Hani menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Hari ini Reza membawanya jalan-jalan berdua dan tidak mengatakan akan pergi kemana. Begitu tiba di tempat tujuan, wanita itu speachless dengan apa yang dilihatnya.
"Suka?" ucap Reza sembari melingkarkan lengan di bahu istrinya.
Hani mengangguk dan membalas pelukan itu dengan membenamkan wajah di dadaReza. Wanita itu menagis sesegukan sehingga membuat kaus suaminya basah oleh air mata.
"Cengeng," goda Reza sembari mengusap kepala Hani. Lelaki itu tertawa geli melihat tingkah sang istri yang kekanakan.
"Kamu kenapa baik banget sama aku?"
"Karena kamu istri aku. Sudah seharusnya aku bersikap kayak gini," jawab Reza tulus.
"Tapi ini berlebihan," ucapnya malu.
Reza meraih dagu Hani sehingga kini mereka saling bertatapan. Debar-debar di dada wanita itu semakin kencang ketika tatapan mereka bertautan. Kedua mata hitam pekat itu seakan menghipnotisnya.
"Gak ada yang berlebihan dari
Hari ini Hani berada di sini, di sebuah gedung besar sebuah perusahaan ternama. Kemarin, dia mendapat telepon untuk datanginterview. Dengan penampilan seadanya, dia berangkat pagi-pagi ke tempat ini. Hani bangun lebih pagi dari biasanya, menyiapkan sarapan untuk anak dan suami di rumah. Sebenarnya, suaminya ingin mengantar, tetapi dia menolak. Wanita itu memilih naikojekonlinedemi menghemat pengeluaran. Jadi putra mereka bisa dijagakan ayahnya di rumah. Hani memang jarang membawa anaknya keluar, jika memang tidak perlu sama sekali. "Bismillahirrahmanirrahim." Hani mematut diri di kaca sebelum berangkat, untuk memastikan penampilannya sebaik mungkin. Wanita itu memang tidak terlalu pandai berdandan seperti yang lain. Namun, apa yang dipakai kali ini rasanya cukup pantas dan sopan. Doanya hanya satu, semoga dia bisa diterima
Istri mana yang tidak sedih saat melihat suami pulang dengan wajah kusut, uring-uringan dan menyerahkan selembar surat pemutusan kerja. Begitu pula dengan dirinya, kaget dan tidak percaya tapi ini benar adanya.Suaminya pulang, dengan menyampaikan sebuah berita yang sangat tidak enak bagi kelangsungan hidup keluarga mereka.Mas Ardi, terkena pemutusan hubungan kerja sepihak oleh perusahaannya. Dia salah satu yang terkena pengurangan karyawan, sebagai efisiensi dari dampak perekonomian yang semakin lesu."Mas." Hani memeluk suaminya. Setetes air matanya jatuh di pipi.Mereka berpelukan cukup lama. Ardi bahkan ikut menangis. Seumur hidup mereka bersama, Hani tidak pernah melihat suaminya menitikkan air mata. Bahkan saat kepergian ayahnya, dia terlihat sangat tegar."Maafkan mas, ya. Udah bikin adek kecewa." Dia terisak.Ardi bukanlah laki-laki lemah. Dia tangguh, cerdas dan berprestasi. Masa kerjanya juga sudah cukup lama, enam tah
Hani menyimak setiap kata yang terucap dari bibir si pembicara di depannya ini. Berapa pun nominal gaji yang ditawarkan akan disetujui, asalkan dia diterima.Dalam kondisi ekonomi sulit seperti ini, rasanya sudah tidak boleh banyak memilih pekerjaan, asalkan itu halal. Bersyukur saja ada perusahaan yang masih mau menerima. Hasil jualan kuenya juga tidak seberapa, hanya untuk biaya makan sehari-hari. Sementara kontrakan berjalan setiap bulannya, juga cicilan motor yang belum lunas."Ibu Hani. Segini jumlah gaji dan operasional yang kami tawarkan jika ibu berkenan," ucap si bapak itu.Hani menganggukkan kepala. Tangannya gemetaran saat melihat berapa nominal yang tertulis di kertas itu. Dalam hati berucap syukur tak terhingga."Iya, Pak," jawabnya."Mungkin tidak terlalu besar karena banyak pertimbangan, seperti faktor usia dan ibu yang sudah lama vakum bekerja." Dia kembali menjelaskan. Lelaki dihadapannya ini adalah salah seorang staf
Hani menyapukan sedikit bedak di wajah, kemudian memoleskan lipstik berwarna merah. Alis sudah sejak awal dia lukis."Duh, cantiknya istriku." Ardi menggodanya. Kedua lengannya melingkar di pinggang, merengkuh istrinya dari belakang."Mas ini." Dia menyenggol perut suaminya. Sejak menikah, perut Ardi semakin hari semakin maju ke depan. Bahkan saat sedang hamil, perut mereka tampak berimbang. Itu karena Hani setiap hari menyajikan berbagai makanan yang menggugah selera."Jangan tebel-tebel bedaknya, nanti banyak yang naksir." Ardi menyandarkan kepalanya di bahu Hani, sesekali menghirup aroma harum yang menguar dari setiap helai rambut istrinya. Sekedar bermanja ria walaupun tidak intim."Mas cemburu?" Dia meletakkan sponge bedak dan mengambil kuas dan blush on berwarna matte untuk menutupi wajahnya yang putih tapi sedikit pucat."Pastilah. Biasanya istri di rumah cuma mas yang liat. Ini malah mau dipamer ke banyak orang.""Emangny
Tak terasa sudah hari terakhir training. Ini hari ke tujuh, berarti besok mereka sudah mulai aktif bekerja. Hari ini acara penutupan, di mana tidak banyak materi yang dibagikan. Hanya post test yang harus dikerjakan, untuk me-review seberapa paham para peserta dalam menerima materi. "Baiklah. Kita tiba di sesi terakhir di mana kami akan memberikan job desk Bapak Ibu semua." Salah seorang dari staf HRD memulai pembicaraan.Selama training berlangsung, dia hanya tampil sesaat pada waktu pembukaan hari pertama, serta penutup di hari terakhir acara. Selebihnya, materi diisi oleh berbagai divisi lain, dan tentunya ada Reza yang sesekali masuk dan memantau situasi. Reza benar-benar mengawasi selama acara berlangsung. Dia ingin memastikan sendiri.bahwa segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Peserta yang tidak banyak, tentu saja memudahkan panitia untuk mengurus semua. "Selamat bergabung." Sambutan Reza begitu hanga, ketika masing-masin
Selama bekerja di kantor ini, hari-hari dijalani Hani dengan senang hati. Sekretaris Pak Reza sekarang menjadi sahabatnya. Tentu saja, ada hari dia harus mengantar dokumen yang harus ditanda tangani bos-nya. Mereka saling bertukar cerita dan menjadi akrab. Setiap makan siang pergi bersama di kantin khusus karyawan. "Pak Reza itu loh, Mbak. Dia dijodohkan orang tuanya sama dokter cantik aja gak mau. Gak ngerti deh seleranya kayak apa." Agnes namanya. Si cantik ini memang suka bergosip. Orang yang sering jadi bahan perbincangan yaitu atasannya sendiri. Apapun kelakuan Reza sehari-hari, ada saja ceritanya. Reza memang membuat banyak orang penasaran. Terutama para wanita di kantor, kecuali Hani tentunya. Dia tidak suka mencampuri urusan orang lain. Jika ada yang bercerita, dia cukup tahu dan tidak memperpanjang masalah. "Masa'? Mungkin seneng sama bule' kali. Katanya lama sekolah di luar negeri." Hani menajwab asal. Dia masih fo
Dua orang lelaki duduk berhadapan di meja sebuah restoran. Sepertinya pembicaraan kali ini serius, mengingat karena kesibukan masing-masing, mereka jarang bertemu."Lo kenapa, Za? Galau banget kayaknya."Kevin, sahabat sehidup semati Reza. Playboy cap kampak yang sudah bertobat dari dunia malam dan wanita. Belum, belum bertobat sepenuhnya. Masih suka bermain sesekali."Mau tau aja." Reza mengaduk minuman di gelas, supaya setiap rasa bercampur menjadi satu."Ya elah. Gue ini sahabat lo. Maen rahasia-rahasian segala. Kaku banget, sih.""Berat ini.""Cewek?" tanya Kevin penasaran."Yup.""Siapa?" Mata lelaki itu membulat."Ada deh," jawab Reza santai."Aduh, Mas Bro. Lo ini laki apa cewek, sih? Ribet amat!" Kevin tidak habis pikir."Tapi janji, rahasia ini!""Kayak abege aja lo, Za. Udah mau kepala empat aja masih galau soal cinta. Gue udah buntut tiga lo masih
Tak terasa waktu berlalu, sudah tiga bulan Hani bekerja di sana. Hari demi hari dia nikmati walaupun terasa lelah. Ternyata tidak gampang bekerja dengan status sudah menikah. Apalagi mempunyai anak balita yang masih butuh kasih sayang dan perhatian dari ibunya.Berbeda dengan waktu masih single dulu, dia bebas mau pergi ke mana saja sepulang kerja. Sekarang setelah selesai jam kantor, dia harus segera pulang ke rumah. Belum bisa langsung istirahat, harus mengurus putranya yang rewel.Beruntung, dia memiliki suami yang pengertian. Bahkan tak jarang Ardi menyediakan makan malam, walaupun membelinya di luar. Bersyukur bahwa Tuhan memberikannya seorang pendamping hidup yang baik.Pekerjaannya di kantor semakin bertambah. Apalagi sejak salah satu staf administrasi resign, dia yang tadinya hanya diperbantukan otomatis menggantikan posisi itu.Reza? Masih saja terus mendekatinya. Tapi dia menolak secara halus, dari mengajak makan siang atau sek