Share

Ketiga

"Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas.

Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur.

Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini.

"Ekhem!"

Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya.

"Apa semuanya sudah selesai?"

Sia menggeleng. "Belum pak,"

Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.

Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika mengingat kejadian semalam.

Di buru-buru merapikan berkas-berkas yang telah di salin lalu mencoba membawanya, namun karena berat dia membagi dua berkas itu.

"Butuh bantuan?"

"Tidak perlu,"

Bukannya pergi, Edward malah mengambil berkas-berkas yang Sia taruh di meja. "Saya tidak suka di tolak," ucapnya lalu pergi membawa berkas itu ke ruang rapat.

Sia melangkah mengikuti punggung Edward yang terlihat begitu kekar. Sia yakin Edward rajin berolahraga. Apalagi ketika mereka menghabiskan malam bersama, Sia dapat melihat sixpack yang dimiliki oleh pria itu. Begitu menggoda sehingga membuatnya tak tahan untuk memegangnya.

Mereka meletakkan berkas itu di sebuah meja yang berada di sudut ruangan. Karena hari sudah semakin larut, lantai tempat Sia bekerja sudah tidak ada orang kecuali dia dan Edward. Dia tidak tau sih untuk lantai divisi lain, bisa saja masih ada orang yang ikut lembur seperti mereka berdua.

"Pekerjaan saya telah selesai, saya izin pulang pak,"

Edward mengangguk-angguk.

Sebelum Sia keluar dari ruang rapat, Edward kembali bersuara dan berhasil membuat Sia kesal.

"Besok kamu harus berada disini sebelum jam 7.30 pagi, dan kamu harus membuat pencatatan stok barang, saya ingin pencatatan itu ada di meja saya sebelum saya datang, mengerti?"

Sia berhenti melangkah dan mencoba mengontrol wajah kesalnya. Pria ini benar-benar luar biasa menyebalkan. Dia berharap pria itu akan mendapatkan perempuan menyebalkan juga.

Sia menghembuskan nafasnya dengan pelan. "Baik pak," balasnya dengan nada terpaksa.

"Dan ini kunci lemari," Edward mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya.

Sia mengambil kunci itu dan menggenggamnya.

"Oh dan jangan lupa, nanti setelah jam 7.30, ada pengiriman stok barang baru yang harus kamu catat juga, jadi saya menerima dua pencatatan, jangan sampai salah hitung! itu akan merugikan semua orang di tempat ini,"

"Baik pak," balas Sia ingin cepat-cepat keluar dari tempat ini.

Sebelum Sia kembali berjalan keluar, Edward kembali memberinya pertanyaan.

"Kau tidak bertanya lemari mana yang saya maksud?"

Ah! benar, bagaimana bisa aku melupakan itu, apa pria itu akan berpikir aku staf administrasi yang buruk karena tidak bertanya soal ini? Batin Sia.

Sia berdehem. "Lemari yang mana pak?"

Edward terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pantas saja kau dipindahkan disini,"

"Bukan seperti itu, saya hanya kecolongan saja, saya aslinya tidak seperti ini,"

Alis Edward naik sebelah. "Lalu yang mana aslinya? yang berada di dalam pelukan saya?"

Wajah Sia memerah. "Pak! saya sudah katakan jangan membahas ini,"

Edward terkekeh. "Lemarinya ada di ruangan saya, "

"Apa tidak apa-apa jika saya masuk ke dalam ruangan Anda pak?"

"Memangnya kenapa?"

"Oh itu...di kantor lama saya, manajer saya melarang kami masuk ke ruangannya, biasanya dia yang mencari berkas itu lalu memberikannya pada kami,"

"Masuk saja, saya percaya pada kamu,"

Sia mengangguk.

"Hari sudah larut, kamu naik apa ke tempat ini?"

"Saya jalan pak,"

"Jalan? apa tempat tinggal mu dekat dengan tempat ini?"

"Benar, hanya berselisih beberapa blok saja,"

"Saya penasaran, apakah kamu membutuhkan tumpangan?"

Apa maksud pertanyaan itu? apa itu ejekan untukku atau penawaran? Kenapa harus ada kata penasaran yang terucapkan? Batin Sia bertanya-tanya.

"Tidak terima kasih Pak,"

Edward mengangguk-angguk. "Kalau begitu pergilah,"

Sia mengangguk lalu pamit.

Sia pulang ke apartemennya dengan perasaan kesal. Dia melihat jam di ponselnya, rupanya sudah hampir jam setengah 12 malam. Dengan cepat dia segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Ugh! ini yang aku butuhkan sedari tadi," gumam Sia meras lega karena punggungnya menyentuh benda empuk.

Punggungnya begitu sakit karena duduk berjam-jam di kursi lalu dipanggil kesana dan kesini kemudian di minta salin ini, siapkan ini, dan sebagainya.

Sia menyetel alarm pagi agar dirinya bisa bangun. "Benar-benar hari yang buruk," ujarnya lalu meletakkan ponselnya di sebelah kasur sebelum masuk ke dalam dunia mimpinya.

Tring!!!! Suara alarm Sia berdering kencang. Spontan dia terbangun dengan wajah yang kaget. Dia menyesali memilih dering itu untuk alarmnya. Hampir saja dia kehilangan hidupnya karena bunyi alarm tersebut.

Sia mencoba mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang belum terkumpul. Dia masih sangat mengantuk. Jika saja dia tidak disuruh oleh Edward, dia tidak akan bangun jam 5 pagi.

"Aku merasa baru tidur beberapa menit saja," gumamnya dengan suara mengantuk.

Sia mencoba berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Dia perlu mencuci wajahnya yang membengkak akibat kurang tidur. Ini semua karena pria sialan itu.

Selesai bersiap-siap, Sia segera berangkat karena jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat 43 menit. Dia memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Pandangannya tertuju pada parkiran gedung, rupanya sudah ada beberapa karyawan yang datang sepagi ini. Sia masuk ke dalam gedung, berjalan menuju lift dan kembali melihat beberapa karyawan yang berlalu-lalang begitupun petugas OB yang sibuk membersihkan

Pintu lift terbuka dia segera naik. Pintu lift kembali terbuka, dia keluar dan tidak melihat seorang pun di lantai tempatnya bekerja.

"Wah....apa hanya aku yang datang sepagi ini di lantai ini?" gumamnya lalu menaruh tasnya di meja kerjanya.

Sia berjalan ke ruangan Edward. Sia memasukkan kunci dan tidak bisa, ketika dia mencoba membuka pintu ruangan tersebut, rupanya ruangan itu tidak terkunci.

"Apa ada pencuri yang masuk?" Gumamnya kebingungan karena ruangan Edward tidak terkunci.

Pada saat dia membuka pintu itu dengan pelan, dia dapat melihat ada cahaya kecil yang menerangi ruangan itu. Sia menjadi semakin was-was.

Dia melangkah masuk dan terkejut ketika melihat ada seseorang yang berbaring di sofa panjang. Sia berhenti dan memperhatikan orang yang berbaring itu.

"Loh? Pak Edward?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status