Share

Kelima

Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya.

"Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal.

Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan.

"Indah,"

"Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.

Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.

"Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya.

"Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat.

"Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, aslinya dia tidak ingin melakukan apa-apa lagi. Dia sudah lelah.

"Tidak ada,"

Syukurlah, batin Sia merasa lega.

Edward menyenderkan tubuhnya di lemari sebelah meja kerja Sia. "Kamu belum pulang?"

Saya lambat pulang karena dirimu juga! Batin Sia ingin mengungkapkan keluh kesahnya itu.

Sia mengangguk. "Saya baru saja menyelesaikan pekerjaan saya Pak,"

"Jangan biasakan lembur, itu buruk untuk dirimu dan perusahaan," balas Edward yang kembali membuat Sia menahan rasa kesal.

Apa pria ini pura-pura bodoh? Jelas-jelas dia yang membuatku lembur! Batin Sia meraung-raung karena kesal.

"Maaf Pak, saya akan mencoba mengurangi kebiasaan ini," balas Sia berusaha untuk tetap sopan.

Edward mengangguk-angguk. "Saya duluan, jangan terlalu lama disini, saya dengar biasanya ada yang menangis di sudut ruangan sana," ujar Edward sambil melangkah menjauh.

Refleks Sia berdiri dan membereskan barang-barangnya. Dengan langkah cepat dia mengikuti Edward dan masuk ke dalam lift. Di dalam lift mereka berdua tidak saling berbicara. Sia tidak mempermasalahkan itu, lagipula dia sudah sangat ingin tidur.

Sembari menunggu di lift, Sia tanpa sengaja menguap pelan karena begitu mengantuk. Kedua matanya terasa berat. Ketika pintu lift terbuka, dia berbalik sebentar dan pamit kepada Edward lalu berjalan pulang ke apartemennya.

Dengan langkah kecil dia perlahan meninggalkan gedung itu. Sedangkan Edward, pria itu hanya menatap punggung Sia yang semakin menjauh.

Sia melihat melirik ke kiri, ketika dia menyebrang dia tidak melihat ada motor yang hendak menyebrang dari arah kanan. Tubuhnya menegang dan mendadak kaku. Bersamaan dengan itu, cahaya kilat putih semakin mendekatinya.

Apa aku akan mati? Batin Sia.

Hingga dia tiba-tiba merasa ditarik keras oleh seseorang.

"Apa kau gila?!!"

Sia terdiam kaku. Dia hanya melihat wajah pria yang menolongnya adalah Edward.

"Apa yang kau pikirkan hah?!" Edward menggoyang-goyangkan tubuh Sia agar dia sadar.

Menyadari kejadian tadi membuat kedua kaki Sia seperti meleleh dan tidak mampu menopang tubuhnya. Dia hampir jatuh jika saja tidak ada Edward yang menahan tubuhnya.

Pria itu menopang Sia menuju mobilnya yang parkir tidak jauh dari tempat Sia akan menyebrang. Rupanya pria itu mengikuti Sia sedari tadi dan ketika ada motor yang hendak maju dan tubuh Sia yang terus bergerak maju membuat Edward spontan keluar dari mobil lalu menarik tubuh Sia menjauh dari jalan raya.

Setelah memasangkan sabuk pengaman, Edward mulai mengendarai mobilnya. Dia tidak mengajak Sia berbicara, dia tau jika wanita itu masuk shock karena kejadian tadi.

"Anda bisa menurunkan saya di perempatan itu Pak," ujar Sia tiba-tiba.

Edward menoleh sekilas. "Katakan saja dimana tempat tinggal mu, biar saya antar,"

"Tidak, terima kasih Pak tetapi Anda bisa menurunkan saya di perempatan itu," balas Sia dengan sopan.

"Berhentilah keras kepala, katakan dimana tempat tinggal mu,"

"Anda tidak perlu mengantar saya Pak, itu akan merepotkan Anda,"

"Saya lebih direpotkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan padamu, saya akan kehilangan bawahan saya," balas Edward tetap memaksa Sia.

Sia menghela napasnya. "Baik Pak,"

Edward kembali menoleh sekilas lalu bertanya. "Dimana tempat tinggalmu?"

"Ketika Anda melihat perempatan, Anda tinggal belok kiri dan terus saja hingga mendapat gedung apartemen di dekat kafe,"

Edward mengangguk mengerti dan kembali fokus mengendarai mobilnya.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka tiba di gedung apartemen Sia. Dari luar, gedung tersebut bukanlah gedung baru. Bahkan terlihat cukup lama.

"Terima kasih telah mengantar saya Pak," ujar Sia lalu membuka pintu mobil.

Edward mengangguk. Sekali lagi dia melihat punggung Sia yang semakin menjauh. Dia memperhatikan tempat tinggal Sia sebentar lalu pergi.

Disisi lain, Sia masih sedikit shock dengan kejadian tadi. Dia baru saja hampir kehilangan nyawanya. Dia duduk di sofa lalu meletakkan asal tasnya.

"Gila! aku hampir mati, sebenarnya apa yang kupikirkan tadi sampai tidak menyadari motor itu? kau bodoh sekali Sia! jika saja pria itu tidak ada, mungkin aku sudah di rumah sakit,"

Sia merutuki tingkah lakunya yang bodoh. Dia menyesali sikapnya yang bodoh amat dengan keadaan di sekitar tadi. Dia seharusnya lebih was-was lagi.

Tring! Suara dering telpon terdengar. Sia melihat ada nomor baru yang muncul. Dengan cepat dia mengangkat telpon itu.

"Halo?"

"Turun, saya ada dibawah menunggu,"

Refleks Sia terkejut. Dia menatap nomor baru yang tidak dirinya save. Rupanya itu adalah nomor Edward. Apa yang dilakukan pria itu? Kenapa dia menunggu dirinya? Sia kebingungan.

Dengan langkah cepat dia membuka pintu apartemennya dan turun ke bawah. Tidak sampai lima menit, Sia dapat melihat Edward yang sedang menunggu di lobi apartemen.

"Apa yang Anda lakukan disini Pak?"

"Ambil ini," Edward menyodorkan kantongan yang entah apa isinya.

Sia melakukan apa yang diminta oleh Edward. Dia mengambil kantongan plastik itu.

"Ini apa Pak?"

Edward terdiam sebentar. "Makanan,"

Kening Sia mengerut. "Untuk apa Pak?"

"Untuk kamu makan, Sia. Memangnya makanan bisa di apakan lagi jika bukan untuk dimakan?"

Sia meringis malu. "Untuk saya?"

"Memangnya siapa lagi karyawan yang tinggal disini selain kamu?"

"Oh baik Pak," Sia menunduk malu.

"Makan itu, saya perhatikan kamu tidak makan siang dikantor, saya tidak ingin karyawan saya jatuh sakit dan merugikan perusahaan,"

Oh ternyata karena perusahaan, Batin Sia sedikit kecewa.

"Baik Pak, sekali lagi terima kasih Pak,"

Edward mengangguk. "Naiklah, saya akan pulang,"

"Baik Pak, hati-hati Pak,"

Edward mengangguk lagi lalu pergi.

Sepanjang berjalan menuju apartemennya, Sia tidak henti-hentinya berpikir alasan kenapa Edward tiba-tiba bersikap seperti ini. Ya mereka baru saling mengenal tetapi aneh saja ketika pria yang merupakan atasannya tiba-tiba memperlakukannya seperti ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status