Share

Kenalan

Aku melihat lelaki yang pagi ini sudah menolongku, sekaligus membuat naik darah. Dia sudah terlalu membuat hati ini baper, eh, langsung dijatuhkan gitu aja. Udah gitu aku habis ditipu sama dia. Aku harus memberikan pelajaran padanya.

Aku melipat lengan gamisku hingga ke siku. Bersiap memberikan sebuah pelajaran kepada babang ojol. Aku tidak boleh terpesona dengan ketampanannya. Pelan tapi pasti, aku berjalan dengan berkacak pinggang hingga sampai di sampingnya. Dia menoleh ke arahku.

“Heh, ngapain kamu ke sini? Bayarannya kurang?”

“Udah lunas, kok. Tenang aja.”

Dia tersenyum lagi, tapi maaf, aku tidak akan terpengaruh. Aku sudah menutupi mataku dengan tahu dan tempe.

“Lalu? Kamu buntutin aku, ya? Apa jangan-jangan kamu naksir sama aku? Heh, jangan mimpi!”

“Aku cuma—“

“Cuma apa? Mau modus, atau tebar pesona?”

Kulihat penampilannya sudah berbeda. Dia tidak lagi memakai jaket ojol warna hijau. Semua mahasiswi di kelas ini menatapnya tanpa berkedip. Dia sudah menghipnotis semua temanku. Ini bisa bahaya.

“Aku ke sini mau—“

“Mau bohongi aku lagi?” Aku tersenyum melihatnya tak bisa berbicara. Ha ha ha!

“Ehem, Syifa!” Ibrahim memanggilku. Suara Ibrahim menyadarkan lamunan anak-anak.

Mereka memelototiku seketika. Ada apa? Mengapa wajah mereka mendadak ketakutan? Aku melirik ke arah Nindy, teman sebangkuku. Dia menyuruhku segera duduk kembali. ‘Ada apa?’ tanyaku dengan gerakan bola mata yang melirik ke Babang ojol.

Dia meletakkan sebuah jari telunjuk di depan mulutnya, mengisyaratkanku untuk diam. Kemudian memintaku segera duduk.

Aku masih mencerna dengan apa yang terjadi di kelas ini. Otakku terlalu lola jika sedang emosi.

“Saudari Nurus Syifa, silahkan kembali ke tempat!” ucap si babang ojol dengan suara yang tegas.

Dari mana dia tahu namaku? Kulihat dia membawa buku absen mahasiswa. Mampus aku. Jangan-jangan dia ....

Aku segera meninggalkannya dan duduk di samping Nindi.

“Oke, cukup, ya perkenalan hari ini. Langsung saja kita mulai mata kuliah pagi ini.”

Kenalan? Aku bahkan melewatkannya. Ternyata dia dosen pengganti Bu Endang, betapa bodohnya diriku. Aku sudah mempermalukan diriku sendiri di depan banyak orang. Aku harus meminta penjelasan kepada Nindi, tetapi sepertinya dia sedang asyik menikmati wajah ganteng si Babang ojol.

Semua mahasiswa menyimak materi yang disampaikan si babang ojol. Lebih tepatnya dosen, ya. Oke aku ralat, ternyata dia dosen. Dia menyampaikan materi dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Lebih selow dan santai. Suasana di kelas ini cukup kondusif, tidak tegang seperti kelas Bu Endang.

“Ada yang ditanyakan?” tanyanya setelah menyampaikan materi.

Ya elah, semua cewek masih pada bengong. Dia memang memesona. Hidung mancung, kulit putih dan bersih, matanya sipit seperti oppa korea, badan tegap, tinggi dan so perfect. Tanpa sadar aku menatap matanya, begitu juga dengannya.

Mengapa jantungku berdebar seperti ini? Aku sudah sarapan, tidak mungkin aku kelaparan. Aku segera mengalihkan pandangan.

“Jika tidak ada yang bertanya, saya akhiri mata kuliah hari ini. Sampai jumpa minggu depan.”

Dia sudah berdiri hendak pergi meninggalkan ruangan ini, tetapi aku segera mengacungkan jari.

“Silakan saudari Syifa!”

“Bapak udah punya pacar?”

“Huuu ...!” Terdengar riuh suara teman satu kelas. Nindi sampai mencubit pinggangku.

Beberapa mahasiswa mentertawakanku, hanya dua lelaki yang diam, Ibra dan Babang ojol.

“Maaf, sepertinya saya tidak perlu menjawabnya. Saudari bisa menemui saya di ruangan setelah jam istirahat!”

“Saya juga, Pak?” tanya Nindi.

“Cukup yang terlambat ke kelas. Saya harus laporan sama Bu Endang.”

Fix, satu kelas kicep semua. Dia memang kalem, tetapi juga berwibawa. Duh, kenapa mesti pakai dilaporin ke Bu Endang segala, sih.

“Ada lagi yang ditanyakan?”

“Tidak ada, Pak,” jawab kami serempak.

“Baik kalau begitu,saya permisi dulu. Wassalamu’alaikum.”

“Tunggu, Pak!” Thalita berdiri dan mengejar Pak Dosen ganteng.

“Iya, ada apa?”

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

“Ehem, jangan menatap saya seperti itu, nanti kamu naksir.”

“Maaf, Pak. Saya mau minta laptop saya yang Bapak pinjam tadi.”

Thalita menunjuk sebuah laptop yang dibawa Babang ojol.

Hening, namun aku tidak kuat menahan tawa. Akhirnya aku kelepasan dan tertawa kencang. Ha ha ha ...

“Oh, iya maaf, saya lupa karena mendadak jadi dosen. Makasih, ya.” Dia menyerahkan laptop Thalita kemudian berbalik menghadapku.

Heh, apa dia bilang? Mendadak jadi ddose? Aneh sekali.

“Saudari Syifa bisa ikut saya ke ruangan sekarang juga!”

“Tapi, Pak—“

“Sekarang atau kamu mengulang tahun depan!”

“Ish, menyebalkan.”

“Kamu ngomong apa barusan?”

“Bapak ganteng, deh.”

“Mutlak, saya emang ganteng dari lahir.”

Ya Alah, sumpah aku menyesal telah memujinya. Tingkat kepercayaan dirinya bengitu tinggi. Aku segera mengikutinya daripada mengulang tahun depan.

Sampai di ruangan dosen ternyata tidak ada siapapun. Mungkin mereka masih mengajar di kelas karena pergantian jam masih 10 menit lagi.

“Ngapain kamu berdiri di sana?”

Ngapain? Tentu saja aku takut. Di ruangan ini hanya ada kami. Dua manusia berlawanan jenis, aku takut ada orang ketiga. Apalagi aku sudah mempermalukannya di kelas. Bahaya jika sampai dia mengerjaiku seperti beberapa cerita yang ada di platform online.

“Kita bukan muhrim, Pak. Tidak diperbolehkan berduaan di dalam tempat yang sepi antara laki-laki dan perempuan.”

“Kalau aku halalin, mau nggak, Neng?”

What? Aku melotot dibuatnya. Baru sekali bertemu dan dia langsung ngajak nikah?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Waaaah,,...si abang ojol modus nih.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status