Share

2. POV Ridho

Penulis: Nurja
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-01 11:37:26

PESAN WA DARI JANDA SEBELAH

PART 2

POV RIDHO

"Duda …," gumamku pelan.

Pasti si Sena dah itu. Ngapain sih, Meisya pakai acara kasih dia makanan. Nggak tahu apa, kalau suaminya sendiri lagi kelaparan. Menyebalkan! Kalau tahu bakalan begini, mendingan tadi aku makan aja di rumah Marimar, si janda anak satu yang bodynya aduhai bikin meleyot.

Selera makanku langsung sirna. Ketika yang tersaji di atas meja cuma tumis tauge dan nasi saja.

Aku terduduk. Lantas meneguk segelas air karena tenggorokan ini mendadak panas.

"Besok-besok, kalau mau kasih makanan ke tetangga. Kira-kira dong, lihat dulu suami udah makan apa belum," kataku sembari melirik Meisya yang tengah memberikan susu pada Arga putra kami.

"Lah, kan aku tadi udah bilang, Mas. Kalau aku tadi masak sop buntut sama iga. Kamu 'kan ada kolesterol, terus aku masaknya juga keasinan. Makanya aku kasih makanan itu ke Bang Sena," jawab Meisya tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Heran sama dia. Masa tetangga lebih penting dari suami. Yang cari nafkah buat dia kan aku. Bukan duda depan rumah yang kata orang-orang mirip Bang Juki aktor Korea itu.

"Setelah makan 'kan bisa minum obat kolesterol, Mei," selaku agar membuat Meisya lekas tersadar. Bahwa yang dilakukannya itu salah.

"Ya udahlah, Mas. Kalau kamu nggak ikhlas aku kasih makanan itu ke Bang Sena. Besok pagi kamu ambil deh makanan itu. Tapi dalam bentuk berbeda," cetus Meisya lalu menggendong Arga yang baru berumur 6 bulan tersebut.

Dalam bentuk berbeda? Apa maksudnya?

Sebentar, jangan-jangan maksud Meisya dalam bentuk emas batangan dalam kloset lagi. Hih, menjijikkan! Kenapa Meisya yang selalu pendiam sekarang malah pandai menjawab sih! Bikin aku mati kutu.

Kesal lama-lama debat sama Meisya. Mendingan aku ke luar cari makan. Atau enggak, melipir ke rumah Marimar dulu ah. Siapa tahu dia masak yang enak-enak lagi.

Kuhentakan kaki menuju kamar.

"Mau ke mana, Mas? Nggak jadi makan?" pekik Meisya ketika aku sampai di ambang pintu kamar.

"Nggak! Nggak laper. Aku mau pergi dulu ya, mau COD barang," sahutku lalu mengambil dompet yang tergeletak di atas nakas. Dan memasukkannya ke saku celana bagian belakang.

Meisya tak lagi menegur saat aku melintasi ia yang sedang duduk bermain dengan Arga.

Bagus deh, kalau si Meisya tak banyak bertanya. Aku jadi leluasa untuk pergi ke manapun yang kumau. Tanpa pusing memikirkan alasan untuk dia.

[Cantik, Mas Ridho mau otewe nih. Kamu lagi di rumah 'kan?] Satu pesan kukirim pada Marimar.

Tak lama kemudian.

[Maaf, Mas. Aku lagi nggak ada di rumah. Besok kita ketemuan ya." Balas Marimar. Setelahnya dia tak aktif lagi.

Aku mendengus. Kalau nggak ke rumah Marimar. Terus aku mau ke mana?

Ini cacing di perut sudah meronta minta di isi. Gengsi juga kalau harus masuk lagi ke dalam buat makan masakan Meisya.

Motor metic aku nyalakan. Cepat tancap gas menuju warung Mang Tarjo bakul ketoprak langgananku.

"Mang, ketoprak porsi kuli lengkap ya." Aku langsung memesan makanan ketika sampai.

"Oke siap." Jemari Mang Tarjo bergerak cepat. Menyiapkan pesanku.

Sekitar dua puluh menit. Semua makan sepiring penuh sudah pindah ke lambungku. Ah, akhirnya rasa lapar ini hilang juga.

"Berapa Mang?"

"Biasa, 25 ribu Dho. Karena tadi kamu mintanya porsi mukbang 'kan?" Mang Tarjo berkata seraya mengambil piring bekas makanku.

Dompet kurogoh untuk mengambil uang.

Bola mata ini terbelalak ketika mendapati dompet yang kosong melompong.

Pasti Meisya yang sudah mengambil uangku. Kurang asem!

"Mang, aku pulang dulu ya, mau ngambil uang. Nanti aku balik lagi."

"Eh, nggak bisa gitu. Kalau kamu nggak bisa bayar. Mendingan cuci piring aja. Kebetulan saya lagi butuh asisten malam ini," sergah Mang Tarjo.

"Aku bukan nggak bisa bayar, Mang. Tapi uangku ketinggalan," timpalku. Semoga dia luluh dan tidak jadi menyuruhku cuci piring.

"Nggak! Kalau kamu mau pulang cuci piring dulu," ketus pria bercamban ini.

"Tapi Mang …." Aku memelas. Pelit sekali dia, ngutang sebentar saja tidak boleh.

Mang Tarjo malah mendelik.

Aku menelan saliva. Agak seram juga mukanya.

"I-iya, Mang. Saya cuci piring." Dengan kelabakan. Tanganku mulai membersihkan sisa makanan yang menempel di piring.

*

Sial! Sudah capek kerja. Disuruh cuci piring pula karena nggak mampu bayar.

Sesampainya di rumah. Ada hal yang lagi-lagi membuatku jengkel. Pintu ini dikunci sama Meisya. Dan dia tak pernah nyahut berkali-kali kupanggil.

Alamak! Tidur di luarlah aku malam ini. Duh apes!

Lelah mengetuk pintu sambil berteriak. Aku memutar badan, berjalan ke arah jendela yang terhubung dengan kamar kami.

Tok! Tok!

"Meisya! Buka pintunya, Sayang. Mas ngantuk pengen masuk." Teriakku dengan mengetuk kaca jendela.

Gorden tak tersibak sedikit pun. Hanya hening yang ada. Si Meisya juga tak menjawab ucapanku.

"Mei! Bangun! Jangan biarkan Mas tidur di luar. Besok Mas kerja Sayang." Teriakku lagi semakin nyaring.

Masih sunyi. Orang di dalam sana sama sekali tak merespon.

"Meisya … Mas janji bakalan beliin apa aja yang kamu mau. Asal buka pintunya ya, atau kamu mau kalung?"

Sengaja kupancing ia dengan itu. Agar mau, pastilah mau. Perempuan kan memang begitu, ditawarin yang mentereng dikit langsung nyahut kayak ikan dikasih umpan.

Kuhitung sampai tiga.

Satu, dua, ti … ga!

Sregh!

Benar dugaanku. Meisya membuka gorden dan berdiri di depanku tersekat kaca.

"Sayang, buka pintunya dong. Mas ngantuk." Aku meringis mengatakan. Senyum ini pasti akan meluluh lantakkan kemarahan Meisya yang sedang membatu.

Ia menaikan tangan bersedekap di dada.

"Tadi, kamu bilang apa, Mas? Mau beliin aku kalung? Sama apa aja yang aku mau?" ucapnya sumringah.

"Iya, tapi jangan marah lagi. Cepetan bukain pintunya," pintaku to the point.

"Hah, jangan harap kamu bisa tidur di rumah malam ini. Aku nggak butuh bujuk rayu kamu, Mas. Apalagi, sok-sok'an mau beliin aku kalung. Kalau mau, ya aku beli sendirilah. Kamu lupa ya, uang kamu udah pindah semua ke tanganku. Enak 'kan makan ketoprak tapi nggak bisa bayar disuruh cuci piring pula," sinis Meisya tersenyum miring.

"Loh kok kamu tahu kalau aku disuruh cuci piring? Jangan-jangan, kamu ya yang nyuruh Mang Tarjo?" Wah, wah, nggak nyangka kalau itu ulah Meisya. Pantesan aja tadi aku merasa aneh.

"Kalau iya, emangnya kenapa? Nggak terima. Ya udah ya, aku mau tidur. Selamat berkemah di teras malam ini. Goodbye!"

Meisya kembali menutup gorden. Wanita kalau lagi marah, ngeri banget ternyata. Nyaliku tadi menciut saat berhadapan dengannya. Tatapan matanya itu loh, seperti elang. Tajam dan menewaskan.

Terpaksa terima nasib malam ini. Tidur di teras dengan perasaan carut marut yang menemani.

Hempasan angin menyentuh kulit. Aku meringkuk sambil menepuk nyamuk yang terasa sakit menggigit.

Sofa ini terasa sempit sekali. Sampai kesemutan kakiku karena meringkuk kedinginan, juga tak dapat bergerak bebas.

Argh! Benar-benar menyebalkan si Meisya. Untung saja dia cantik, coba kalau enggak. Udah aku balikin dia ke orangtuanya. Eh tapi, ini rumah 'kan milik Meisya. Kalau aku pisah sama dia. Pasti aku yang terusir dari rumah ini. Menyedihkan sekali nasibku. Mau nikah sama Marimar juga dia masih ngontrak. Belum punya rumah sendiri. Sudah pasti susah kalau aku sama dia.

*

"Sayur … sayur …!"

Pagi-pagi sudah berisik tukang sayur lewat sembari berteriak.

Kubuka mata paksa. Tepat Meisya sedang melintas dan barusan menutup pintu.

Mungkin dia mau belanja. Pikirku.

Baru saja istriku turun dari lantai teras. Duda depan rumah sudah datang kemari. Ngapain sih dia? Pagi-pagi begini sudah bertamu. Dasar tidak tahu etika!

"Pagi Mei, aku mau balikin rantang ini. Udah aku cuci bersih kok. Makasih banget ya, masakan kamu enak. Pasti laris nih kalau jualan," kata si Sena memuji Meisya dengan senyuman tersungging.

"Wah, aku loh yang harusnya makasih. Kamu udah mau nyicipin masakan aku yang amburadul nggak jelas," balas Meisya. Ekor matanya melirikku sekilas.

"Eh, kata siapa nggak enak? Lidahnya buntung kali ya yang bilang masakan kamu nggak enak. Orang enak banget kok, aku aja sampai ketagihan." Sena meringis. Memamerkan deretan gigi putih nan bersih. Masalah penampilan, dia memang selalu rapi dan modis. Tapi tentu aku jauh lebih tampan darinya.

"Buaya kali ah Bang yang buntung." Meisya tertawa lepas.

Jangan-jangan, dia nyindir aku nih. Semua gara-gara duda ganjen itu.

*

Tbc

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. ❤️❤️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   16. Kok bisa?

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHBab 16Tapi panggilan via telepon itu singkat sekali."Mei, kita sekarang pergi ke restoran kemarin. Alhamdulillah ada bukti rekaman CCTV yang memperlihatkan kalau mobil aku emang disengajai orang. Dan pelakunya itu laki-laki."Kedua mataku reflek membola. Dan pikiranku pun tertuju pada seseorang, bukan menuduh, ini hanya praduga saja. Semoga tidak benar."Pelakunya laki-laki? Apa jangan-jangan Mas Ridho?" Mulutku tercelos begitu saja."Belum tahu Mei, semoga bukan dia. Lagi pula, apa motif Ridho melakukan hal untuk mencelakai aku?""Bisa aja Mas Ridho dendam ke Bang Sena soal pemecatan itu," jawabku cepat."Iya Mel, tapi jangan nuduh dulu ya sebelum kita melihat bukti." Bang Sena tersenyum, walau masih membekas beberapa memar luka sisa kemarin. Ia tetap berpikir positif."Iya, Bang. Kita jadi berangkat sekarang? Gimana keadaan Bang Sena? Udah agak enakan?" Aku memastikan. Tersempil rasa khawatir yang sejujurnya tak bisa disembunyikan."Udah baik kok. Apa l

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   15. CCTV

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 15Aku hanya terdiam menatap Sena. Lelaki itu pun terus memperhatikan aku yang masih mematung.Kemudian, ia melirik ke arah nakas. Tepat pada ponsel berwarna hitam yang tergeletak di sana."Apakah itu HP-ku?" tanyanya.Kuanggukan kepala.Sena meraih benda gepeng tersebut. Lantas menyalakannya. Getar pada ponsel itu membuatku yakin kalau Sena hanya berpura-pura. Masa iya, dia amnesia sama aku. Tapi ingat password HP-nya. Sungguh janggal bukan."Ehem! Pesan dari siapa tuh?" cetusku.Sena berekspresi entah. "Masa amnesia bisa ingat password?" Dekikan lesung pipinya Sena tercetak indah. Pertanda kalau ia tengah mengulum senyum."Iya, iya, aku pura-pura. Ngerjain dikit nggak pa-pa 'kan?" Tuh kan, benar dugaanku. Dia hanya bohongan."Terus Dokter tadi? Udah sekongkol sama kamu buat bohongin aku?" tegasku."Iya, Mei. Aku tuh sebenernya udah bangun dari tadi. Cuma nggak tega lihat kamu kecapean. Ya udah aku balik merem lagi, sambil sesekali lihatin kamu."

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   14. Kecelakaan

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHBab 14Kurasa sakit luar biasa di kepala. Sedikit demi sedikit, kukerjapkan mata ini untuk menyesuaikan cahaya yang menyambut.Terang binar lampu menyilaukan sekali. Ruangan asing dengan gorden berwarna cokelat berada di segala sisi.Pikiranku langsung tertuju pada seseorang. Sena, di mana dia? Seingatku, tadi kami kecelakaan berduan. Tapi hingga kini tak kutemui sosok pria berperawakan tinggi tersebut."Aduh …," lenguhku sedikit lirih. Suster berjilbab biru menghampiri. "Sudah sadar, Bu?" tanyanya tersenyum ramah."Iya, Sus. Di mana pria yang kecelakaan sama saya?" Pelan aku menggerakkan tubuh mencoba untuk mengatur posisi duduk."Ibu jangan bangun dulu ya." Suster agak menekan lenganku, menyuruhku untuk kembali terbaring. "saya periksa dulu, nanti kalau sudah selesai Ibu boleh menjenguk pasien bernama Adi Sena." Alat stetoskop itu Suster arahkan ke area dadaku. Memeriksa denyut nadi di sana. "Semuanya bagus. Nggak ada cidera serius. Kalau kepalanya ma

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   13. Kenal?

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 13"Emangnya … siapa Bang wanita cinta pertamamu?" tanyaku ingin tahu. Ternyata, jadi tukang keppo itu nggak enak. Mau tak acuh, tapi penasaran. Nyiksa batin banget, sumpah!"Kamu kenal kok siapa dia. Nanti juga tahu." Ya, jawaban Sena membungkam mulutku. Dahlah, nggak bakalan lagi aku nanya ke dia. Sikapnya masih sama seperti dulu, nggak bisa terbuka sama sekali. Padahal kita kenal cukup lama. Baiklah, aku nggak akan lagi usik privasi dia."Kenapa mukanya berubah bete gitu?" Aku menghela napas. Sena nyeletuk sambil memperhatikanku walau sekilas."Enggak. Siapa yang bete sih, orang biasa aja kok," kilahhku. Sebenarnya aku emang lagi kesal sama dia. Tapi nggak enak juga kalau ngomong gamblang soal masalah tadi."Pasti gara-gara itu 'kan?" tekannya."Itu yang mana sih, Bang?" sungutku agak cemberut."Soal gadis di masalalu." Dia meringis. "dulu, aku tuh cupu banget ya, Mei?" lanjutnya menghela napas berat."Enggak. Dulu Bang Sena tuh keren banget malah

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   12. Yang dimaksud?

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 12Pov Meisya❤️❤️❤️Butiran bening membasahi telapak tangan yang sengaja aku tengadahkan untuk merasai sentuhan hujan. Deru mesin mobil Sena berhenti tepat di depanku. Dengan sigap lelaki itu melepas jas hitamnya dan memayungi aku yang masih canggung atas perlakuannya.Awalnya aku menggeleng sebagai pertanda penolakan. Tetapi, ia tetap kukuh dan malah merengkuh pundak ini untuk masuk ke dalam mobilnya. Sena memang seperhatian itu. Sejak awal dia yang selalu mendampingi, menjalani hari-hari terberat saat mengurus perpisahan dengan Mas Ridho. Akhirnya … aku lega, sudah resmi bercerai dengan lelaki yang tak pernah bisa menghargai.Keadaan Mas Ridho saat kulihat tadi pagi sangatlah buruk. Rambut acak-acakan dan gondrong, kumis serta jenggot yang yang tak pernah dicukur terlihat menambah kesan tua pada wajahnya. Beda sekali saat kami masih bersama dulu. "Meisya … kenapa melamun?" Netraku yang menatap kosong ke arah spion langsung beralih pada Sena."Ngg

  • Pesan WA Dari Janda Sebelah   11. Susah Move On

    PESAN WA DARI JANDA SEBELAHPart 11"Mei-Meisya, ini beneran kamu 'kan?" Mataku berbinar. Aku segera berdiri menyambut kedatangan wanita langsing berparas ayu tersebut."Iya, ini aku," jawabnya sembari melangkah mendekat."Aku yakin, kamu ke sini pasti minta rujuk 'kan? Aku yakin sekali Mei, pasti hati kamu bakalan luluh dan mau maafin aku." Meisya tersenyum mendengar perkataanku. Menurutku, itu sebagai sinyal kalau dia mau kembali memperbaiki hubungan kami lagi. Kendati pun, kamu juga punya Arga yang perlu dibesarkan bersama-sama.Jemari Meisya yang kuku-kukunya dicat pakai kutek warna merah terang, menelusup masuk ke dalam tas yang ia bawa."Ini Mas, surat cerai kita. Sekarang, kita sudah bukan siapa-siapa lagi. Mohon terima ya, Mas. Semoga kamu bisa secepatnya menikah dengan wanita impianmu. Wanita cantik, seksi, dan yang jelas masakannya jauh lebih enak dariku. Oya, kamu boleh kok kalau mau ketemu Arga. Mau bagaimanapun, Arga itu darah dagingmu Mas, aku nggak mau dicap sebagai wa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status