Sudah hampir seminggu ini Laras menghilang. Pencarian yang mereka lakukan sia-sia dan tidak membuahkan hasil sama sekali, tapi Bram tidak putus asa, dia yakin kalau Laras akan kembali suatu saat nanti. Selama itu juga, Rere lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah seperti biasanya. Bahkan dia jarang pulang ke rumah karena Bram selalu menghindarinya.
Malam ini adalah malam Minggu. Bram duduk santai menonton acara TV. Pria itu tidak ada acara seperti malam Minggu saat masih ada Laras. Dia hanya duduk menikmati kopi yang dibuatnya sendiri."Kenapa rasanya berbeda, padahal kopi yang sama?" ucapnya setelah menyeruput kopi dalam cangkir.Sejak kehadiran Laras, Bram suka meminum kopi. Padahal sebelumnya dia sangat jarang menikmati minuman itu.Terdengar pintu dibuka dengan kasar."Pasti wanita itu sudah pulang."Benar saja dugaan Bram. Rere berjalan masuk dengan sempoyongan ke arahnya."Sudah berapa kali aku memperingatkanmu, Rere? Jangan pernah sentuh minuBram membuka pintu secara perlahan dan mulai masuk. Matanya terbuka lebar saat melihat posisi tubuh yang ada di atas tempat tidur.Rere sedang terbaring di atas kasur dengan sprei berwarna putih. Pengaruh minuman membuat tubuhnya terasa panas sehingga wanita itu melepas pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalam saja.Degub jantung Bram semakin kencang dan cepat seperti gendang yang saling bersahutan. Dengan sedikit ragu dia melangkah mendekat. Sebelum memulai aksinya, matanya kembali menatap ke arah pintu. Di mana Lika dan Joy mengawasinya.Kode tangan dari Lika mengharuskan dirinya menyentuh tubuh sexy milik mantan istrinya. Tubuh indah itu yang dulu pernah dia miliki seutuhnya. Kini dia enggan untuk menyentuhnya lagi.Jujur, dia juga adalah lelaki normal. Meski pikiran dan nalarnya menolak, tapi pandangan mata dan naluri lelakinya membujuk untuk mendekat."Bram," Panggil Rere saat melihat bayangan mantan suaminya mendekat.Antara sadar dan tidak sadar,
"Kita mulai dari mana?""Dari arah utara saja."Bram dan Joy sudah berada di pinggiran kota. Pagi ini setelah rapat kantor, mereka langsung mencari keberadaan Laras."Bram, apa tidak sebaiknya kita mulai dari tempat mayat itu ditemukan? Aku yakin Laras ada di desa sekitar sana.""Baiklah, kita mulai dari sana."Mereka benar-benar mendatangi tempat itu. Tempat di mana Laras pernah disekap oleh para penculik. Berjalan sangat hati-hati dan was-was dengan mata beredar ke seluruh penjuru."Joy." Bram menyentuh lengan Joy, bukan karena takut, tapi mereka memang harus waspada."Aku rasa tempat ini menjadi tempat favorit para penjahat. Tempat ini sangat jauh dari penghuni lainnya." Joy mengedarkan mata meneliti tempat itu."Aku rasa juga seperti itu. Kita cepat pergi dari sini, napasku terasa sesak! Terlalu kotor!"Bram ke luar lalu mengibaskan pakaiannya dengan tangan. Tempat itu memang sangat berdebu dan kotor.Jalanan kecil menjadi target utama pen
"Bram!""Apa kalian masih tidak mau mengatakannya?" Bram menatapnya lekat."Gadis itu tidak ada di sini.""Baiklah, kalau memang itu mau kalian. Joy, panggil orang-orangmu dan suruh mereka ke sini!" Bram sudah mulai kehilangan kesabarannya."Tapi, Bram-" Joy masih ragu dengan apa yang Bram lakukan."Joy!""Aku akan mengantar kalian menemuinya.""Bu!" Dino menatap ibunya tidak percaya.Wanita itu membalas tatapan putranya dengan senyum tipis dan anggukan kecil."Kami akan menutup warung ini sebentar, baru mengantar kalian menemui gadis itu.""Baiklah. Aku akan membantu membereskannya."Bram dan Joy membantu mereka membersihkan dan membereskan warung makan setelah tidak ada pengunjung. Melihat ketulusan mereka berdua, Santi yakin kalau mereka adalah orang baik.Setelah semua beres dan warung tutup, mereka mengikuti Santi dan Dino menuju sebuah rumah sederhana."Apa ini rumah kalian?""Ya, ini rumah kami. Silakan!""Rumah yang
Bram dan Joy pulang tanpa Laras karena ada sesuatu yang akan mereka lakukan malam ini. Hanya saja saat ini mereka harus menyiapkan segalanya sebelum mereka bergerak.Bram dan Joy melangkah dengan cepat menuju ruangan yang ada di sudut ujung. Langkahnya seperti telah terjadi sesuatu yang genting."Sebentar!"Bram memperlambat langkahnya, tangannya mengambil ponsel miliknya."Rere?" ucapnya."Jawab saja!""Halo.""Bram, kamu di mana?""Aku sedang di kantor. Ada apa?""Aku hanya mau bilang kalau malam ini aku ada acara pemotretan.""Bukankah memang selalu ada pemotretan? Kenapa baru kali ini kamu ijin padaku?""Bram.""Ya, sudah. Pergilah!"Bram langsung menutup pembicaraannya."Selalu saja seperti itu. Banyak alasan yang tidak masuk akal.""Ayok, sudah ditunggu!"Bram kembali berjalan dan mereka masuk ke dalam ruangan itu."Bram, Joy. Duduklah!""Ada apa, Mico?""Semua bukti sudah jelas dan sudah ada di tangan
Bram menginjak pedal remnya sangat dalam sehingga kendaraannya berhenti secara mendadak.Duk!"Ah, sial!" Kepala Joy beradu kambing dengan dashboard mobil."Apa tidak bisa kamu menghentikan mobilmu dengan pelan-pelan, Bram?" Joy kesal. Tangannya mengusap kepalanya yang sakit."Jangan salahkan aku! Kamu yang membuat aku terkejut.""Tapi kamu tidak harus menghentikan secara mendadak," balas Joy."Jangan bawel! Ada apa?""Apa kamu tidak tahu kalau ada wanita yang lewat di depan mobilmu?""Wanita? Wanita apa?" Bram mengedarkan mencari wanita yang Joy maksud."Wanita. Tadi ada wanita yang melintas di depan mobilmu." Joy juga mencari bayangan wanita yang tadi dia lihat."Tidak ada wanita di sini. Hanya ada kita berdua. Lagi pula ini jalanan sepi, tidak ada rumah di sekitar sini." Mata Bram masih beredar."Bram, kamu jangan macam-macam!"Joy mulai merinding sendiri. Bulu kuduknya mulai berdiri dan dia mulai mencengkeram lengan Bram. Mema
"Bram, apa kamu masih sanggup untuk melihatnya?"Joy merasa khawatir dengan kondisi Bram saat ini. Pria bertubuh kekar itu ternyata bisa merasakan lemah juga dalam keadaan seperti ini."Bram, biar aku yang melihatnya." Joy hendak meninggalkan Bram untuk melihat mayat wanita yang meninggal karena luka tusuk."Aku ikut," ucap Bram meraih dan menahan tangan Joy."Apa kamu yakin?" Joy merasa tidak yakin Bram sanggup melihatnya."Aku yakin. Bagaimanapun aku harus melihatnya. Seandainya itu memang Laras, aku juga harus siap." Bram bangkit bersejajar dengan Joy.Joy menatap mata Bram masih ragu. Dia tau Bram lelaki yang kuat dan hebat, tapi untuk urusan yang berhubungan dengan Laras, Bram adalah lelaki yang lemah. Saat bersama Rere dia tidak seperti ini.Dua pria itu berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Suasana sepi senyap hanya ada beberapa orang saja yang berlalu lalang di tengah koridor berlintasan dengan mereka.Joy meraih tangan Bram bermaksud ingin
Joy menghentikan mobilnya tepat di halaman parkir rumah Bram. Mereka telah sampai di rumah dengan selamat. Bram melihat ke arah Laras, gadis itu masih menyandarkan kepalanya pada pundak Bram. Matanya tertutup, Laras tertidur."Sepertinya Laras lelah, Bram," ucap Joy menoleh ke arah mereka."Sepertinya begitu."Bram masih belum merubah posisinya.Dia takut bila dia bergerak, Laras akan terkejut dan terbangun."Bram, lebih baik kamu gendong saja Laras dan bawa masuk! Biar dia tidur di dalam, sepertinya kekasihmu itu tidak tidur semalaman.""Apa dia tidak akan terbangun bila aku menggendongnya?""Aku yakin tidak, Laras nampak terlelap.""Baiklah, tolong bukakan pintu untukku!" ucap Bram menggeser kepala Laras dan bersiap untuk mengangkat tubuh gadis itu.Dengan sangat hati-hati dan pelan, Bram mengangkat tubuh Laras dan membawanya ke kamar yang biasa di tempati oleh Laras. Meski kamar itu telah lama tidak dihuni, tapi masih terlihat rapi dan bersih.
Sudah hampir sebulan ini Laras kembali menjalani kehidupan seperti biasanya. Sejak saat itu, dia tidak tinggal bersama Bram sendirian, tapi mereka tinggal bersama orang tua Bram. Grey tidak mengijinkan mereka tinggal bersama dalam satu atap sebelum pernikahan tiba.Hari ini keluarga Bram mengunjungi orang tua Laras bersama-sama dengan Bram dan Laras sendiri. Mereka berencana akan melamar Laras, tapi Bram belum mengatakan keinginannya pada kekasihnya itu. Dia hanya mengatakan ingin berkunjung dan berkenalan saja."Bunda1" panggil Laras saat melihat bundanya."Laras." Seorang wanita mendekat dan memeluknya erat.Terlihat dengan jelas bahwa dua wanita itu saling melepaskan kerinduan yang telah lama terpendam."Kamu sehat, Nak?" Bunda mendekap wajah putrinya dan berkali-kali mendaratkan kecupan pada wajah Laras."Laras sehat, Bunda. Bunda, ayah mana?" Mata Laras mencari sosok ayahnya."Ayah masih pergi ke balai desa. Sebentar lagi pulang."Bunda mengedark