Share

Kedua

Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?

Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri.

"Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.

Ting! Suara pintu lift terbuka. Dengan debaran jantung yang tidak beraturan dia memberanikan diri keluar untuk melihat tempat barunya. Dia dapat melihat ada begitu banyak tempat duduk dan meja kantor yang tertata rapi.

Ini sama persis ketika aku baru memulai kerja untuk pertama kalinya, batin Sia gugup.

Dari kejauhan dia melihat ada seseorang yang menghampirinya, dia mengenalnya, itu adalah rekan kerja barunya yang akan membimbing dirinya selama masa penyesuaian.

"Sia, kau akhirnya datang, kau tau ini sudah hampir jam 12,"

"Ah...maafkan saya, saya sedikit kehilangan akal dari kemarin," jawabnya menunduk karena perhatian orang-orang tertuju padanya.

Bagaimana tidak tertuju, dia baru saja dimutasi dan hari ini hari pertamanya lalu yang parah dia telat. Bukankah hari ini hari yang buruk untuknya.

"Baiklah, ikuti saya, omong-omong karena kita berada di lingkup kerja, jangan berbicara secar non formal pada saya, ketika kita diluar, kamu bisa berbicara non formal," Ujar rekan baru Sia.

"Baiklah eum—" Sia kebingungan harus menyebut namanya secara langsung atau tidak.

"Tetap panggil saya Lily, bagaimanapun saya tidak memiliki jabatan yang bisa membuat mu memanggil saya dengan embel-embel jabatan,"

"Baiklah, Lily,"

Lily mengantar Sia ke meja barunya. Cukup mirip dengan tempat lamanya. Hanya saja mejanya masih kosong, hanya ada beberapa berkas yang entah sejak kapan ada di atas meja.

"Ini mejamu dan ini adalah pekerjaanmu,"

"Ah baiklah,"

"Kalau begitu saya akan meninggalkan mu disini dan kamu harus menghadap ke manajer ketika dia datang,"

"Baiklah, terima kasih Lily,"

Setelah Lily pergi, Sia duduk dengan canggung di kursi barunya. Dia melirik ke kanan dan kiri, dia dapat melihat orang-orang yang serius bekerja. Bahkan tidak menghiraukan dirinya.

Kira-kira 30 menit berlalu, Sia mulai menyusun berkas-berkas yang ada di atas mejanya. Melakukan pencatatan lalu pengarsipan seperti biasanya. Ketika dia sedang serius bekerja, dia mendengar mejanya diketuk 2 kali. Refleks dia menoleh ke asal suara dan melihat Lily yang sedang berdiri.

"Manajer sudah datang, pergilah ke ruangannya untuk melapor," sebelum Lily pergi dia membeli berkata. "Walaupun dia terlihat masih muda tapi dia orang yang tegas, jadi jaga sikapmu,"

Sia mengangguk mengerti. "Baik, terima kasih, Lily,"

Dia menatap Lily yang berjalan menjauh dari tempatnya. Sia mempersiapkan dirinya terlebih dahulu agar tidak membuat kesalahan pada hari pertamanya lagi. Dia pikir, dia perlu menyiapkan alasan logis mengenai kedatangannya yang sangat telat hari ini.

Setelah siap, dia berjalan ke ruangan yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Sia tidak henti-hentinya bergumam jika semuanya akan baik-baik saja. Dia harap seperti itu.

Tok! Tok! Tok! Suara ketukan yang dihasilkan oleh Sia membuat si pemilik ruangan berseru. "Masuk!"

Sekali lagi Sia berusaha untuk terlihat tidak tegang. Dia membuka pintu itu dengan pelan lalu menutupnya dengan pelan juga. Sia melihat punggung pria yang membelakangi dirinya. Punggung itu terlihat sangat gagah dan tegas.

Sia menghela napasnya sebelum berbicara. "Selamat siang, pak. Perkenalkan saya Sia Theodore, staf administrasi baru yang dipindahkan dari kantor pusat,"

Pria itu berbalik dan mereka saling bertatap. Satu hal yang Sia tidak pernah bayangkan. Pria yang menatapnya ini adalah pria yang telah menghabiskan malam dengannya semalam.

Tubuh Sia mendadak kaku. Ekspresi wajahnya kaget karena tidak menyangka, dia akan bertemu pria yang ingin dia lupakan. Bagaimana pun, mereka melakukan kesalahan semalam. Seharusnya tidak ada kegiatan itu.

"Rupanya saya bertemu dengan wanita yang memperlakukan saya seperti pria panggilan," ujar pria itu atau Edward dengan nada sarkas.

Sia terlihat mengatur ekspresinya. "Saya tidak mengerti apa yang Anda maksud pak," balas Sia kaku.

Sebuah senyuman sinis terukir pada wajah Edward. "Apa kau tipe wanita yang mudah melupakan kegiatan semalam setiap menghabiskan malam bersama orang lain?"

"Tidak!" balas Sia refleks berseru karena tidak terima di sebut seperti itu.

Sekali lagi senyuman Edward semakin lebar. Dia melangkah mendekati Sia lalu memegang dagu Sia.

"Karena itu katakan, kenapa kamu meninggalkan saya seperti itu? Bahkan saya tidak tau namamu hingga akhir, jika saja saya tidak mengecek CV mu disini maka saya tidak akan mengetahuinya,"

"Saya mohon, lupakan apa yang terjadi semalam, saya ingin bekerja tanpa terbayang-bayang dengan kejadian itu, bagaimana pun kejadian itu adalah kesalahan,"

"Kesalahan kau bilang? Apa kau melupakan satu fakta? kau yang menyerang ku, nona,"

"Tolong lupakan,"

"Sepertinya kau benar-benar tipe wanita yang mudah melupakan pria yang menghabiskan malam denganmu," ejek Edward yang membuat Sia menahan emosi.

"Saya tidak peduli apa yang Anda akan simpulkan mengenai saya tetapi tolong saya ingin bekerja tanpa terbayang-bayang dengan kejadian itu dan saya harap hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan saja."

Edward menjauhkan tangannya pada dagu Sia. "Baiklah, mari bersikap seperti itu,"

Sia bernapas lega mendengar itu.

"Karena kamu telat, saya akan memberi peringatan pertama untuk kamu dan saya akan memberimu pekerjaan lainnya, malam ini kamu harus lembur akibat keterlambatanmu itu," ujar Edward tegas.

Tentu saja Edward tau jika dia telat. Pria itu dan dia menghabiskan malam bersama, lalu membuat Sia tertidur di tempat pria itu.

Ini akan menyusahkan, batin Sia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status