Share

Keempat

Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata.

"Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.

Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.

Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia.

"Sampai kapan kamu akan menatap saya?"

"Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja.

Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu.

Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara.

"Jam berapa sekarang?"

Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"

Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?"

"Oh itu...saya belum memulainya,"

"Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?"

"Eh? bukannya Anda meminta saya melakukan pencatatan stok barang pagi ini?"

"Kau mudah di bodohi, saya hanya menjahili mu agar berangkat pagi ke tempat ini,"

"Loh?"

"Itu balasan karena mencoba melupakan apa yang telah kita lakukan,"

"Apa maksud Anda?"

"Berhentilah bersikap seperti begitu menghormati ku, saya tau betul kamu selalu mengutuk saya dibelakang,"

"Tidak!"

Eh...agak benar sih, tapi itu juga salahnya. Batin Sia.

"Pergilah, ada dokumen yang perlu kamu catat,"

"Apa itu benar?"

"Apa saya terlihat bercanda? saya serius meminta kamu mencatat stok barang, tetapi untuk berangkat pagi dan masuk ke ruangan saya adalah sebuah kebohongan,"

Tentu saja itu sebuah kebohongan. Batin Sia kesal.

"Kalau begitu saya permisi, saya harus bekerja,"

"Tunggu,"

Sia menghela napasnya menahan rasa kesal. "Iya Pak?"

"Buatkan saya segelas kopi,"

"Baik Pak," jawabnya.

"Pastikan gulanya hanya satu setengah sendok, lalu airnya jangan terlalu panas,"

"Baik Pak," jawab Sia sekali lagi dengan senyuman dipaksakan.

Dia berjalan ke area dapur khusus karyawan dan membuat kopi untuk Edward.

"Ugh! apa aku terlihat seperti pembantu baginya? ini diluar jobdesk kerjaku!" Seru Sia kesal sambil mengaduk-aduk kopi yang dia buat itu.

Sia mengambil toples gula yang bersebelahan dengan toples garam. Dia ingin sekali memasukkan garam ke dalam kopi itu tetapi dia tau diri kalau dirinya masih baru di perusahaan ini.

Sia mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruangan Edward. Sekarang pencahayaan sudah menerangi ruangan itu. Rupanya gorden di ruangan itu telah dibuka.

Dia dapat melihat Edward baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di ruangan kerjanya. Pria itu terlihat baru saja selesai mandi. Karena rambut basah dan pakaiannya yang berbeda.

"Sudah selesai? letakkan saja di meja itu," ujad Edward sambil menggosok-gosok rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil berwarna hitam.

Sia mengangguk.

"Sebelum kamu keluar, tolong siapkan dokumen ini," Edward memberikan Sia dokumen lainnya yang perlu dia kerjakan.

Apa pria ini begitu membenci diriku? Batin Sia kesal.

"Baik Pak,"

"Keluar lah,"

Sia mengangguk. Setelah menutup pintu dia tidak henti-hentinya bergerak tanpa suara seperti orang berteriak karena saking frustasinya.

Dia duduk di kursinya dengan perasaan frustasi dan mulai bekerja. Satu persatu karyawan perusahaan di lantai tempatnya bekerja sudah berdatangan. Bahkan Lily atau rekan kerjanya yang membantunya selama masa pengenalan ini juga sudah datang.

"Saya tidak menyangka kamu akan berada di kantor di jam segini," sahut Lily tertawa pelan.

"Saya akan berada di kantor sebelum jam delapan,"

Lily kembali tertawa pelan. "Mari kita lihat, sampai kapan kamu akan bersikap rajin seperti itu, lanjut lah bekerja,"

Sia mengangguk.

Beberapa saat kemudian, dia telah menyelesaikan dokumen yang diminta oleh Edward. Dia baru menyelesaikan satu pekerjaan dan masih ada pekerjaan lainnya. Sia mengetuk pintu Edward dan masuk ketika telah dipersilahkan.

"Letakkan dokumennya di meja itu,"

Sia mengangguk mengerti dan melakukan apa yang diminta oleh Edward.

"Saya permisi Pak,"

"Tunggu dulu,"

Astaga Tuhan! apa lagi yang harus aku perbuat? bahkan tugas rutin ku pun belum selesai!! Batin Sia berteriak frustasi.

"Iya pak?" tanya Sia dengan senyuman yang dipaksakan.

"Susun dokumen di meja sana ke dalam lemari, saya tidak menyukai benda-benda yang terletak sembarangan,"

Ya itu derita mu! ini manusia ngerti gak sih? saya juga sibuk!!! Batin Sia kembali berteriak.

"Tapi Pak, saya belum menyelesaikan tugas pencatatan stok barang dan tugas lainnya,"

"Saya tidak peduli, kenapa kamu belum mengerjakannya? saya memberi mu waktu yang cukup panjang sejak tadi,"

Gila! nih manusia minta di geprek atau gimana? pagi-pagi udah bikin emosi. Ya kan saya gak kerja tugas itu karena ulah Anda juga Bapak Edward. Batin Sia memberontak dalam diam. Dia berusaha tampil tenang padahal di dalam dirinya sedang memberontak ingin mencubit ginjal Edward.

"Cepatlah susun, saya tidak suka orang yang gemar membuang-buang waktunya,"

Astaga! ini manusia benar-benar menyebalkan sekali, Batin Sia dan berusaha mengontrol ekspresi wajahnya agar tidak terlihat kesal.

"Baik Pak," Sia memberikan senyuman palsu yang kesekian kalinya.

"Berhenti lah tersenyum, kamu menyeramkan jika tersenyum,"

AKHHH!!! BOLEH CUBIT GINJALNYA GAK SIH??? Batin Sia meraung-raung karena kesal.

"Baik Pak," Sia berjalan ke meja di dekat sudut ruangan Edward dan mulai menyusun dokumen yang ada di atas meja itu sesuai dengan posisinya dan urutannya.

Sebenarnya pekerjaan ini tidaklah begitu berat, hanya saja ini diluar pekerjaan rutinnya. Dan pekerjaan rutinnya harus dia kerjakan secepat mungkin agar peluang dirinya untuk lembur bisa berkurang. Dia tidak ingin menjadi karyawan yang gemar lembur di kantor lalu menjadikan kantor sebagai rumah ke dua.

Selagi menyusun dokumen Sia melirik ke arah Edward yang sedang sibuk melihat berkas-berkas di mejanya. Setidaknya pria itu juga sibuk jadi dia tidak terlalu kesal.

"Berhenti memperhatikan saya," sahut Edward tiba-tiba yang membuat Sia terperanjat kaget. Dia seperti di labrak melakukan hal salah.

Edward tertawa melihat respon Sia yang dia tegur. Begitu lucu untuk dirinya yang lelah bekerja.

Sial...pria ini akan menyangka jika aku mengaguminya karena melirik dirinya terus, Batin Sia bergerutu.

"Apa yang kamu perhatikan?"

"Tidak Pak,"

"Fokuslah bekerja, saya tidak suka orang yang tidak fokus bekerja, itu merugikan perusahaan begitupun divisi ini,"

"Baik Pak, saya minta maaf,"

Edward berdehem saja sebelum kembali bekerja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status