala. Sedikit demi sedikit, kukerjapkan mata ini untuk menyesuaikan cahaya yang menyambut.Terang binar lampu menyilaukan sekali. Ruangan asing dengan gorden berwarna cokelat berada di segala sisi.Pikiranku langsung tertuju pada seseorang. Sena, di mana dia? Seingatku, tadi kami kecelakaan berduan. Tapi hingga kini tak kutemui sosok pria berperawakan tinggi tersebut."Aduh …," lenguhku sedikit lirih. Suster berjilbab biru menghampiri. "Sudah sadar, Bu?" tanyanya tersenyum ramah."Iya, Sus. Di mana pria yang kecelakaan sama saya?" Pelan aku menggerakkan tubuh mencoba untuk mengatur posisi duduk."Ibu jangan bangun dulu ya." Suster agak menekan lenganku, menyuruhku untuk kembali terbaring. "saya periksa dulu, nanti kalau sudah selesai Ibu boleh menjenguk pasien bernama Adi Sena." Alat stetoskop itu Suster arahkan ke area dadaku. Memeriksa denyut nadi di sana. "Semuanya bagus. Nggak ada cidera serius. Kalau kepalanya ma
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 13"Emangnya … siapa Bang wanita cinta pertamamu?" tanyaku ingin tahu. Ternyata, jadi tukang keppo itu nggak enak. Mau tak acuh, tapi penasaran. Nyiksa batin banget, sumpah!"Kamu kenal kok siapa dia. Nanti juga tahu." Ya, jawaban Sena membungkam mulutku. Dahlah, nggak bakalan lagi aku nanya ke dia. Sikapnya masih sama seperti dulu, nggak bisa terbuka sama sekali. Padahal kita kenal cukup lama. Baiklah, aku nggak akan lagi usik privasi dia."Kenapa mukanya berubah bete gitu?" Aku menghela napas. Sena nyeletuk sambil memperhatikanku walau sekilas."Enggak. Siapa yang bete sih, orang biasa aja kok," kilahhku. Sebenarnya aku emang lagi kesal sama dia. Tapi nggak enak juga kalau ngomong gamblang soal masalah tadi."Pasti gara-gara itu 'kan?" tekannya."Itu yang mana sih, Bang?" sungutku agak cemberut."Soal gadis di masalalu." Dia meringis. "dulu, aku tuh cupu banget ya, Mei?" lanjutnya menghela napas berat."Enggak. Dulu Bang Sena tuh keren banget malah
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 12Pov Meisya❤️❤️❤️Butiran bening membasahi telapak tangan yang sengaja aku tengadahkan untuk merasai sentuhan hujan. Deru mesin mobil Sena berhenti tepat di depanku. Dengan sigap lelaki itu melepas jas hitamnya dan memayungi aku yang masih canggung atas perlakuannya.Awalnya aku menggeleng sebagai pertanda penolakan. Tetapi, ia tetap kukuh dan malah merengkuh pundak ini untuk masuk ke dalam mobilnya. Sena memang seperhatian itu. Sejak awal dia yang selalu mendampingi, menjalani hari-hari terberat saat mengurus perpisahan dengan Mas Ridho. Akhirnya … aku lega, sudah resmi bercerai dengan lelaki yang tak pernah bisa menghargai.Keadaan Mas Ridho saat kulihat tadi pagi sangatlah buruk. Rambut acak-acakan dan gondrong, kumis serta jenggot yang yang tak pernah dicukur terlihat menambah kesan tua pada wajahnya. Beda sekali saat kami masih bersama dulu. "Meisya … kenapa melamun?" Netraku yang menatap kosong ke arah spion langsung beralih pada Sena."Ngg
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 11"Mei-Meisya, ini beneran kamu 'kan?" Mataku berbinar. Aku segera berdiri menyambut kedatangan wanita langsing berparas ayu tersebut."Iya, ini aku," jawabnya sembari melangkah mendekat."Aku yakin, kamu ke sini pasti minta rujuk 'kan? Aku yakin sekali Mei, pasti hati kamu bakalan luluh dan mau maafin aku." Meisya tersenyum mendengar perkataanku. Menurutku, itu sebagai sinyal kalau dia mau kembali memperbaiki hubungan kami lagi. Kendati pun, kamu juga punya Arga yang perlu dibesarkan bersama-sama.Jemari Meisya yang kuku-kukunya dicat pakai kutek warna merah terang, menelusup masuk ke dalam tas yang ia bawa."Ini Mas, surat cerai kita. Sekarang, kita sudah bukan siapa-siapa lagi. Mohon terima ya, Mas. Semoga kamu bisa secepatnya menikah dengan wanita impianmu. Wanita cantik, seksi, dan yang jelas masakannya jauh lebih enak dariku. Oya, kamu boleh kok kalau mau ketemu Arga. Mau bagaimanapun, Arga itu darah dagingmu Mas, aku nggak mau dicap sebagai wa