Share

Bab 7

Penulis: AliceLin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-31 11:42:04

“Sudahlah, David. Kalau Sherin tidak mau menikah dengan Marco, percuma saja memaksanya,” celetuk Penelope setelah Sherin menghilang dari pandangan mereka.

Sambil mengusapkan kompres dingin ke pergelangan tangan suaminya yang memar, wanita itu menambahkan, “Bukankah masih ada Paula? Dia lebih baik dari Sherin. Marco juga pasti tidak keberatan.”

Paula, yang berdiri tak jauh dari mereka, langsung tersenyum tipis mendengar dukungan ibunya. Ia sudah membayangkan sang ayah akan mengiyakan usulan itu. Namun, harapannya runtuh begitu saja saat mendengar jawabannya.

“Bukan Marco yang keberatan, tapi Tuan Besar Langdon!” cetus David berdecak kesal.

Dengan nada frustrasi, ia melanjutkan, “Kamu tidak dengar tadi? Dia hanya mau Sherin yang jadi menantunya, bukan Paula!”

Senyuman di wajah Paula pun lenyap, diiringi dengan ekspresi masam di wajahnya. Sejak awal ia sudah tahu, Frans Langdon memang hanya mengakui Sherin seorang sebagai menantu keluarga Langdon. Karena hal inilah, Marco tidak dapat berbuat apa-apa saat Paula menuntutnya untuk memutuskan Sherin dan itu membuat Paula semakin membenci saudara tirinya itu.

Bahkan demi menyenangkan hati Frans Langdon dan menutupi aib tentang perselingkuhan mereka yang telah diungkapkan Sherin di acara resepsi tadi, Marco sampai terpaksa berbohong dengan mengatakan bahwa rekaman yang dipertontonkan Sherin hanyalah rekayasa belaka.

Meskipun kesal, saat ini Paula hanya bisa menerima saran Marco untuk tetap bersabar hingga pria itu bisa mendapatkan hati ayahnya terlebih dahulu. 

“Memangnya apa bagusnya gadis kurang ajar itu?” Paula mendesis geram. Padahal ia merasa jauh lebih unggul dari Sherin dari segi apa pun.

Penelope mengangguk setuju dan berkata, “Kalau kamu tidak bisa bicara, biar aku saja yang menemui Tuan Besar Langdon dan menjelaskan semuanya, David.”

Namun, David malah membentaknya, “Apa masalahku kurang banyak?! Lebih baik diam kalau kamu tidak tahu apa-apa, Pene!”

Kompresan di tangan Penelope terjatuh ke lantai. Wajahnya memerah karena malu sekaligus kesal. Tanpa sepatah kata pun, ia memutar badan dan pergi, diikuti Paula yang mendengus kesal di belakangnya.

David tidak peduli sedikit pun dengan tingkah istri dan putri bungsunya itu. Ia mendudukkan diri di sofa dan termenung. Wajahnya menggelap tatkala teringat dengan keangkuhan Sherin sebelumnya.

“Dasar gadis bodoh. Dia pikir … dia bisa apa tanpa keluarga Scarlet,” desis David, menyeringai sinis. “Aku mau lihat … sampai sejauh mana kamu bisa bertahan, Sherin.”

Saat ini kondisi Clover dalam ambang krisis. David sangat yakin putri sulungnya itu tidak akan mampu mempertahankannya. Ia berpikir, cepat atau lambat, Sherin akan kembali padanya dengan kepala tertunduk dan penuh penyesalan.

Seulas senyuman puas mengukir di bibir pria paruh baya itu. Namun, kegembiraannya tidak bertahan lama. Ada satu hal lain yang mengganggu pikirannya.

Arnold Windsor.

Tatapan dan sikap misterius Arnold serta ketenangan dan keberaniannya menunjukkan bahwa pria itu tidak seperti petugas hotel biasa.

David pun mengeluarkan ponselnya dan melakukan penelusuran terhadap informasi yang dibutuhkannya. Ia khawatir pria itu dan sosok penerus utama keluarga Windsor adalah orang yang sama.

Akan tetapi, mata David menyipit saat tidak menemukan foto jelas dari sosok tersebut. Hanya ada sederet berita yang memuat kiprah “Arnold Windsor” di dunia bisnis internasional.

“Aneh sekali,” gumamnya dengan alis berkerut.

David, yang tidak puas, kembali menggulir layarnya terus ke laman-laman berita lainnya. Gerakan jarinya akhirnya terhenti saat menemukan satu foto yang cukup jelas di sebuah artikel.

Ia menatapnya beberapa detik dan mendengus sinis. “Ck. Ternyata aku saja yang terlalu paranoid," gumamnya, menghela napas lega.

Namun, rasa kesal terhadap Arnold yang mempermalukannya tadi tidak bisa hilang begitu saja. "Kalau bertemu lagi, aku akan pastikan dia membayar mahal kesombongannya itu," desisnya dengan kemarahan yang tertahan.

***

Sementara itu, di dalam mobil, Sherin menyandarkan kepalanya di jendela, menatap kosong keluar. Lampu-lampu kota berkelebat bercampur dengan bayangan air hujan yang mengalir perlahan.

Pandangan Sherin terlihat kabur. Bukan hanya karena tetesan hujan, tetapi juga karena emosi yang berbaur di dalam dadanya.

Arnold menyetir dalam diam, membiarkan gadis itu menikmati ketenangannya. Namun, sesaat kemudian, mobil berhenti ketika lampu lalu lintas berubah merah.

Pria itu melirik ke arahnya. “Menangislah. Tidak usah ditahan,” ucapnya, datar.

Sherin menoleh malas. “Aku tidak selemah itu,” sahutnya ketus.

“Gadis batu,” ledek Arnold seraya menggeleng pelan dan menyeringai tipis. Padahal ia dapat melihat jelas usaha keras gadis itu untuk menahan air matanya.

“Apa kamu bilang?” Sherin memelototinya. “Bisa tidak berhenti memberiku julukan seenaknya? Aku punya nama, Paman!”

“Paman?” Arnold mendengus kasar. Walaupun kesal mendengar panggilan itu, tetapi melihat kondisi gadis itu saat ini, Arnold tidak ingin memperpanjang perdebatan.

Ia kembali melirik gadis itu, kali ini lebih lama. “Jadi apa rencanamu sekarang? Apa kamu punya tujuan?”

Pertanyaan itu membuat Sherin terdiam. Tentu saja ia tidak memiliki tempat tinggal. Bahkan ia tidak membawa sepeser uang pun di tangannya.

“Aku rasa … aku akan bermalam di rumah temanku dulu,” jawab Sherin, terdengar ragu.

Namun, begitu ia membuka ponsel untuk menghubungi sahabat terbaiknyaHailey Flynn, layar ponselnya langsung mati. Baterai benar-benar habis.

Sherin mendesah frustrasi, lalu menoleh pada Arnold. “Boleh pinjam ponselmu?”

Arnold tanpa banyak bicara menyerahkan gawainya.

Sherin segera menekan nomor yang teringat di dalam kepalanya. Akan tetapi, panggilan tersebut tidak terhubung. Hanya suara penjawab otomatis dari operator yang terdengar di telinganya.

“Ke mana sih dia? Giliran dicari dia malah menghilang,” gerutu Sherin sembari membuang napasnya dengan kasar.

Arnold melirik. “Kenapa tidak coba hubungi yang lain?”

Sherin diam.

“Jangan bilang kamu cuma ingat satu nomor?” ledek pria itu.

Sherin melototinya. "Tidak usah sok tahu!"

Arnold terkekeh pelan, malah semakin sengaja menggodanya, “Atau … jangan-jangan kamu memang tidak punya teman atau saudara lain?”

Sherin mengalihkan wajahnya, menahan emosi. Ucapan Arnold sangat tepat sasaran.

Selama ini gadis itu memang tidak memiliki banyak teman. Meskipun Sherin merupakan putri keluarga Scarlet yang cukup terpandang, tetapi sejak ibunya tiada, berkat hasutan dan gosip yang disebarkan Penelope dan Paula, semua orang menjauhinya.

Tidak jarang pula Sherin menjadi sasaran perundungan semasa sekolahnya karena ulah Paula. Karena itulah, Sherin memilih untuk menutup diri dan membatasi pertemananya.

Hanya Hailey Flynn yang mau berteman dengannya tanpa melihat latar belakang ataupun isu buruk yang beredar.

Melihat wajah muram gadis itu, Arnold pun merasa ucapannya telah menyinggung perasaannya. Ia sempat berniat meminta maaf, tetapi suara Sherin mendahuluinya.

“Eh? Bukannya ini … handphone edisi terbatas yang baru rilis minggu lalu, kan?"

Perubahan topik pembicaraan itu mengalihkan pandangan Arnold pada ponsel miliknya yang berada dalam genggaman Sherin. Gadis itu terlihat serius mengamati gawai tersebut. 

“Tiruan. Aku beli di black market. Hanya tiga ratus dolar," jawab Arnold dengan santai.

“Serius?” Sherin tercengang.

Sebelumnya Hailey memiliki ponsel yang serupa. Dari cerita sahabatnya itu, harga ponsel tersebut sangat mahal. Bahkan Hailey sendiri yang merupakan putri keluarga kaya saja sampai harus menghabiskan tiga bulan uang jajan yang diberikan orang tuanya.

Sherin merasa ponsel di tangannya ini terlihat terlalu mewah untuk ukuran "barang tiruan”. Ditambah sikap Arnold .…

Kecurigaan yang sejak tadi ia pendam kembali muncul.

“Arnold,” Suara Sherin mendadak serius. Matanya menyipit tajam. “Jawab jujur … kamu beneran bukan penerus keluarga Windsor yang itu?”

Arnold tersenyum tipis. “Menurutmu ... apakah ada seorang tuan muda kaya yang ingin melakukan pekerjaan rendahan seperti ini?”

Dahi Sherin mengernyit. Ia sangat tidak puas dengan pertanyaan yang dibalas dengan pertanyaan. Namun, pembicaraan mereka berakhir saat mobil kembali melaju dan menembus hujan yang turun semakin deras.

Selang beberapa waktu kemudian, mereka tiba di depan Hotel Royal Night, tempat Sherin mengadakan resepsi sebelumnya.

“Kenapa kamu membawaku kembali ke sini, Paman?” tanya Sherin dengan penuh selidik.

Arnold tidak menjawab. Ia turun begitu saja dari mobil setelah memarkirnya.

"Ck! Dia seperti wanita yang datang bulan saja," sungut Sherin, mendengus kesal.

Namun, tiba-tiba ia teringat akan janji yang telah dibuatnya kepada pria itu mengenai penggantian rugi atas kerusakan mobil yang ditumpanginya tersebut.

“Gawat! Jangan-jangan …," Sherin menggigit bibirnya dengan cemas. "dia ingin aku bertanggung jawab sekarang?”

Padahal Sherin belum memiliki uang yang cukup untuk membayar penggantian kerugian. Namun, ia tidak ingin dianggap sebagai penipu.

Akhirnya dengan perasaan yang sangat berat, ia menyusul pria itu. Akan tetapi, baru saja ia memasuki lobi hotel, ia melihat seorang pria berpakaian semi formal berdiri di depan Arnold.

“Arnold! Ke mana aja kamu?!” bentak pria itu dengan sorot mata tajam. "Bos cari mobilnya dari tadi! Bisa-bisanya kamu malah bawa pergi tanpa izin Kamu pikir itu mobil pribadimu, hah?!”

Sherin yang berdiri di belakang Arnold pun tertegun. ‘Jadi … dia benar hanya pegawai hotel biasa?’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (13)
goodnovel comment avatar
LuckyStar
makin penasaran sama sosok arnold
goodnovel comment avatar
Vha Candra
sebenernya si Arnold ini siapa
goodnovel comment avatar
Nug
Oke kak tq ya semoga bisa up tiap hari seperti dulu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 33

    “Seperti dugaanmu, Bernard Murray memang orang yang cukup licik dan serakah. Sudah banyak beredar rumor buruk tentangnya, tetapi berkat seseorang, semua isu itu berhasil dialihkan. Dan kamu pasti tahu siapa orangnya,” imbuh Sophia lebih lanjut.Arnold memutar pelan gelas whiskey di tangannya. Jelas siapa yang Sophia maksud, kemungkinan besar Frans Langdon-lah yang yang berada di balik pergerakan calon politisi itu.Arnold menatap cairan keemasan di dalam gelasnya, seolah bisa membaca jejak langkah lawannya di sana. Alih-alih menggali informasi lebih lanjut, ia menyoroti Alvin yang tengah asyik bersenang-senang dengan para bawahannya yang lain.“Apa bocah itu masih sering memberikan masalah untukmu selama aku pergi, Madam Nolan?” tanya Arnold seraya menunjuk pemuda itu dengan dagunya.Sophia mengikuti arah pandang Arnold, lalu mendengus kecil. “Tiada hari dia tidak berulah. Bukannya bekerja, dia malah sibuk menggoda semua wanita yang ditemuinya. Entah mau jadi apa dia nanti.”“Walaupun

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 32

    Musik hingar bingar memenuhi ruangan VIP Diamond. Terdengar suara tawa dari beberapa pria dan wanita yang sedang menikmati minuman berkelas, ditemani alunan musik live yang memekakkan telinga.Lampu kristal berpendar lembut, memantulkan kilau dari botol-botol champagne yang berjajar di atas meja marmer. Asap cerutu tipis menari di udara, bercampur dengan aroma alkohol yang menusuk.Tampak Alvin yang tengah memasang wajah serius, tangannya menggenggam stik biliar dengan penuh konsentrasi. Ia membungkuk, menatap bola putih seolah ingin menembusnya dengan sorot matanya. Satu kali pukulan, bola meluncur cepat namun berhenti beberapa sentimeter sebelum mengenai target.“Ah, sial!” gerutunya sambil mengumpat kecil, membuat pria-pria lain di sekitar meja tertawa.King, yang sejak tadi hanya berdiri santai dengan tangan terlipat di dada, melangkah maju dengan tenang. Ia mengambil stik biliarnya tanpa banyak bicara.Dengan gerakan sederhana, bola putih melesat mulus, memantulkan sisi meja, dan

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 31

    Sherin masih terpaku di depan pintu hingga salah satu pria mengisyaratkannya untuk masuk. “Kemarilah, Kucing Manis. Ayo temani Kakak minum.”Tamu pria itu menepuk tempat kosong di sampingnya. Senyum lebarnya memperlihatkan deretan gigi yang sudah tak lagi rapi dan menguning.Mendengar tawaran itu, satu alis Sherin menukik naik. ‘Dasar tua bangka tidak tahu diri. Dia bilang apa? Kakak? Apa dia tidak berkaca dulu sebelum keluar rumah tadi?’Ia menahan lidahnya agar tidak menyemburkan umpatannya. Demi pekerjaannya, ia memilih diam. Dengan penuh keengganan, gadis itu mendorong trolinya dan berdiri di tengah ruangan.Ketiga tamu paruh baya itu tidak mengenakan topeng mereka sesuai aturan kelab sehingga Sherin bisa melihat jelas wajah mereka. Kening Sherin langsung mengernyit saat tatapannya tertuju pada salah seorang tamu.Pria berperut buncit itu duduk sambil memeluk pinggang dua wanita pendamping kelab berpakaian seksi di kedua sisinya. Terlihat beberapa bekas lipstik di wajah gempalnya

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 30

    “Jack! Apa yang kamu lakukan di sana? Kemarilah!” Sophia Nolan tiba-tiba berteriak lantang padanya.Alvin mendengus kesal karena kesenangannya lagi-lagi diusik. “Dasar tante-tante cerewet,” gerutunya. Namun, ia tetap berjalan ke arah wanita itu.Sementara, Sherin masih terpaku di tempat, menatap King yang kini berdiri tegak di tengah ruangan dengan dikerumuni oleh para pengagumnya. Ia tidak dapat melepaskan tatapannya dari pria bertopeng perak itu.Aura yang terpancar dari sosok itu begitu kuat, hampir terasa seperti magnet yang memaksa semua mata menatap ke arahnya. Ketika tatapan dingin King tiba-tiba beradu dengan matanya, bulu kuduk Sherin meremang seketika.Napasnya nyaris tercekat saat melihat pria itu tersenyum tipis. Senyuman samar yang nyaris tidak terlihat, tetapi cukup untuk menimbulkan ribuan tafsir bagi siapa pun yang melihatnya.Ucapan Alvin sebelumnya bergema di dalam kepalanya, memunculkan ketakutannya. Namun, di sisi lain, Sherin merasa tatapan dingin pria itu sangat

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 29

    Sherin mendorong troli minuman keluar dari ruang ganti, melangkah pelan menyusuri koridor. Setiap langkah terasa berat—bukan hanya karena pakaian yang membuatnya tidak nyaman, tetapi juga nyeri yang masih menusuk di kaki kanannya.Ia berhenti sejenak di depan pintu besar yang memisahkan area internal karyawan dengan ruang hiburan utama kelab. “Hei, Kucing Seksi,” goda penjaga yang berdiri di dekat pintu tersebut sembari bersiul. Namun, Sherin tidak menggubrisnya.“Pulang kerja nanti ikut denganku, bagaimana?” Pria berotot kekar tinggi itu masih mencoba merayunya.Sherin hanya melototinya dari balik topengnya dan segera mendorong pintu di depannya dengan punggungnya.Begitu pintu terbuka, dunia di hadapannya seakan berubah seratus delapan puluh derajat. Cahaya lampu berwarna-warni menari liar di langit-langit, musik berdentum keras hingga terasa mengguncang dadanya, dan riuh tawa para tamu langsung menyergap telinganya.Jantung Sherin berdegup kencang, telinganya berdengung karena kebi

  • Pesona Berbahaya Suami Dadakanku   Bab 28

    “Apa kamu belum selesai? Lama sekali!”Ketukan keras menggema dari balik pintu ruang ganti, disusul suara bentakan bernada kesal.Sherin hanya bisa menghela napas panjang, mengabaikan kemarahan Clara─hostess senior yang akan ia gantikan malam ini. Saat ini perhatiannya tersita sepenuhnya pada penampilannya sendiri.Keningnya mengernyit. Matanya menelusuri pantulan dirinya di depan cermin. Ia hampir tak percaya, gadis seksi di hadapannya ini adalah dirinya.Balutan kostum kucing serba hitam yang menempel ketat di tubuhnya, stoking jaring yang menutupi kaki jenjangnya, ekor panjang buatan yang menjuntai di belakang, serta telinga kucing yang bertengger manis di atas kepalanya membuatnya merasa ... tidak mengenal dirinya sendiri.Sherin meremas ujung rok mini ketat yang menempel di pinggangnya, berusaha menutupi rasa canggung yang kian menyesakkan. Napasnya terasa berat, seakan ruangan sempit itu menutup seluruh jalan keluar untuk bernapas.Gadis itu meneguk salivanya dengan bersusah paya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status