Share

Kenalan

last update Last Updated: 2022-12-22 23:57:38

Aku melihat lelaki yang pagi ini sudah menolongku, sekaligus membuat naik darah. Dia sudah terlalu membuat hati ini baper, eh, langsung dijatuhkan gitu aja. Udah gitu aku habis ditipu sama dia. Aku harus memberikan pelajaran padanya.

Aku melipat lengan gamisku hingga ke siku. Bersiap memberikan sebuah pelajaran kepada babang ojol. Aku tidak boleh terpesona dengan ketampanannya. Pelan tapi pasti, aku berjalan dengan berkacak pinggang hingga sampai di sampingnya. Dia menoleh ke arahku.

“Heh, ngapain kamu ke sini? Bayarannya kurang?”

“Udah lunas, kok. Tenang aja.”

Dia tersenyum lagi, tapi maaf, aku tidak akan terpengaruh. Aku sudah menutupi mataku dengan tahu dan tempe.

“Lalu? Kamu buntutin aku, ya? Apa jangan-jangan kamu naksir sama aku? Heh, jangan mimpi!”

“Aku cuma—“

“Cuma apa? Mau modus, atau tebar pesona?”

Kulihat penampilannya sudah berbeda. Dia tidak lagi memakai jaket ojol warna hijau. Semua mahasiswi di kelas ini menatapnya tanpa berkedip. Dia sudah menghipnotis semua temanku. Ini bisa bahaya.

“Aku ke sini mau—“

“Mau bohongi aku lagi?” Aku tersenyum melihatnya tak bisa berbicara. Ha ha ha!

“Ehem, Syifa!” Ibrahim memanggilku. Suara Ibrahim menyadarkan lamunan anak-anak.

Mereka memelototiku seketika. Ada apa? Mengapa wajah mereka mendadak ketakutan? Aku melirik ke arah Nindy, teman sebangkuku. Dia menyuruhku segera duduk kembali. ‘Ada apa?’ tanyaku dengan gerakan bola mata yang melirik ke Babang ojol.

Dia meletakkan sebuah jari telunjuk di depan mulutnya, mengisyaratkanku untuk diam. Kemudian memintaku segera duduk.

Aku masih mencerna dengan apa yang terjadi di kelas ini. Otakku terlalu lola jika sedang emosi.

“Saudari Nurus Syifa, silahkan kembali ke tempat!” ucap si babang ojol dengan suara yang tegas.

Dari mana dia tahu namaku? Kulihat dia membawa buku absen mahasiswa. Mampus aku. Jangan-jangan dia ....

Aku segera meninggalkannya dan duduk di samping Nindi.

“Oke, cukup, ya perkenalan hari ini. Langsung saja kita mulai mata kuliah pagi ini.”

Kenalan? Aku bahkan melewatkannya. Ternyata dia dosen pengganti Bu Endang, betapa bodohnya diriku. Aku sudah mempermalukan diriku sendiri di depan banyak orang. Aku harus meminta penjelasan kepada Nindi, tetapi sepertinya dia sedang asyik menikmati wajah ganteng si Babang ojol.

Semua mahasiswa menyimak materi yang disampaikan si babang ojol. Lebih tepatnya dosen, ya. Oke aku ralat, ternyata dia dosen. Dia menyampaikan materi dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Lebih selow dan santai. Suasana di kelas ini cukup kondusif, tidak tegang seperti kelas Bu Endang.

“Ada yang ditanyakan?” tanyanya setelah menyampaikan materi.

Ya elah, semua cewek masih pada bengong. Dia memang memesona. Hidung mancung, kulit putih dan bersih, matanya sipit seperti oppa korea, badan tegap, tinggi dan so perfect. Tanpa sadar aku menatap matanya, begitu juga dengannya.

Mengapa jantungku berdebar seperti ini? Aku sudah sarapan, tidak mungkin aku kelaparan. Aku segera mengalihkan pandangan.

“Jika tidak ada yang bertanya, saya akhiri mata kuliah hari ini. Sampai jumpa minggu depan.”

Dia sudah berdiri hendak pergi meninggalkan ruangan ini, tetapi aku segera mengacungkan jari.

“Silakan saudari Syifa!”

“Bapak udah punya pacar?”

“Huuu ...!” Terdengar riuh suara teman satu kelas. Nindi sampai mencubit pinggangku.

Beberapa mahasiswa mentertawakanku, hanya dua lelaki yang diam, Ibra dan Babang ojol.

“Maaf, sepertinya saya tidak perlu menjawabnya. Saudari bisa menemui saya di ruangan setelah jam istirahat!”

“Saya juga, Pak?” tanya Nindi.

“Cukup yang terlambat ke kelas. Saya harus laporan sama Bu Endang.”

Fix, satu kelas kicep semua. Dia memang kalem, tetapi juga berwibawa. Duh, kenapa mesti pakai dilaporin ke Bu Endang segala, sih.

“Ada lagi yang ditanyakan?”

“Tidak ada, Pak,” jawab kami serempak.

“Baik kalau begitu,saya permisi dulu. Wassalamu’alaikum.”

“Tunggu, Pak!” Thalita berdiri dan mengejar Pak Dosen ganteng.

“Iya, ada apa?”

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

“Ehem, jangan menatap saya seperti itu, nanti kamu naksir.”

“Maaf, Pak. Saya mau minta laptop saya yang Bapak pinjam tadi.”

Thalita menunjuk sebuah laptop yang dibawa Babang ojol.

Hening, namun aku tidak kuat menahan tawa. Akhirnya aku kelepasan dan tertawa kencang. Ha ha ha ...

“Oh, iya maaf, saya lupa karena mendadak jadi dosen. Makasih, ya.” Dia menyerahkan laptop Thalita kemudian berbalik menghadapku.

Heh, apa dia bilang? Mendadak jadi ddose? Aneh sekali.

“Saudari Syifa bisa ikut saya ke ruangan sekarang juga!”

“Tapi, Pak—“

“Sekarang atau kamu mengulang tahun depan!”

“Ish, menyebalkan.”

“Kamu ngomong apa barusan?”

“Bapak ganteng, deh.”

“Mutlak, saya emang ganteng dari lahir.”

Ya Alah, sumpah aku menyesal telah memujinya. Tingkat kepercayaan dirinya bengitu tinggi. Aku segera mengikutinya daripada mengulang tahun depan.

Sampai di ruangan dosen ternyata tidak ada siapapun. Mungkin mereka masih mengajar di kelas karena pergantian jam masih 10 menit lagi.

“Ngapain kamu berdiri di sana?”

Ngapain? Tentu saja aku takut. Di ruangan ini hanya ada kami. Dua manusia berlawanan jenis, aku takut ada orang ketiga. Apalagi aku sudah mempermalukannya di kelas. Bahaya jika sampai dia mengerjaiku seperti beberapa cerita yang ada di platform online.

“Kita bukan muhrim, Pak. Tidak diperbolehkan berduaan di dalam tempat yang sepi antara laki-laki dan perempuan.”

“Kalau aku halalin, mau nggak, Neng?”

What? Aku melotot dibuatnya. Baru sekali bertemu dan dia langsung ngajak nikah?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
Abang ojok keren
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Waaaah,,...si abang ojol modus nih.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Babang Ojol    TAMAT

    Kehidupan berumah tangga di awal pernikahan memang selalu manis. Apalagi bagi kami yang selama ini tidak pernah pacaran. Namun, semuanya berubah saat negara api menyerang. Tidak hanya orang tua, tetangga, bahkan mahasiswa di kampus menggunjing karena aku tidak hamil-hamil. Padahal kami sudah berusaha semaksimal mungkin sampai Ayah membelikan ramuan Jawa yang katanya sangat ampuh. Bukannya manjur, aku dan suamiku malah masuk rumah sakit. Kami mengalami diare sampai dehidrasi. Katanya suami dan istri harus sama-sama meminum jamu supaya subur. Kami sudah cek ke dokter dan tidak ada masalah serius padaku maupun suamiku. Kami sama-sama sehat, mungkin memang belum rezekinya. “Maafin Ayah, ya, Fa. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencelakai kalian,” ujar Ayah sambil menciumi tanganku. “Tidak apa-apa, Pak. Namanya juga usaha,” jawab Mas Arfan dengan senyuman yang setengah dipaksakan. Sudah lima bulan kami menikah dan belum ada tanda-tanda hamil. Mungkin benar kata Mas Arfan jika aku harus

  • Pesona Babang Ojol    Bonus

    Satu minggu setelah menikah, aku menemukan fakta baru. Ternyata suamiku orang kaya raya. Ayah hampir jantungan mengetahui semua fakta yang Pak Arfan ungkapkan. “Kenapa kamu nggak jujur dari awal, Nak?” tanya Ayah setelah kami pulang dari hotel. Baru dua hari kami menikah, aku kedatangan tamu bulanan. Pak Arfan kecewa karena kami gagal bulan madu ke Yogyakarta. Akhirnya dia memintaku tinggal di hotel selama satu minggu sebelum pulang ke rumah Pak Shaka, orang tuanya. “Kalau saya jujur dari awal, Syifa pasti langsung mau nikah sama saya,” jawabnya penuh percaya diri. Dengan kesal kucubit pinggangnya. Semenjak kami menikah, aku semakin dekat dengannya, tetapi tetap saja tidak bisa berhenti memanggilnya “Pak”.Ternyata dia lelaki yang sangat baik. Dia mau menerimaku apa adanya meski aku bukanlah wanita yang sempurna. Dia mau membimbing dan mengajarkan banyak hal yang selama ini tidak aku ketahui. Namun, sampai sekarang aku belum tahu apa alasannya merahasiakan identitasnya dari

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pertama

    Aku kembali ke kamar setelah tidak ada seorang pun tamu. Lelah sekali rasanya berdiri seharian. Pak Shaka dan Mama sudah pulang setelah Ayah pergi. Gedung untuk acara resepsi pun sudah dibersihkan. “Fa, aku mandi dulu. Kamu mau ikut?” tanya Pak Arfan sambil mengerlingkan mata.Pak Arfan benar-benar meresahkan. belum apa-apa saja sudah membuat jantungku ingin lepas dari tempatnya.“Enggak, nanti yang ada enggak jadi mandi.” “Nggak jadi mandi? Terus ngapain?” tanya suamiku sambil berjalan mendekat ke arahku. Aku harus jawab apa? Duh, nih mulut kenapa asal jawab. “Ngapain, ya? Aku enggak tahu. Masih polos.”“Sini aku ajarin!” Heh? Aku melotot dibuatnya. Sejak kapan Pak Arfan jadi sevulgar itu?“Aku bercanda. Kamu jangan omes!” Dia tertawa hingga tubuhnya terguncang. Dengan kesal aku melempar bantal ke arahnya. Namun dia kabur, menyebalkan sekali.Kulepaskan hijab dan aksesorisnya yang terasa berat di kepala. Aku membersihkan sisa make up dengan milk cleanser dan face tonic. Wajahku t

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pengantin

    Kami berjalan bergandengan menuju kamar, rasanya lututku lemas. Kuremas kuat tangan suamiku untuk mengurangi rasa gugup. “Mau kugendong?”Aku membelalakkan mata. Tidak menyangka dia tahu isi hatiku. Aku mengangguk pasrah, daripada pingsan. Dia membopongku ala bridal style. Bukan seperti mengangkat karung beras. Aku menenggelamkan muka ke dadanya. Pipiku pasti sudah sangat merah. “Ternyata kamu tambah berat.”What?Setelah sampai di kamar, Pak Arfan merebahkanku di kasur. Dia menatapku cukup lama hingga membuatku berpaling. Ya Allah, kami sudah halal, beginikah rasanya berduaan dengan laki-laki di dalam kamar? Jantungku berdebar tidak karuan, ada rasa yang menggelitik di hati. Ingin rasanya aku—“Kamu mikirin apa sampai senyum-senyum begitu?” Aku tersadar dari lamunan. “Enggak, aku cuma—“Suamiku masih dengan posisi yang sama, masih menatapku dalam. Kemudian semakin mengikis jarak di antara kami. “Bolehkan aku melakukannya lagi?”“Melakukan apa?” Pertanyaannya sangat ambigu. “Kiss,”

  • Pesona Babang Ojol    Alhamdulillah, Sah!

    Terdengar berisik suara gedoran pintu kamarku. Siapa, sih, pagi buta begini gangguin orang saja. Aku menarik selimut hingga menutup kepala. Kulihat Faiha masih tertidur pulas. Namun, beberapa saat kemudian suara Bulik terdengar melengking dari luar jendela. “Syifa! Kamu jadi nikah apa enggak, sih? Periasnya sudah datang,” teriak bulik sambil menggedor-gedor jendela kamar. Astaga, aku terperanjat dan segera mengecek ponsel. Tanggal 10 Oktober 2021. Ya Allah, hari ini aku akan melepas masa remaja. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gasik sekali datangnya. Aku harus segera mandi dan salat Subuh. “Iya Bulek, aku keluar.” Aku segera bangun dan turun dari tempat tidur. Namun nahas, kakiku semutan sehingga membuatku jatuh terjungkal. Aku tergeletak di lantai. Kakiku mati rasa, aku harus menunggunya hingga kembali pulih. Ya Allah, gini amat punya adik syemok. Kaki Faiha menindih kakiku hingga membuatnya kesemutan.Aku segera membangunkan Faiha dan mengajaknya salat, tetapi dia tid

  • Pesona Babang Ojol    Nggak jadi, deh!

    Setelah kepergian kedua adikku, aku pergi ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya aku menyiapkan kopi untuk ayah. Namun, langkahku terhenti kala melihat pakde dan paklik menghadangku di depan pintu dapur.Mau apa mereka? Ayah tidak ada di rumah, bude dan bulik belum juga datang. Ya Allah, selamatkanlah aku. “Kamu mau ke mana, Fa?” tanya Paklik sambil tersenyum. Sedangkan pakde berbisik di samping telinga paklik. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku harus waspada. Jangan sampai kejadian di novel online itu terjadi padaku. Mengerikan sekali ketika ada seorang gadis yang dinodai 30 pria, dan orang yang menjebaknya adalah pamannya sendiri. “Aku mau bikin kopi buat ayah,” jawabku gugup. Mereka tersenyum menyeringai. Ayah, cepatlah pulang, anakmu sedang ketakutan. “Kebetulan sekali, Fa. Kami mau bikin kopi, tapi enggak tahu gulanya di mana,” jawab pakde sambil menggaruk kepala. Aku menepuk jidatku, separah inikah pengaruh novel online terhadapku? Aku menjadi orang yang sela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status