PESAN WA DARI JANDA SEBELAH
PART 2POV RIDHO"Duda …," gumamku pelan.Pasti si Sena dah itu. Ngapain sih, Meisya pakai acara kasih dia makanan. Nggak tahu apa, kalau suaminya sendiri lagi kelaparan. Menyebalkan! Kalau tahu bakalan begini, mendingan tadi aku makan aja di rumah Marimar, si janda anak satu yang bodynya aduhai bikin meleyot.Selera makanku langsung sirna. Ketika yang tersaji di atas meja cuma tumis tauge dan nasi saja.Aku terduduk. Lantas meneguk segelas air karena tenggorokan ini mendadak panas."Besok-besok, kalau mau kasih makanan ke tetangga. Kira-kira dong, lihat dulu suami udah makan apa belum," kataku sembari melirik Meisya yang tengah memberikan susu pada Arga putra kami."Lah, kan aku tadi udah bilang, Mas. Kalau aku tadi masak sop buntut sama iga. Kamu 'kan ada kolesterol, terus aku masaknya juga keasinan. Makanya aku kasih makanan itu ke Bang Sena," jawab Meisya tanpa merasa bersalah sedikit pun.Heran sama dia. Masa tetangga lebih penting dari suami. Yang cari nafkah buat dia kan aku. Bukan duda depan rumah yang kata orang-orang mirip Bang Juki aktor Korea itu."Setelah makan 'kan bisa minum obat kolesterol, Mei," selaku agar membuat Meisya lekas tersadar. Bahwa yang dilakukannya itu salah."Ya udahlah, Mas. Kalau kamu nggak ikhlas aku kasih makanan itu ke Bang Sena. Besok pagi kamu ambil deh makanan itu. Tapi dalam bentuk berbeda," cetus Meisya lalu menggendong Arga yang baru berumur 6 bulan tersebut.Dalam bentuk berbeda? Apa maksudnya?Sebentar, jangan-jangan maksud Meisya dalam bentuk emas batangan dalam kloset lagi. Hih, menjijikkan! Kenapa Meisya yang selalu pendiam sekarang malah pandai menjawab sih! Bikin aku mati kutu.Kesal lama-lama debat sama Meisya. Mendingan aku ke luar cari makan. Atau enggak, melipir ke rumah Marimar dulu ah. Siapa tahu dia masak yang enak-enak lagi.Kuhentakan kaki menuju kamar."Mau ke mana, Mas? Nggak jadi makan?" pekik Meisya ketika aku sampai di ambang pintu kamar."Nggak! Nggak laper. Aku mau pergi dulu ya, mau COD barang," sahutku lalu mengambil dompet yang tergeletak di atas nakas. Dan memasukkannya ke saku celana bagian belakang.Meisya tak lagi menegur saat aku melintasi ia yang sedang duduk bermain dengan Arga.Bagus deh, kalau si Meisya tak banyak bertanya. Aku jadi leluasa untuk pergi ke manapun yang kumau. Tanpa pusing memikirkan alasan untuk dia.[Cantik, Mas Ridho mau otewe nih. Kamu lagi di rumah 'kan?] Satu pesan kukirim pada Marimar.Tak lama kemudian.[Maaf, Mas. Aku lagi nggak ada di rumah. Besok kita ketemuan ya." Balas Marimar. Setelahnya dia tak aktif lagi.Aku mendengus. Kalau nggak ke rumah Marimar. Terus aku mau ke mana?Ini cacing di perut sudah meronta minta di isi. Gengsi juga kalau harus masuk lagi ke dalam buat makan masakan Meisya.Motor metic aku nyalakan. Cepat tancap gas menuju warung Mang Tarjo bakul ketoprak langgananku."Mang, ketoprak porsi kuli lengkap ya." Aku langsung memesan makanan ketika sampai."Oke siap." Jemari Mang Tarjo bergerak cepat. Menyiapkan pesanku.Sekitar dua puluh menit. Semua makan sepiring penuh sudah pindah ke lambungku. Ah, akhirnya rasa lapar ini hilang juga."Berapa Mang?""Biasa, 25 ribu Dho. Karena tadi kamu mintanya porsi mukbang 'kan?" Mang Tarjo berkata seraya mengambil piring bekas makanku.Dompet kurogoh untuk mengambil uang.Bola mata ini terbelalak ketika mendapati dompet yang kosong melompong.Pasti Meisya yang sudah mengambil uangku. Kurang asem!"Mang, aku pulang dulu ya, mau ngambil uang. Nanti aku balik lagi.""Eh, nggak bisa gitu. Kalau kamu nggak bisa bayar. Mendingan cuci piring aja. Kebetulan saya lagi butuh asisten malam ini," sergah Mang Tarjo."Aku bukan nggak bisa bayar, Mang. Tapi uangku ketinggalan," timpalku. Semoga dia luluh dan tidak jadi menyuruhku cuci piring."Nggak! Kalau kamu mau pulang cuci piring dulu," ketus pria bercamban ini."Tapi Mang …." Aku memelas. Pelit sekali dia, ngutang sebentar saja tidak boleh.Mang Tarjo malah mendelik.Aku menelan saliva. Agak seram juga mukanya."I-iya, Mang. Saya cuci piring." Dengan kelabakan. Tanganku mulai membersihkan sisa makanan yang menempel di piring.*Sial! Sudah capek kerja. Disuruh cuci piring pula karena nggak mampu bayar.Sesampainya di rumah. Ada hal yang lagi-lagi membuatku jengkel. Pintu ini dikunci sama Meisya. Dan dia tak pernah nyahut berkali-kali kupanggil.Alamak! Tidur di luarlah aku malam ini. Duh apes!Lelah mengetuk pintu sambil berteriak. Aku memutar badan, berjalan ke arah jendela yang terhubung dengan kamar kami.Tok! Tok!"Meisya! Buka pintunya, Sayang. Mas ngantuk pengen masuk." Teriakku dengan mengetuk kaca jendela.Gorden tak tersibak sedikit pun. Hanya hening yang ada. Si Meisya juga tak menjawab ucapanku."Mei! Bangun! Jangan biarkan Mas tidur di luar. Besok Mas kerja Sayang." Teriakku lagi semakin nyaring.Masih sunyi. Orang di dalam sana sama sekali tak merespon."Meisya … Mas janji bakalan beliin apa aja yang kamu mau. Asal buka pintunya ya, atau kamu mau kalung?"Sengaja kupancing ia dengan itu. Agar mau, pastilah mau. Perempuan kan memang begitu, ditawarin yang mentereng dikit langsung nyahut kayak ikan dikasih umpan.Kuhitung sampai tiga.Satu, dua, ti … ga!Sregh!Benar dugaanku. Meisya membuka gorden dan berdiri di depanku tersekat kaca."Sayang, buka pintunya dong. Mas ngantuk." Aku meringis mengatakan. Senyum ini pasti akan meluluh lantakkan kemarahan Meisya yang sedang membatu.Ia menaikan tangan bersedekap di dada."Tadi, kamu bilang apa, Mas? Mau beliin aku kalung? Sama apa aja yang aku mau?" ucapnya sumringah."Iya, tapi jangan marah lagi. Cepetan bukain pintunya," pintaku to the point."Hah, jangan harap kamu bisa tidur di rumah malam ini. Aku nggak butuh bujuk rayu kamu, Mas. Apalagi, sok-sok'an mau beliin aku kalung. Kalau mau, ya aku beli sendirilah. Kamu lupa ya, uang kamu udah pindah semua ke tanganku. Enak 'kan makan ketoprak tapi nggak bisa bayar disuruh cuci piring pula," sinis Meisya tersenyum miring."Loh kok kamu tahu kalau aku disuruh cuci piring? Jangan-jangan, kamu ya yang nyuruh Mang Tarjo?" Wah, wah, nggak nyangka kalau itu ulah Meisya. Pantesan aja tadi aku merasa aneh."Kalau iya, emangnya kenapa? Nggak terima. Ya udah ya, aku mau tidur. Selamat berkemah di teras malam ini. Goodbye!"Meisya kembali menutup gorden. Wanita kalau lagi marah, ngeri banget ternyata. Nyaliku tadi menciut saat berhadapan dengannya. Tatapan matanya itu loh, seperti elang. Tajam dan menewaskan.Terpaksa terima nasib malam ini. Tidur di teras dengan perasaan carut marut yang menemani.Hempasan angin menyentuh kulit. Aku meringkuk sambil menepuk nyamuk yang terasa sakit menggigit.Sofa ini terasa sempit sekali. Sampai kesemutan kakiku karena meringkuk kedinginan, juga tak dapat bergerak bebas.Argh! Benar-benar menyebalkan si Meisya. Untung saja dia cantik, coba kalau enggak. Udah aku balikin dia ke orangtuanya. Eh tapi, ini rumah 'kan milik Meisya. Kalau aku pisah sama dia. Pasti aku yang terusir dari rumah ini. Menyedihkan sekali nasibku. Mau nikah sama Marimar juga dia masih ngontrak. Belum punya rumah sendiri. Sudah pasti susah kalau aku sama dia.*"Sayur … sayur …!"Pagi-pagi sudah berisik tukang sayur lewat sembari berteriak.Kubuka mata paksa. Tepat Meisya sedang melintas dan barusan menutup pintu.Mungkin dia mau belanja. Pikirku.Baru saja istriku turun dari lantai teras. Duda depan rumah sudah datang kemari. Ngapain sih dia? Pagi-pagi begini sudah bertamu. Dasar tidak tahu etika!"Pagi Mei, aku mau balikin rantang ini. Udah aku cuci bersih kok. Makasih banget ya, masakan kamu enak. Pasti laris nih kalau jualan," kata si Sena memuji Meisya dengan senyuman tersungging."Wah, aku loh yang harusnya makasih. Kamu udah mau nyicipin masakan aku yang amburadul nggak jelas," balas Meisya. Ekor matanya melirikku sekilas."Eh, kata siapa nggak enak? Lidahnya buntung kali ya yang bilang masakan kamu nggak enak. Orang enak banget kok, aku aja sampai ketagihan." Sena meringis. Memamerkan deretan gigi putih nan bersih. Masalah penampilan, dia memang selalu rapi dan modis. Tapi tentu aku jauh lebih tampan darinya."Buaya kali ah Bang yang buntung." Meisya tertawa lepas.Jangan-jangan, dia nyindir aku nih. Semua gara-gara duda ganjen itu.*TbcJangan lupa tinggalkan jejak ya. ❤️❤️PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 3Pov RidhoAku bangkit dan bergabung dengan obrolan yang membuat kupingku panas."Eh Sena, pagi-pagi udah rapi aja," sapaku ramah. Seolah aku care sama dia. Padahal, dalam hati aku gedek setengah mati."Iya, Mas. Bentar lagi mau berangkat kerja. Kalau gitu, aku pamit dulu ya, Mas Ridho sama Meisya." Baru saja aku menyapa. Si Sena pamit untuk pulang. Aku tahu, dia pasti takut kesaing 'kan kegantengannya. Secara, dari segi mana pun aku tetaplah yang paling tampan."Eh, Ibu-Ibu, itu ada duda kembarannya So Joong Ki. Noh lihat, bikin meleleh.""Aduh, meleyot ini hati lihat wajahnya yang bikin berbunga-bunga seperti riba.""Pengen tak jadiin mantu deh dia. Biar duda nggak pa-pa, yang penting duren sawit hihihi."Aku berdecak kesal. Obrolan dari Ibu-ibu yang tengah belanja sayur mayur itu tak hentinya memuji Sena yang sedang lewat.Padahal, menurutku dia biasa saja. Ibu-ibu itu saja yang lebay. Kayak nggak pernah lihat orang ganteng aja.Meisya melangkah k
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 4"Lu kenapa mangap mulu, Dho? Kesambet lu?" bisik Ridwan pelan.Dia memang berdiri di sampingku. Jadi leluasa untuk kami gibah bersama. Apalagi, tempat kami berdua yang berada di belakang. Amanlah si Sena nggak lihat. Kalau pun Sena lihat, malu gengsi aku jadi bawahan duda itu."Diam lu!" balasku juga berbisik.Mataku sambil mendelik melihat ke arah Sena yang sedang di sisi bapaknya. Pria tinggi semampai itu memakai kacamata hitam dengan balutan kemeja yang senada dengan warna celananya. Hitam-hitam semua, udah kayak mau ngelayat aja dia pakaiannya. Nggak style banget.Desis-desis pegawai wanita tak hentinya berbisik dengan tatapan mengarah pada Sena. Hih, dasar wanita! Lihat yang bening dikit udah nggak bisa berpaling. Gantengan juga gue di sini."Selamat pagi semua," sambut Sena setelah melepas kacamata lalu diselipkan di kancing kemejanya."Pagi, Pak," jawab kami serentak."Perkenalkan, saya Adi Sena. Atasan baru kalian yang akan sepenuhnya mengam
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 5"Meisya …," ucapku tertahan. Nggak mungkin juga aku memanggilnya disituasi begini."Mohon dibantu kerja samanya ya teman-teman. Kalau misalkan ada sesuatu yang belum saya pahami. Tolong dibimbing, dan jangan bosan berteman dengan saya ya," tutur Meisya berdiri tegap. Senyum manis itu selalu menghiasi bibir tipisnya yang berbalut gincu warna merah berani.Penampilan Meisya berubah 180 derajat ketika di rumah dan sekarang berdiri di depanku. Biasanya, rambut Meisya selalu hitam lurus. Tidak pernah dicat sama sekali. Tapi sekarang, gaya rambutnya saja sudah berubah. Ia malah mirip bule tapi wajahnya lokal. Kesan manis pada wajah baby face Meisya makin terpancar. Aura berkelasnya muncul dengan gaya bicaranya yang humble namun tak mengurangi kesan serius. Aku begitu terpanah melihatnya, baru kusadari, ternyata Meisya bisa secantik itu. Ingin sekali aku menghambur memluk pinggang ramping Meisya dan mendaratkam kecupan lama di pipinya. Oh Meisya, kau begi
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 6"Cukup!" Meisya memekik.Plak!Ia menampar pipiku keras.Meisya membantu Sena untuk berdiri tegak. Lelaki itu memegangi area pinggir bibirnya. "Ayo kita pergi." Kuraih tangan Marimar. Dan lekas mengajaknya meninggalkan kafe.Sekilas, aku dan Meisya saling tatap. Namun, jarak yang terus memangkas membuat ia kembali fokus pada Sena.*"Mas, kok kamu milih keluar dari perusahaa itu sih?" Baru saja aku dan Marimar tiba di rumahnya. Ia menanyakan hal yang memancing kembali emosiku."Kamu mau aku terlihat memalukan harus mengemis pada Bos kepar4t itu?" jawabku sembari bersandar di sofa."Bukan gitu, Mas. Terus kamu kerja di mana lagi dong? Sekarang nyari kerja susah, Mas. Dan di situ salah satu perusahaan yang gajinya gede." Marimar terus saja mengomel. Membuat kepalaku makin pusing."Nanti aku cari kerja yang lain lagi. Sekarang aku mau selesaikan masalahku sama Meisya dulu." Kuhela napas lantas mengembuskannya ke udara. Agar sedikit mengurangi beban di
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 7Kutarik paksa baju Meisya di bagian dada hingga sobek.Kali ini, dia nggak akan bisa melawanku. Emangnya enak, berhari-hari didiemin nggak dikasih jatah. Sekarang lihat saja, kalau aku sudah bergerak. Tamatlah riwayatmu Meisya!Tatapan kami saling beradu. Aku menyeringai bagai serigala yang hampir menikmati mangsa. Wajah Meisya yang tadi ketakutan, sekarang malah mendongak padaku.Bugh!Aku meringis. Kala sebuah tendangan mendarat di area kejantananku.Gerakan Meisya tadi sangat cepat. Tak kalah cepatnya dari kilat.Tubuhku terhuyung mundur. Sembari memegangi area selakangan. Rasa sakit luar biasa hingga membuat bibir ini berdesis menahan."Sakit nggak? Mau lagi? Jangan macam-macam kamu, Mas! Kamu lupa ya, kalau dulu aku pernah jadi atlet Karate." Ia mencibir. Sedikit merunduk melihat aku tengah kesakitan terlihat membuat wajahnya senang.Baju Meisya yang terkoyak hingga memperlihatkan dada bagian atasnya. Ia busungkan seperti pemenang."Me-Meisya! T
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 8Wanita melambaikan tangan ke arah mobil. Setelah Sena datang membuka pagar.Dua orang paruh baya ke luar dari pintu mobil. Lalu turut masuk ke rumah Sena.Ya elah, aku kira itu si Sena mau berduaan. Ternyata enggak. Gagal deh aku balas dendamnya. Argh! Terus gimana ini nasibku? Aku harus tidur di mana?Tak lama, kulihat Marimar barusan ke luar dari rumah sambil menelepon.Posisiku yang berada di dekat tiang listrik tidak kelihatan kalau dari depan rumah Marimar. "Halo, Mas. Jemput aku di pertigaan depan ya,", ucap Marimar dengan telepon genggamnya.Aku tak dapat mendengar jelas suara orang yang sedang berbincang dengannya."Tenang aja, nanti kalau tarifnya sesuai aku pasti mainnya bakal hot" tukasnya lagi.Apa maksud Marimar? Dia teleponan sama siapa kok ngobrolnya gitu amat.Ia mengayunkan kaki menuju jalan raya pertigaan. Kutinggalkan koper dan aquarium ini untuk mengikuti langkah Marimar.Setelah sampai. Mobil Alphard berwarna hitam terparkir di
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 9Perasaanku tak karuan. Wanita yang dimaksud itu jangan-jangan …. Marimar. Tapi, nggak mungkin dia bekerja kayak begitu.Ting!Bunyi ponsel yang bukan punyaku menjeda obrolan Sena dengan Zain.Zain menatap benda gepeng tersebut."Sena, aku pergi dulu ya. Timku udah ngumpul di depan. Mau siap-siap penggrebekan," ujar Zain. Lalu memasukan ponselnya ke saku celana."Iya, Zain. Selamat bertugas ya," balas Sena. Kedua lelaki itu bersalaman gaul ala anak jaman sekarang."Em, Zain! Kita boleh ikutan nggak? Soalnya, kayaknya aku kenal sama yang bersangkutan," sergahku. Semoga Zain memperbolehkan."Kayaknya nggak bisa deh, Mas. Soalnya ini ….""Ayolah, Mas. Saya mohon," kataku memelas."Bolehin ajalah, Zain. Dia ini teman aku." Sena menyahut. Dan akhirnya Zain mengizinkan."Iya, udah." Zain menghela napas. Kelihatan sekali kalau dia terpaksa mengiyakan. Tak apa, yang penting aku bisa melihat sendiri nanti. Siapa wanita yang jadi buronan itu.Aku dan Sena menge
PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 10"Itu bukan karma! Tadi … Meisya cuma lagi ngambek aja," elakku. "Emangnya aku percaya? Ya jelas enggaklah, Mas. Udah ya, mendingan sekarang Mas Ridho turun dari mobilku. Atau aku kunci nih?!" Duda satu ini sudah berani mengancam. Sial, aku nggak bisa berbuat apa-apa lagi selain menuruti perintah Sena."Iya, ya!" Aku ke luar. Lalu menutup pintu mobil dengan kasar.Hih! Biar rusak sekali tuh pintu! Batinku geregetan.Pagar rumah Sena terbuka sendiri. Ya, aku tahu kalau dia pakai remote control.Masalahnya cuma satu. Sekarang aku harus tidur di mana?Sena nggak ngebolehin aku nginep di rumah dia. Lalu Meisya, dia pasti juga bakalan ngusir aku lagi kalau balik ke rumahnya. Dan Marimar, wanita itu malah ternyata cewek nggak benar. Sumpah, nyesel banget kenal janda satu itu.Aku melangkah gontai. Kembali ke koper dan akuarium yang ternyata masih utuh berada di tempatnya. Lagian, siapa juga yang mau nyolong dua benda tak berharga itu.Botol bekas air min