Share

Helm

last update Last Updated: 2022-12-21 21:57:33

Babang ojol berlari mendekatiku. Dag dig dug jantungku berdegup kencang saat melihatnya, dia terlihat begitu manis setelah membuka helmnya. Duh, bisa diabetes ini, Mas.

“Ada apa, Mas? Aku ‘kan udah bayar!”

Lagi, dia tersenyum kepadaku. Ya Allah, meleleh hati ini. Dia mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Apakah dia mau kenalan? Tahan senyum, Syifa! Jangan bertingkah bodoh.

“Helmnya, Neng,” ucapnya sambil tersenyum.

Sial, pipiku sudah semerah kepiting rebus. Rasanya aku ingin mengubur diriku hidup-hidup.

“Maaf, Mas. Kelupaan.” Aku segera melepas helm dan mengembalikan kepadanya.

“Meskipun jelek begini, harganya mahal, Neng. Lebih mahal daripada gaji saya sehari.”

Aku melihat helm hitam dengan kaca bening itu. Di belakangnya ada tulisan ‘H*nda' yang sudah sangat familiar. Dasar babang ojol tukang bohong, helm gratisan aja bilangnya mahal. Dikiranya aku bohoh? Heh!

“Iya-iya, maaf, Mas. Saya ‘kan udah bilang kalau lupa. Saya buru-buru, dosennya galak banget!” Tanpa menghiraukan ucapannya, aku berbalik dan berlari karena harus segera sampai kelas.

“Neng, tunggu!”

“Ada apa lagi, Mas?”

Dia tersenyum lagi, please kuatkan hatimu, Syifa.

“Lipstiknya sampai jidat," ucapnya sambil menyentuh jidatnya.

“Apa?”

Aku segera membuka tas dan mengambil ponsel lalu menghidupkan kamera untuk melihat wajahku. Namun, jam di ponsel menyadarkanku akan hal yang lebih penting. Kumasukkan kembali ponselku. Aku sudah membayar dan mengembalikan helmnya. Yang terpenting aku harus segera sampai di kelas sebelum jam delapan.

Aku berlari secepat kilat meninggalkan babang ojol dan mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapku heran. Mungkin mereka terpana melihat wanita cantik lari terbirit-birit seperti dikejar induk ayam. Apa jangan-jangan lipstikku memang sampai jidat?

Aku berhenti sejenak kemudian mengambil napas dalam-dalam. Aku baru ingat, aku ‘kan nggak pernah memakai make up? Aku menepuk jidat seketika. Dasar babang ojol sialan! Awas saja kalau sampai ketemu dia lagi.

Sesampainya di depan kelas, aku memelankan langkah. Keadaan sangat sepi dan sunyi. Aku berjalan menunduk agar tidak terlihat dari jendela. Mengapa tidak ada suara sama sekali? Apa jangan-jangan mereka dihukum Bu Endang?

Ya Allah selamatkan hambamu ini. Semoga aku selamat dari amukan Bu Endang. Aku merapalkan berbagai doa sebelum masuk kelas, berharap diperbolehkan masuk. Aku mulai melafalkan doa mau makan sampai doa sapu jagat.

“Robbana aatina fid dunya hasanah, wafil aakhiroti hasanah, waqina adzabannar. Aamiiin.” Kutangkupkan kedua tangan ke wajah.

Kuketuk pintu pelan, tetapi hening dan tidak ada jawaban sama sekali. Masuk tidak, masuk tidak? Aku mulai menghitung kancing kemejaku yang entah berapa jumlahnya. Aku semakin bingung, masuk nggak, ya?

Bismillah, aku harus masuk. Kuputar gagang pintu ke arah kanan. Kulihat meja dosen masih kosong. Huft, aku bernapas lega. Namun, baru selangkah masuk, aku dikejutkan dengan suara terompet dan balon meletus.

“Happy birthday, Syifa!” Ya Allah, aku kena prank! Bagaimana aku bisa lupa dengan hari ulang tahunku?

Teman-teman menyanyikan lagu selamat ulang tahun sambil membawa kue. Brownis kecil dengan lilin berbentuk angka 19 menghiasi di atasnya. Aku terharu hingga menitikkan air mata, ingusku pun juga ikut keluar.

“Ini tisunya, Fa. Sudah aku siapkan.” Mizka memberikan sekotak tisu kepadaku.

“Tiup lilinnya, tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga. Sekarang juga, sekarang juga.” Semua temanku ikut menyanyikan lagu kebangsaan ketika ulang tahun.

“Make a wish dulu, Fa,” ucap Nabil.

Aku segera menyampaikan semua harapanku di usiaku yang ke-19 ini. “Semoga Allah menunjukkan jalan yang lurus kepada kita semua, aamiiin.”

Aku merasa selama ini hidupku terlalu jauh dari jalan-Nya. Berpakaian seperti lelaki, barbar, dan galak. Bertindak semauku dan tidak memedulikan orang lain. Aku ingin kembali ke jalan yang lurus.

Setelahnya teman-teman ikut mengamini doaku. Aku meniup lilin hingga apinya padam. Mereka bersorak bergembira kemudian menumpahkan kuenya tepat di wajahku. Mereka juga melemparkan tepung dan telur ke tubuhku. Aku hendak berlari, tetapi dua teman memegangi tanganku. Aku sudah tidak bisa mengelak lagi. Mereka terlalu kuat karena main keroyokan.

“Ampun, please! Bajuku kotor semua ini.” Aku berteriak kencang, tetapi mereka tidak menghiraukan. Mereka tetap melempari tepung hingga aku sudah mirip adonan kue yang sudah siap dioven.

“Ini buat kamu.” Ibrahim ketua kelas kami memberikan sebuah kado. Dia pernah menyatakan perasaannya kepadaku beberapa waktu yang lalu, tetapi kutolak. Aku tidak ingin pacaran sampai lulus kuliah. Aku harus harus waspada padanya. Zaman sekarang cinta ditolak dukun beraksi.

“Apa ini?” tanyaku pada Ibra.

“Buka saja! Hadiah kecil dari kami. Tenang aja, ini patungan, kok.”

Aku hendak menolak, tetapi tidak enak. Lumayan lah, daripada tidak dapat apa-apa sama sekali.

Aku membuka kado tersebut dan ternyata isinya adalah pakaian muslim. Mereka memberikanku gamis warna pink dengan jilbab senada. Padahal aku tidak suka memakai jilbab. Namun, aku tidak memiliki pilihan lain. Dengan terpaksa aku berganti baju.

Kali ini aku harus berhati-hati ketika masuk kelas. Ruangan ini memang sudah dibersihkan, tetapi bisa jadi mereka akan memberikan kejutan lagi. Kudengar Bu Endang sedang tidak enak badan, alhamdulillah aku selamat. Aku sedikit lega karena jam kosong.

Dengan santai aku memasuki kelas, tetapi betapa terkejutnya ketika melihat ada seorang laki-laki berdiri tepat di samping meja dosen. Aku mengucek mataku berulang kali, aku tidak salah lihat ‘kan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Shofie Widdianto
siapa hayoh?
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Siapa lelaki yg berdiri disamping meja dosen,ya? Jangan jangan.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Babang Ojol    TAMAT

    Kehidupan berumah tangga di awal pernikahan memang selalu manis. Apalagi bagi kami yang selama ini tidak pernah pacaran. Namun, semuanya berubah saat negara api menyerang. Tidak hanya orang tua, tetangga, bahkan mahasiswa di kampus menggunjing karena aku tidak hamil-hamil. Padahal kami sudah berusaha semaksimal mungkin sampai Ayah membelikan ramuan Jawa yang katanya sangat ampuh. Bukannya manjur, aku dan suamiku malah masuk rumah sakit. Kami mengalami diare sampai dehidrasi. Katanya suami dan istri harus sama-sama meminum jamu supaya subur. Kami sudah cek ke dokter dan tidak ada masalah serius padaku maupun suamiku. Kami sama-sama sehat, mungkin memang belum rezekinya. “Maafin Ayah, ya, Fa. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencelakai kalian,” ujar Ayah sambil menciumi tanganku. “Tidak apa-apa, Pak. Namanya juga usaha,” jawab Mas Arfan dengan senyuman yang setengah dipaksakan. Sudah lima bulan kami menikah dan belum ada tanda-tanda hamil. Mungkin benar kata Mas Arfan jika aku harus

  • Pesona Babang Ojol    Bonus

    Satu minggu setelah menikah, aku menemukan fakta baru. Ternyata suamiku orang kaya raya. Ayah hampir jantungan mengetahui semua fakta yang Pak Arfan ungkapkan. “Kenapa kamu nggak jujur dari awal, Nak?” tanya Ayah setelah kami pulang dari hotel. Baru dua hari kami menikah, aku kedatangan tamu bulanan. Pak Arfan kecewa karena kami gagal bulan madu ke Yogyakarta. Akhirnya dia memintaku tinggal di hotel selama satu minggu sebelum pulang ke rumah Pak Shaka, orang tuanya. “Kalau saya jujur dari awal, Syifa pasti langsung mau nikah sama saya,” jawabnya penuh percaya diri. Dengan kesal kucubit pinggangnya. Semenjak kami menikah, aku semakin dekat dengannya, tetapi tetap saja tidak bisa berhenti memanggilnya “Pak”.Ternyata dia lelaki yang sangat baik. Dia mau menerimaku apa adanya meski aku bukanlah wanita yang sempurna. Dia mau membimbing dan mengajarkan banyak hal yang selama ini tidak aku ketahui. Namun, sampai sekarang aku belum tahu apa alasannya merahasiakan identitasnya dari

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pertama

    Aku kembali ke kamar setelah tidak ada seorang pun tamu. Lelah sekali rasanya berdiri seharian. Pak Shaka dan Mama sudah pulang setelah Ayah pergi. Gedung untuk acara resepsi pun sudah dibersihkan. “Fa, aku mandi dulu. Kamu mau ikut?” tanya Pak Arfan sambil mengerlingkan mata.Pak Arfan benar-benar meresahkan. belum apa-apa saja sudah membuat jantungku ingin lepas dari tempatnya.“Enggak, nanti yang ada enggak jadi mandi.” “Nggak jadi mandi? Terus ngapain?” tanya suamiku sambil berjalan mendekat ke arahku. Aku harus jawab apa? Duh, nih mulut kenapa asal jawab. “Ngapain, ya? Aku enggak tahu. Masih polos.”“Sini aku ajarin!” Heh? Aku melotot dibuatnya. Sejak kapan Pak Arfan jadi sevulgar itu?“Aku bercanda. Kamu jangan omes!” Dia tertawa hingga tubuhnya terguncang. Dengan kesal aku melempar bantal ke arahnya. Namun dia kabur, menyebalkan sekali.Kulepaskan hijab dan aksesorisnya yang terasa berat di kepala. Aku membersihkan sisa make up dengan milk cleanser dan face tonic. Wajahku t

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pengantin

    Kami berjalan bergandengan menuju kamar, rasanya lututku lemas. Kuremas kuat tangan suamiku untuk mengurangi rasa gugup. “Mau kugendong?”Aku membelalakkan mata. Tidak menyangka dia tahu isi hatiku. Aku mengangguk pasrah, daripada pingsan. Dia membopongku ala bridal style. Bukan seperti mengangkat karung beras. Aku menenggelamkan muka ke dadanya. Pipiku pasti sudah sangat merah. “Ternyata kamu tambah berat.”What?Setelah sampai di kamar, Pak Arfan merebahkanku di kasur. Dia menatapku cukup lama hingga membuatku berpaling. Ya Allah, kami sudah halal, beginikah rasanya berduaan dengan laki-laki di dalam kamar? Jantungku berdebar tidak karuan, ada rasa yang menggelitik di hati. Ingin rasanya aku—“Kamu mikirin apa sampai senyum-senyum begitu?” Aku tersadar dari lamunan. “Enggak, aku cuma—“Suamiku masih dengan posisi yang sama, masih menatapku dalam. Kemudian semakin mengikis jarak di antara kami. “Bolehkan aku melakukannya lagi?”“Melakukan apa?” Pertanyaannya sangat ambigu. “Kiss,”

  • Pesona Babang Ojol    Alhamdulillah, Sah!

    Terdengar berisik suara gedoran pintu kamarku. Siapa, sih, pagi buta begini gangguin orang saja. Aku menarik selimut hingga menutup kepala. Kulihat Faiha masih tertidur pulas. Namun, beberapa saat kemudian suara Bulik terdengar melengking dari luar jendela. “Syifa! Kamu jadi nikah apa enggak, sih? Periasnya sudah datang,” teriak bulik sambil menggedor-gedor jendela kamar. Astaga, aku terperanjat dan segera mengecek ponsel. Tanggal 10 Oktober 2021. Ya Allah, hari ini aku akan melepas masa remaja. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gasik sekali datangnya. Aku harus segera mandi dan salat Subuh. “Iya Bulek, aku keluar.” Aku segera bangun dan turun dari tempat tidur. Namun nahas, kakiku semutan sehingga membuatku jatuh terjungkal. Aku tergeletak di lantai. Kakiku mati rasa, aku harus menunggunya hingga kembali pulih. Ya Allah, gini amat punya adik syemok. Kaki Faiha menindih kakiku hingga membuatnya kesemutan.Aku segera membangunkan Faiha dan mengajaknya salat, tetapi dia tid

  • Pesona Babang Ojol    Nggak jadi, deh!

    Setelah kepergian kedua adikku, aku pergi ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya aku menyiapkan kopi untuk ayah. Namun, langkahku terhenti kala melihat pakde dan paklik menghadangku di depan pintu dapur.Mau apa mereka? Ayah tidak ada di rumah, bude dan bulik belum juga datang. Ya Allah, selamatkanlah aku. “Kamu mau ke mana, Fa?” tanya Paklik sambil tersenyum. Sedangkan pakde berbisik di samping telinga paklik. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku harus waspada. Jangan sampai kejadian di novel online itu terjadi padaku. Mengerikan sekali ketika ada seorang gadis yang dinodai 30 pria, dan orang yang menjebaknya adalah pamannya sendiri. “Aku mau bikin kopi buat ayah,” jawabku gugup. Mereka tersenyum menyeringai. Ayah, cepatlah pulang, anakmu sedang ketakutan. “Kebetulan sekali, Fa. Kami mau bikin kopi, tapi enggak tahu gulanya di mana,” jawab pakde sambil menggaruk kepala. Aku menepuk jidatku, separah inikah pengaruh novel online terhadapku? Aku menjadi orang yang sela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status