Share

Pesona Atasanku
Pesona Atasanku
Author: Angelaaas1

Pertama

Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya.

"Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana.

Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya.

"AKH!!" Pekik Sia terkejut.

Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun.

"Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis.

"K-kau siapa?"

"Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas.

"Kau siapa sialan?!"

"Ok ok....aku Edward,"

Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan? aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini,"

Edward yang tadinya berbaring menjadi duduk sambil menyandarkan kepalanya di tembok. "Kita melakukannya karena sama-sama mau, kau tidak bisa menyalahkan ku,"

"Apa maksud mu? Kau memaksaku!"

"Itu sedikit benar, tetapi kau membalasnya,"

Sia merenung sebentar ketika mendengar itu. Itu tidak sepenuhnya salah. Dia memang membalasnya. Tapi dia menyesalinya.

"Sial!" umpatnya lalu berdiri dengan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Posisinya dia sedang membelakangi tubuh Edward. Dia sedang memungut pakaiannya yang berhamburan.

"Egois,"

Sia yang tadinya membelakangi Edward menjadi berbalik. Namun betapa terkejutnya dia ketika melihat tubuh tanpa busana milik Edward.

"Akh!!!" Refleks dia kembali membelakangi Edward.

Mendengar pekikkan itu membuat Edward terkekeh geli. Dia ikut berdiri lalu berdiri tepat dibelakang Sia. Tangannya menyentuh punggung Sia yang terekspos karena tidak tertutupi dengan selimut.

Sambil membelainya dengan lembut, Edward berbisik dengan suara menggoda. "Jangan naif, kau telah melihatnya semalam,"

Degub jantung Sia mulai berdebar kencang. Dia sangat grogi sekarang. Lagi dan lagi ingatan tentang semalam berputar di kepalanya. Membuatnya mengingat setiap momen yang dia habiskan dengan pria yang berada dibelakangnya ini.

"J-jangan berbicara aneh!"

Sia berjalan maju menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar itu. Dia menutup pintu kamar mandi dengan rapat lalu menatap pantulan wajahnya yang ada di depan cermin.

"Wah...lihatlah wajah ini, begitu buruk," gumamnya karena melihat wajahnya yang membengkak akibat kurang tidur. Kantung matanya bahkan sudah terlihat hitam.

Dia menyalakan keran air kemudian mencuci wajahnya. Terasa segar. Setidaknya sekarang wajahnya mulai tidak terlalu buruk. Entah berapa lama dia menatap wajahnya di pantulan cermin, dia menyesali semuanya.

Setelah cukup merenung, dia memutuskan untuk mandi cepat. Dia berjalan ke arah shower dan mandi. Selesai mandi, dia kembali berdiri di depan wastafel dekat pintu. Ada laci-laci dibawahnya, tanpa izin dia membuka laci itu. Untungnya dia melihat ada kemasan sikat gigi disitu.

Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu terdengar.

"Jika kau ingin sikat gigi, bukalah di laci dekat pintu, disitu ada peralatan mandi baru," ujar Edward dari balik pintu.

Tanpa membalas perkataan pria itu, dia mulai menyikat giginya. Sepanjang menyikat gigi, dia tidak henti-hentinya meringis karena ada begitu banyak bekas yang ditinggalkan oleh Edward. Entah berapa lama mereka bermain semalam hingga berakhir di tempat ini.

Seingatnya dia memulainya di club, berakhir di kasur lalu dibawa ke tempat ini sebelum mereka melanjutkan aktivitas itu lagi. Anehnya, dia tidak melarang pria itu. Apa mungkin karena pengaruh mabuk? bisa saja seperti itu.

"Oh my! sekarang jam berapa? aku sudah gila,"

Sia menyelesaikan kegiatan menyikat giginya lalu dengan cepat memakai pakaiannya yang semalam sebelum keluar dari kamar mandi untuk mencari ponselnya. Dia yakin, rekan kerjanya pasti menelpon dirinya.

Ketika dia keluar, matanya tertuju pada benda pipih hitam yang terletak begitu saja di atas meja sebelah kiri kasur. Dengan cepat dia mengambilnya dan mengecek apakah ada pesan yang masuk. Dan benar saja, ada puluhan riwayat menelpon dari rekannya.

Sia mengacak asal rambutnya karena stres. Tanpa menunggu lama dia kembali menelpon nomor yang menelponnya berkali-kali.

"Halo," ucap Sia ketika telponnya diangkat.

"Apa yang kau pikirkan, Sia? Apa kau betul-betul ingin berhenti bekerja? Sekarang sudah hampir jam 10 pagi, apa kau ingin menjadi pengangguran?" tanya rekan baru Sia melalui telepon. Dia adalah orang yang akan memandu Sia selama beberapa hari ini.

Sia hanya bisa menunduk frustasi mendengar pertanyaan itu. Dia sudah merepotkan orang yang membantunya selama pengurusan pindah. Entah apa masalah yang akan muncul nantinya.

"Maaf, aku kehilangan akal ku, apa manajer sudah ada di kantor?"

"Kau beruntung hari ini, biasanya dia selalu tiba lebih dulu di tempat ini tetapi anehnya dia belum tiba di kantor, karena itu cepatlah ke sini!"

"Ah baik!"

"Jangan lama, kau sudah di cerita oleh yang lainnya karena belum datang hingga kini,"

"Baiklah, terima kasih,"

"Kalau begitu aku tutup telponnya,"

"Iya,"

Sia menatap layar ponselnya, sepertinya dia benar-benar telah kehilangan akalnya. Dia seharusnya tidak pergi ke club semalam. Tanpa berlama-lama dia keluar dari kamar itu. Setelah keluar, Sia dapat melihat ruang keluarga sekaligus dapur yang berada di sebelah kanan ruangan. Tempat ini cukup besar namun nuansanya begitu kelam.

"Kau sudah mandi,"

Sia berjalan ke arah pria itu lalu menunduk 30 derajat sebelum berkata. "Saya minta maaf atas kejadian ini, saya harap kita tidak bertemu lagi dan saya sudah meninggalkan beberapa uang sebagai kompensasi saya," ujar Sia dengan sopan.

Sedangkan Edward yang melihat itu menjadi terkekeh sinis. "Jadi kau tahu sopan santun?" tanyanya dengan nada sinis.

Sia terdiam sejenak. "Saya benar-benar minta maaf," jawabnya lalu pergi dari tempat itu meninggalkan Edward yang tertawa renyah.

Baru kali ini dirinya diperlakukan seperti ini. Edward benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran perempuan itu. Ah benar— hingga kini pun dia belum tahu siapa nama perempuan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status