Share

Pesona Bos Tampan
Pesona Bos Tampan
Penulis: Rini Ermaya

Awal Bermula

Penulis: Rini Ermaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 16:18:33

Hari ini Hani berada di sini, di sebuah gedung besar sebuah perusahaan ternama. Kemarin, dia mendapat telepon untuk datang interview. Dengan penampilan seadanya, dia berangkat pagi-pagi ke tempat ini.

Hani bangun lebih pagi dari biasanya, menyiapkan sarapan untuk anak dan suami di rumah. Sebenarnya, suaminya ingin mengantar, tetapi dia menolak. Wanita itu memilih naik ojek online demi menghemat pengeluaran. Jadi putra mereka bisa dijagakan ayahnya di rumah.

Hani memang jarang membawa anaknya keluar, jika memang tidak perlu sama sekali.

"Bismillahirrahmanirrahim."

Hani mematut diri di kaca sebelum berangkat, untuk memastikan penampilannya sebaik mungkin. Wanita itu memang tidak terlalu pandai berdandan seperti yang lain. Namun, apa yang dipakai kali ini rasanya cukup pantas dan sopan. Doanya hanya satu, semoga dia bisa diterima bekerja lagi.

Tiga puluh tahun bukanlah usia yang ideal untuk melamar bekerja di sebuah perusahaan swasta. Ada banyak fresh graduated lulusan universitas ternama yang lebih layak lolos seleksi dibandingkan dengannya, ibu satu anak dengan usia matang.

Walaupun pengalaman bekerja cukup banyak, tetap saja Hani merasa kurang percaya diri saat memasuki gedung itu. Tapi apa daya, dia harus bekerja lagi. Semoga Tuhan masih memberikan rezeki kepada keluarga mereka.

Lamaran pekerjaan ini sudah satu bulan yang lalu Hani kirim melalui email, saat tak sengaja membaca iklan yang dipasang di media sosial. Wanita itu juga mengikuti beberapa grup, agar lebih mudah melihat lowongan apa saja yang tersedia. Juga, yang cocok dengan bidang dan keahlian yang dia miliki.

Tiba di halaman depan kantor, Hani membayar ojek online dengan jumlah yang pas. Lalu, dia mengucapkan terima kasih sebelum pengendaranya menghilang.

Hani melangkah dengan penuh keyakinan saat memasuki gedung besar dan bertingkat di hadapannya. Walaupun gugup, dia berusaha untuk tenang.

"Selamat pagi Ibu. Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah seorang resepsionis dengan ramah.

Hani menjelaskan maksud kedatangannya sembari memperlihatkan email yang dia terima. Si resepsionis kemudian mengecek beberapa data dan mempersilakannya duduk.

Tak lama menunggu, Hani dipanggil dan diminta untuk naik ke lantai atas untuk melakukan sesi wawancara.

"Nanti Ibu bilang saja ke sekretarisnya, kalau hari ini jadwal Ibu interview," jelas si resepsionis dengan ramah.

Hani berpamitan dan menuju lift lalu menekan angka sesuai dengan lantai yang dia tuju. Wanita itu mengusap telapak tangan karena begitu gugup.

Tiba di tempat tujuan, Hani segera menghampiri sekretaris yang dimaksud tadi.

"Saya Agnes. Silakan duduk dulu ya, Ibu."

Lagi, Hani diminta untuk menunggu, sementara wanita itu menghubungi seseorang.

Hani melirik Agnes yang sedang menelepon. Wajahnya begitu cantik saat dalam balutan blazer dan rok selutut. Rambutnya disanggul rapi, dengan harum parfum yang begitu menggoda.

Hani menatap baju yang dia kenakan. Modelnya sangat sederhana jika dibandingkan dengan Agnes. Dia merasa sedikit minder dan bergumam dalam hati, apakah bisa lolos dengan penampilan seperti ini. Sementara para pekerja di kantor ini terlihat cukup glamour dalam berpenampilan. Itu dia perhatikan sejak awal datang.

"Silahkan masuk, Ibu Hani," ucap Agnes.

"Apa sesi wawancaranya sekarang ya, Mbak?"

Hani merasa heran karena tidak melihat ada pelamar lain di ruangan ini selain dirinya.

"Iya, Bu. Hari ini sesuai dengan jadwal yang saya terima. Hanya ibu sendiri yang ikut sesi wawancara," jawab Agnes.

"Pelamar yang lain?" tanya Hani lagi.

"Mereka semua sudah dari kemarin pagi."

"Ada berapa orang yang datang?"

Hani terus bertanya karena ada rasa penasaran di hatinya. Biasanya interview dilakukan serentak dalam satu hari.

"Kurang lebih dua puluh orang, Ibu," jelas Agnes.

Hani hanya mengangguk sembari mendengarkan penjelasan itu. Beberapa kali dia bertanya agar lebih jelas. Maklum saja, sempat ada rasa khawatir jika tidak lolos.

"Bapak sudah menunggu di dalam."

Agnes menunjuk ke sebuah ruangan, di mana atasannya sudah datang sejak tadi. Dia memberi kode agar Hani segera masuk. Sepertinya orang yang ada di dalam tidak suka menunggu terlalu lama.

"Bukannya untuk sesi pertama biasanya R&D yang interview ya, Mbak?"

Hani bertanya lagi. Kali ini memang agak berbeda dari biasanya. Karena itulah dia merasa ini agak ... aneh.

"Iya, Bu. Tapi sepertinya Bapak mau cepat, karena posisi ini sudah lama kosong. Untuk sekarang, beliau sendiri yang akan ambil alih."

"Oh, begitu."

"Nanti, Ibu akan negoisasi gaji dan lainnya dengan tim R&D kalau lolos," jelas Agnes panjang lebar.

Hani mengangguk tanda mengerti, lalu berjalan ke ruangan itu dan mengetuk pintunya perlahan.

"Silakan masuk." Terdengar suara berat seorang lelaki.

Hani merasa ragu saat hendak melangkah. Jantungnya berdetak kencang. Seketika aroma segar yang berasal dari pengharum ruangan merasuk indera penciumannya.

Sejauh mata memandang, ruangan ini sangat nyaman untuk ditempati. Luas dengan desain minimalis. Dindingnya dilapisi wallpaper bermotif abstrak.

Ada beberapa lukisan yang ikut meramaikan. Lelaki itu duduk di situ, tanpa melihat Hani sama sekali. Dia masih sibuk membolak-balikkan berkas yang ada di tangannya dan membaca dengan teliti.

"Silakan duduk," katanya.

"Selamat pagi, Pak!"

Hani menyapanya, mencoba mengakrabkan diri dan sedikit berbasa-basi.

"Ya."

Hanya itu yang dia ucapkan. Hani melirik sedikit dan mendapati bahwa ternyata itu berkas lamaran pekerjaan miliknya.

"Pagi, Bu. Eh, saya panggil kamu Mbak aja, ya. Terlihat masih muda. Mbak Hani?" ucap lelaki itu sembari mengangkat kepalanya.

"Ya Tuhan!"

Jantung Hani berdetak lebih kencang. Seumur hidup, dia belum pernah melihat lelaki setampan ini. Bahkan suaminya yang katanya cukup menarik, masih kalah jauh.

"Iya, Pak," jawabnya terbata.

Hani seperti terhipnotis saat pandangan mata mereka beradu. Lelaki ini memiliki bola mata yang indah. Warnanya hitam dan pekat, seperti magnet yang menariknya ke dalam suatu pusara.

Hani tak berkedip. Sesaat dia terhanyut dan terdiam dan tak dapat berkata sepatah pun.

"Saya Reza, leader di sini. Silakan duduk. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan," kata lelaki itu santai.

Hani merasa malu, tetapi dalam diam menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang berada di depannya ini. Lelaki itu sungguh luar biasa. Sikapnya begitu tenang dan dewasa, tetapi auranya sungguh mengintimidasi.

"Baiklah."

Hani menarik kursi. Dengan tangan yang gemetaran, dia merapal doa dalam hati. Entah apa yang nanti akan lelaki itu tanyakan, dia akan menjawab semampunya.

Sesi tanya jawab itu berlangsung cukup lama. Hampir satu jam Reza bertanya segala hal. Seperti apa pekerjaan Hani sebelumnya. Alasan mengapa dia kembali bekerja, bahkan mengenai keluarga.

Reza memang tidak mau sembarangan memilih karyawan untuk posisi ini, hingga bertanya secara detail. Mungkin juga, dia memang tipe orang seperti itu.

"Saya rasa cukup sampai di sini. Hasil interview ini tetap akan saya cc kan ke R&D untuk kemudian akan kami diskusi kan mengenai kelanjutannya."

Akhirnya semua selesai. Hani menarik napas dalam dan berkata, "Baik, Pak."

"Kalau dalam waktu satu minggu tidak ada panggilan, berarti mohon maaf, ya. Mbak Hani tidak lolos seleksi," ucap Reza datar.

"Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti interview ini," kata Hani dengan tenang. Dia ikhlas sekiranya gagal, yang penting sudah mencoba.

"Mbak Hani ada yang ingin ditanyakan?"

Reza melipat tangan di dada, dengan tubuh yang bersandar di kursi empuk itu. Tatapan matanya tajam, seolah ingin menaklukan lawan dihadapannya ini. Rasanya Hani ingin ikut bergabung bersamanya dan duduk di atas pangkuan lelaki itu.

Kamu jangan mikir yang tidak-tidak, ya. Ingat anak suami sedang menunggu di rumah. Bisikan itu menggema di kepala Hani. Menyadarkannya akan pikiran yang sedari tadi berkelana.

"Tidak ada, Pak. Saya rasa cukup." Hani segera berdiri dan berpamitan.

Reza mengulurkan tangan untuk bersalaman. Refleks Hani menolak. Sejak memutuskan menjadi ibu rumah tangga tiga tahun yang lalu, Hani jarang bersentuhan dengan pria lain kecuali dengan keluarga. Kebiasaan itu terbawa hingga hari ini.

"Kenapa?"

Reza bertanya dengan heran karena belum pernah mengalaminya. Dia merasa aneh saat ditolak. Ketika uluran salamnya tak berbalas, lelaki itu menurunkan tangan.

"Maaf. Saya--" ucap Hani terbata. Wanita itu belum pernah segugup ini saat bertemu dengan seseorang. Tiba-tiba saja dia teringat, ini sedang di kantor dan sikapnya kurang sopan.

"Ada yang salah?" tanya Reza bingung.

"Tidak, Pak. Terima kasih."

Kali ini Hani yang berbalik mengulurkan tangan. Reza tersenyum saat membalasnya.

Hal itu membuat Hani terpana dan terdiam beberapa saat. Setelah berpamitan, dia berjalan keluar dari ruangan itu.

Hani menarik napas lega karena semua pertanyaan sudah dijawab dengan lancar. Tidak ada yang terlewat walaupun ada beberapa hal yang ditanyakan ulang karena dia kurang mengerti. Dalam hati wanita itu berdoa, semoga dia diterima.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Bos Tampan   Syukur

    Hani menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Hari ini Reza membawanya jalan-jalan berdua dan tidak mengatakan akan pergi kemana. Begitu tiba di tempat tujuan, wanita itu speachless dengan apa yang dilihatnya."Suka?" ucap Reza sembari melingkarkan lengan di bahu istrinya.Hani mengangguk dan membalas pelukan itu dengan membenamkan wajah di dadaReza. Wanita itu menagis sesegukan sehingga membuat kaus suaminya basah oleh air mata."Cengeng," goda Reza sembari mengusap kepala Hani. Lelaki itu tertawa geli melihat tingkah sang istri yang kekanakan."Kamu kenapa baik banget sama aku?""Karena kamu istri aku. Sudah seharusnya aku bersikap kayak gini," jawab Reza tulus."Tapi ini berlebihan," ucapnya malu.Reza meraih dagu Hani sehingga kini mereka saling bertatapan. Debar-debar di dada wanita itu semakin kencang ketika tatapan mereka bertautan. Kedua mata hitam pekat itu seakan menghipnotisnya."Gak ada yang berlebihan dari

  • Pesona Bos Tampan   Aqiqah

    "Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di Masjid Raya untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka. Ada bagian dari Masjid yang gedungnya diperuntukkan untuk acara seperti ini. "Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Sylvia Pratama binti Reza Pratama. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Papanya Reza duduk paling depan, walaupun agak canggung saat mengikuti acara. Hal yang sama dirasakan oleh keluarga besar Reza. Namun, semua diwajibkan datang untuk menghormati lelaki

  • Pesona Bos Tampan   Bahagia

    Hari itu cuaca begitu teduh dengan awan yang berarak memenuhi langit. Belum ada tanda-tanda hujan akan turun, tetapi udara cukup sejuk karena angin berembus sepoi-sepoi. Seorang lelaki paruh baya sedang asyik menggendong cucunya di kursi roda. Wajah tuanya tersenyum sembringah sembari mengajak bayi itu berbicara."Kok tidur aja dari tadi? Jawab dong pertanyaan Opa.""Silvya nanti kalau udah gede mau ke Amerika? Ada aunty Krista di sana."Reza yang sejak tadi diam-diam memerhatikan, mengulum senyum saat menyaksikan kejadian itu. Papanya sedang berbicara dengan Sylvia, putrinya yang belum berusia empat puluh hari. Rona bahagia yang terpancar dari wajah tua itu, membuat hatinya menghangat.

  • Pesona Bos Tampan   Selamat Datang, Nak

    Beberapa bulan kemudian.Sedari tadi Reza merasa gelisah, mondar-mandir di depan ruang tunggu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, dia hanya berpasrah diri kepada Tuhan.Reza ingin mendampingi Hani, tetapi dia dilarang masuk. Lelaki itu berulang kali menggosok kedua tangan, kemudian mengusap wajah dan meremas rambut. Mirip seperti seseorang yang sedang frustasi.Sudah satu jam Reza menunggu bersama ibu mertuanya dan beberapa keluarga lain. Jika posisinya begini, lelaki itu merasa serba salah. Apalagi saat terdengar erangan kesakitan dari dalam ruangan itu. Hal yang membuat jantungnya berdetak kencang dan ingin melompat keluar."Duduk saja."Ibu mertuanya menegur karena melihat tingkah Reza yang resah sedari tadi. Wanita paruh baya itu juga merasa gelisah sejak tadi, hanya saja berusaha menenangkan diri.Dokter bilang tali pusar bayinya terlilit sehingga Hani harus dioperasi. Hanya saja wanita itu masih bersikeras ingin melahirkan secara no

  • Pesona Bos Tampan   Ikhlas

    Hani menatap Sherly dan Nina secara bergantian dengan perasaan bersalah. Reza sudah tak mengizinkannya bekerja setelah pemeriksaan minggu lalu. Sang suami hanya menginginkannya beristirahat di rumah tanpa melakukan aktivitas yang berat.Kondisi Hani yang semakin payah membuat Reza harus bersikap tegas demi bayi mereka. Jika istrinya membantah, maka lelaki itu akan mengultimatum dengan mengurungnya di apartemen dan mengembalikan ibu ke Yogyakarta.Hani tidak masalah jika harus tinggal di apartemen. Namun, dia tidak rela jika ibunya pulang. Selama hamil, hanya masakan sang ibu yang bisa dia makan."Ibu minta maaf kalau selama ini ada salah sama kalian. Tapi ini keputusan Bapak. Jadi Ibu manut saja," ucap Hani dengan lemas. Matanya menatap sekeliling ruang toko yang sebentar lagi akan ditutup entah untuk berapa lama."Gak apa-apa, Bu. Kami senang ikut Ibu.""Ya, Bu. Kalau memang Bapak gak ngasih izin baiknya Ibu istirahat saja."Hani memeluk Ni

  • Pesona Bos Tampan   Periksa

    Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak, minimalis tetapi elegan. Di salah satu dindingnya dipasang beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan."Silakan duduk."Seorang dokter kandungan bernama Andini menyambut kedatangan mereka malam itu. Ini dokter yang berbeda dengan yang sebelumnya.Hani ingin mencoba beberapa dokter yang berbeda untuk mencari yang benar-benar cocok. Jika dirasa sudah pas, maka dia tidak akan berpindah dan akan melahirkan bayinya atas bantuan dokter tersebut.Reza menarik sebuah kursi untuk Hani. Sekalipun kandungannya masih kecil, lelaki itu tetap memperlakukan istrinya seperti ratu."Gimana Ibu, apa yang dirasakan sekarang?"

  • Pesona Bos Tampan   Sebuah Permintaan

    "Akhirnya kalian datang juga. Papi pikir sudah lupa sama orang tua."Reza memeluk papanya erat sementara Hani mencium tangan lelaki paruh baya itu dengan hormat. Pintu rumah besar itu terbuka lebar dan berbagai macam hidangan tersaji di meja untuk menyambut mereka. Hanya sayang, suasana memang sepi karena hanya ditempati oleh orang tua Reza dan pengurus rumah."Maaf kami sibuk, Pi. Hani juga kan lagi hamil," jawab Reza santai.Mereka duduk di sofa sembari berbincang. Hani lebih banyak diam dan mendengarkan. Selain merasa sungkan, dia belum bisa membaur dengan keluarga suaminya. Apalagi sejak awal keluarga Reza tak menyukainya. Walaupun karena pancake semua restu akhirnya bisa didapatkan."Kalian nginap di sini?"Hani menatap Reza. Tadinya mereka hanya ingin mampir sebentar, lalu ke dokter untuk memeriksakan kandungan, karena di hari Sabtu suaminya libur. Abang juga ditinggal bersama ibunya di apartemen."Kayaknya gak, Pi. Hani kan lemes jadi

  • Pesona Bos Tampan   Lelah

    Hani menggeliat dan merasakan tubuhnya begitu pegal. Wanita itu membuka mata dan merasakan mual mendera perutnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semua cairan lambung, hingga tubuhnya menjadi lemas.Hani memutar keran dan mencuci wajah agar merasa lebih segar. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksakan diri mengingat kondisinya semakin drop. Dia mengambil handuk dan mengusap wajah lalu bersandar di wastafel.Begitu keluar kamar, Hani terkejut saat melihat jam di dinding. Dia bergegas menunaikan kewajiban sebagai muslim walaupun tubuhnya terasa limbung."Baru bangun, Nak?" tanya Ibunya ketika Hani berjalan menuju dapur.Apartemen ini lebih luas dari rumah mereka di Yogyakarta dulu. Hanya saja tidak ada ruangan yang disekat kecuali kamar, sehingga Hani merasa agak sungkan jika Reza bersikap mesra jika terlihat ibunya. Oleh karena itulah, mereka hanya berani berduaan di kamar.Situasi ini sangat berbeda sewaktu mereka baru menikah k

  • Pesona Bos Tampan   Assalamualaikum My Mualaf

    Reza menatap Hani yang masih tertidur lelap dan mengusap kepalanya dengan lembut. Lelaki itu menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Dia bergegas bangun dan membersihkan diri, tak lupa menunaikan dua rakaat walaupun bacaannya masih terbata.Setiap hari libur ada seorang guru yang akan datang ke apartemen mereka untuk mengajar mengaji. Tak hanya Reza, abang juga ikut belajar. Hani dan ibunya akan menyimak. Wanita itu belum bisa mengikuti kajian karena kondisinya yang belum memungkinkan.Setelah mengucapkan salam, Reza melipat sajadah dan bersiap-siap berangkat kerja. Hari masih gelap, tetapi dia sudah harus ke kantor untuk menghindari macet.Reza membuka lemari dan tampaklah berbagai kemeja dengan merek ternama berderet di dalamnya. Sebenarnya, pakaiannya yang disimpan di apartemen ini hanya sebagian. Di rumah papanya, Reza bakan punya ruangan tersendiri untuk menyimpan semua perlengkapannya.Baju, sepatu, tas dan barang lain menumpuk dan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status