Share

Pesona Brondong Hebatku
Pesona Brondong Hebatku
Penulis: Viens Aisling

Hidup Yang Buruk

Penulis: Viens Aisling
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-22 16:54:06

Suara piring terjatuh terdengar begitu nyaring, Geva menutup mulutnya dengan kedua tangan karena sangat terkejut. Ini membuat jantung Geva berdetak dengan cara menyakitkan, dia sangat panik. Geva tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ini adalah hal yang biasa terjadi.

Plak!

Pukulan tangan kuat dari pria yang disayangi mendarat di kepala Geva, suaranya pukulan itu cukup besar. Geva menatapnya ketakutan, dia memandang dengan mata kecil karena bisa saja tangan lainya endrat kepalanya lagi. Luka di bibir Geva belum lagi sembuh karena dipukul semalam karena mabuk.

“Kau tidak bisa bekerja dengan baik? Wanita bodoh! Pekerjaanmu hanyalah pekerjaan sederhana, pekerjaan babu!”

Tatapan matanya dipenuhi dengan kebengisan yang menakutkan. Geva berkeringat dingin, ini sangat tidak nyaman sekali. Seperti dia dijatuhkan dari gedung yang sangat tinggi dan menunggu kematian.

Berulang kali hal seperti ini terjadi.

“Ya, kau juga salah, Damas. Bagaimana bisa kau menikahi wanita bodoh seperti ini, Nak? Kasihan sekali hidupmu.” Lita memegang keningnya, dia bahkan membuat matanya berkaca-kaca. Geva sangat tahu sekali sandiwara ini.

Ibu mertuanya itu tidak pernah berpihak padanya.

Geva akan menerima rentetan penghinaan dari mereka tanpa henti. Geva dan Damas telah menikah selama dua tahun. Kehidupan pernikahan yang manis adalah sebuah angan kosong yang tidak mungkin terjadi karena dia tinggal bersama keluarga Damas, dan kehidupan pernikahannya selalu dicampuri oleh mereka.

“Apa yang kau lihat, Geva bodoh? Seharusnya kau langsung membereskan pecahan piring itu.” Damas menunjuk piring yang Geva pecahkan tidak sengaja. Tangan Geva gemetar menerima makiannya yang dilakukan sambil berteriak. Dia mencoba bertahan.

“Aduh, Nak, Nak. Jika saja keluarganya masih kaya raya, setidaknya dia masih bisa berguna. Malah sekarang dia hamil.” Lita memutar bola matanya, jengkel.

Geva baru saja hamil 6 bulan, dan ayahnya baru meninggal lima bulan yang lalu. Bersama hutang-hutang perusahaan yang menumpuk, hingga keluarga ini yang biasanya meminta pada Geva tidak meminta lagi. Mereka malah memperlakukan Geva dengan sangat buruk.

“Ya, menyusahkan saja, Bu. Nanti dia lahiran saja di dukun beranak atau melahirkan sendiri.” Damas kembali berteriak sambil memegangi keningnya. Berurusan dengan Geva membuatnya selalu jengkel, terlebih dia juga ada banyak masalah di kantornya.

Geva tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Damas. Geva menatapnya dengan mata berkaca-kaca, hatinya terasa sakit sekali. Padahal dia adalah pria yang sangat dicintai Geva dan sebagai sandaran satu-satunya Geva.

“Kenapa?” Lita mendorong kepala Geva, tangan Geva tergores karena terkejut terkena pecahan piring yang dia pungut tadi.

“Mas, seharusnya kamu tidak berkata seperti itu. Aku adalah istrimu, dan anak yang aku kandung adalah anakmu. Kamu harus menjadi ayah yang bertanggung jawab, Mas.”

Suara Geva bergetar ketika bicara seperti itu, tapi dia sama sekali tidak terlihat kasihan. Dia malah menendang bahu Geva dengan kakinya yang cukup panjang.

Dominasinya telah membuatnya seakan-akan ada di puncak kekuasaan.

“AUH!” pekik Geva malah mendapat respons tertawa dari Damas dan ibunya.

“Kurasa mungkin saja itu bukan anakku. Kita kan tidak selalu tidur bersama, Geva,” ucapnya dengan seringai merendahkan.

Hati Geva sangat teriris dengan apa yang dikatakan Damas. Geva meneguk ludahnya dan berdiri, air mata membanjiri wajahnya.

Dia telah berusaha selama ini menjadi istri yang baik dan selalu ada di rumah atau saat keluar pun dia selalu meminta izin pada Damas.

“Tentu saja ini anakmu, Mas. Aku tidak pernah ke mana pun tanpamu.”

“Berisik sekali. Masih untung kau tidak kuusir sekarang, sekarang bereskan dan siapkan makan siang untuk kami.”

Lita merangkul Damas, dia melihat Geva dan menertawakannya. Mereka berdua akhirnya meninggalkan Geva, dan membiarkannya sendirian menghadapi hal kejam ini.

Tangan Geva yang terluka masih meneteskan darah, tapi rasa sakit sama sekali tidak terasa, hatinya yang jauh terasa sakit karena perlakuan mereka..

Dulu saat awal Geva menikah, mereka berkata agar lebih baik dirinya tidak bekerja, perlakuan mereka manis sekali, ternyata itu semua demi harta Geva yang mereka pikir sangat banyak.

Perutnya yang membuncit ini rasanya sakit. Geva benar-benar merasa kasihan dengan anaknya yang mungkin terlahir dalam situasi yang buruk.

“Maafkan Ibu, Nak. Maafkan ibu dan ayahmu ....”

Geva berusaha menjadi kuat, dia menggores senyum palsu di wajahnya. Ibu hamil yang tertekan akan membawa efek buruk untuk anaknya.

Setelah mempersiapkan makan siang untuk keluarga ini dengan cepat, memasaknya tanpa mengeluh walaupun sebenarnya Geva sama sekali tidak sanggup untuk berdiri lama. Hingga semuanya telah siap di atas meja makan. Geva tersenyum kecil dan berjalan menuju ruang keluarga untuk memberitahu mereka.

Di ruang keluarga ada televisi 42 inchi, Geva yang membelinya dulu. Belum lagi mulut Geva terbuka untuk memanggil mereka, percakapan mereka lagi-lagi membuat perasaannya hancur.

“Eh, Geva tidak berguna lagi, kan?” Suaranya satir seperti biasa. Dia adalah adik Damas, baru berkuliah di semester tiga. Dia adalah Warda yang suka menghabiskan waktu untuk berdandan menampilkan dadanya dibandingkan belajar.

Dia juga menolak memanggil nama Geva dengan tambahan ‘kak’ di depannya. Baginya Geva tidak pantas mendapatkan penghormatan darinha, orang miskin harus tahu diri.

“Ya, dia memang tidak berguna. Dia Cuma bisa makan tidur. Istri macam apa dia? Benar-benar bodoh sekali.”

Mertua Geva kembali bicara, dia terlihat santai mencaciku sambil memakan biskuit yang remah-remahnya berjatuhan ke lantai, nanti Geva yang akan dimarahi olehnya karena dianggap tidak becus dalam beres-beres. Dia sekali pun tidak merasa bersalah, dan melupakan kalau Warda adalah seorang wanita dan bisa saja dia mendapatkan perlakuan yang sama seperti Geva.

Prinsip mereka hanyalah, pikirkan saja diri sendiri baru orang lain.

“Dia membosankan. Aku benar-benar jengkel mendengarnya mengeluh lelah di kamar.” Kali ini Damas bicara.

Padahal Geva tidak mengeluh padanya, terkadang saat Geva baru saja mau tidur, Damas memerintahkan sesuatu. Seperti memijat kakinya, atau membuatkannya makanan di jam 12 malam.

Geva hanya mengatakan bisakah itu nanti, atau dia benar-benar lelah.

“Mas, sudah tinggalin aja dia. Dia akan jadi beban bersama anaknya. Coba pikirkan, setidaknya Mas bisa dapat wanita lain.” Warda tertawa ketika mengatakan itu.

“Ibu, Mas, dan Warda, makan siang telah siap.”

Mereka menatap Geva dengan tatapan kesal karena telah menyela percakapan mereka. Geva telah menahan diriku sangat lama, dengan sesak di dada dan gemetar di mulut, akhirnya dia bicara.

“Warda, seharusnya kau tidak boleh bicara seperti itu pada Masmu. Menyuruh Mas Damas mencari wanita lain bukanlah hal yang bagus, itu sangat buruk sekali. Kuharap kau tidak mengatakannya lagi, Warda.”

Geva tidak bisa meneruskan perkelahian ini, dia berbalik untuk menenangkan diri. Cukuplah pikirnya peringatan yang dia katakan padanya. Tapi, Warda malah berdiri dan menarik rambut Geva.

Geva hampir saja terjatuh.

“A-apa yang kau lakukan,Warda?” Geva meninggikan suaranya tapi tiba-tiba saja Lita menamparnya. Serangan secara tiba-tiba itu membuat Geva terdiam.

“Kau itu kan menumpang di sini. Seharusnya tahu diri!”

Mata Geva gemetar.

“Ini juga rumahku, Bu.”

“Geva! Kau ini sangat tidak sopan sekali!” Damas akhirnya bicara, tapi bukan untuk membela Geva, dia membela keluarganya.

“Memangnya kenapa dengan yang diucapkan Warda?” Dia melihat Geva dengan mata nyalang. Dia bahkan menunjuk Geva kasar. “Kalau aku ingin mencari wanita lain, tentu aku akan mendapatkannya.”

Air mata Geva tumpah. “Mas, aku tidak mengizinkan hal itu terjadi.”

“Memangnya aku butuh izin darimu?” Dia menyeringai, balasan yang sangat enteng sekali. Apalagi mereka bertiga tidak ada yang memihak pada Geva.

“Tidak membutuhkan izinmu. Jika kau tidak terima, ya kabur saja dari sini. Kau hanya benalu, Geva.” Damas menarik napasnya. “Sejujurnya, kurasa jika kau pergi dari sini lebih baik. Itu akan mengurangi beban makanan yang kau makan.”

Bibir Geva bergetar dengan sangat hebat. Dia sungguh tidak menganggap Geva lagi? Dulu dia baik sekali san memperlakukan seperti ratu, tapi itu hanyalah sebuah tipuan. Suara cekikikan dari Lita dan Warda benar-benar membuat Geva tersiksa.

“Aku minta maaf, Mas ....” Geva menunduk. Itulah kebodohan Geva sendiri, air mata yang tumpah di lantai malah membuat mereka semakin senang.

tapi kalimat itu sama sekali tidak meluluhkan hati mereka yang keras, mereka mengabaikan Geva dan akan melakukan apa pun seperti yang mereka inginkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Brondong Hebatku   Penetapan Hati

    Setelah seharian Delvin diberi perawatan di IGD, akhirnya dia sadar ketika di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Geva terus duduk di samping Delvin, wanita itu tersenyum dan terus menggegam tangan mungil Delvin.“Delvin, putra ibu … apa kau merasakan sakit nak?” tanya Geva dengan lembut. Dia melebarkan senyumannya, tak membiarkan matanya terlihat jelas merah dan sembab.Sementara Axton dan Xavel duduk di kursi penunggu di sudut ruangan yang dingin. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan diam satu sama lain. Sesekali mereka saling menatap tajam dan lalu membuang wajah dengan cepat. Di hari sebelumnya, Xavel sudah berusaha meminta maaf pada Geva. Dan Ibu muda itu sudah memaafkan Xavel, dia bahkan tak menganggap itu adalah kesalahan Xavel. Tapi lelaki pemilik restoran itu menyadari keteledorannya karena dia sendiri yang menentukan setiap menu makan malam dan sarapan mereka. Sementara Axton yang sudah pernah melihat Xavel ingin menggagalkan lamarannya membuat dia menjadi tidak me

  • Pesona Brondong Hebatku   Bersitegang

    Geva mondar mandir di depan ruang pemeriksaan, sementara Axton sedikit menjauh dari Geva dengan ponselnya. Untuk beberapa saat Axton mengerutkan dahinya, dia menekan suaranya ketika berbicara dari balik telepon. Geva mulai menggigit ujung jarinya, matanya berkaca-kaca, pandangannya fokus melihat Delvin dari balik kaca kecil di pintu rawat darurat. Setelah beberapa saat, sang dokter yang memeriksa Delvin keluar menghampiri Geva yang sudah memasang wajah khawatir. Axton meliriknya sekilas sebelum akhirnya dia mematikan ponselnya sepihak dan ikut berdiri di samping Geva. Lelaki itu dengan lembut menaruh tangannya di sisi pundak Geva dan mengelusnya dengan pelan, mencoba menenangkan ibu muda itu.“Dok, apa yang terjadi dok? Putra saya tidak apa-apa kan?” tanya Geva yang terburu-buru. Geva tak mengindahkan penenangan Axton, melihat sang dokter baru keluar dari ruangan, dia langsung menghampirinya dan memasang wajah cemas. Sang dokter mengangkat alisnya, dia memberikan isyarat pada Geva

  • Pesona Brondong Hebatku   Pilihan Hati

    Hari di mana mereka akan hiking tiba, Geva tak membawa banyak barang karena dia menyewa pemandu yang juga membawakan barangnya. Jadilah dia bisa menggendong Delvin seorang, tanpa gangguan. Tapi sejak semalam dia menghindari pembicaraan dengan semua orang“Perjalan ini tak akan panjang kan? Aku benci berjalan kaki,” celetuk Feya. Sementara Santi menyadari gelagat aneh Geva. Dia memelankan langkahnya yang awalnya berada di tengah kini mundur menjadi paling akhir, dia membiarkan yang lainnya berjalan lebih dulu. Di depan mereka tim reparasi tengah asik sendiri mengobrol dengan seru. “Gev, kau kenapa?” tanya santi. “Sudah lelah?” tanyanya lagi dengan khawatir.“Tidak kok mba, Delvin juga tidak begitu berat. Aku memang ingin jalan paling belakang agar bersama dengan pemandu, lebih dekat dengan barang-barang delvin,” ujarnya memberi alasan.“Lalu kemana Axton dan Xavel? Kenapa mereka tidak ikut dengan kita sekarang? kudengar mereka memilih menyusul sebenarnya apa yang terjadi?” tanya San

  • Pesona Brondong Hebatku   Dua Cincin

    Geva tersenyum dengan perlakuan manis Xavel. Di saat yang bersmaaan, Axton menatap Geva dan Xavel. “Xavel!” teriaknya. Suaranya terdengar sangat marah ketika dia melihat Xavel berjongkok di depan Geva. Dia mengahampiri Xavel dan menarik kerahnya, “apa kau mencoba mengambil gadisku?” tanay Axton dengan keras di depan Geva. Geva yang masih bersama Delvin seketika bingung, “Axton! Delvin masih di sini, jangan mempertontonkan kekerasan padanya!” Geva mengucapkannya dengan tegas. Saat tengah bertengkar begitu, Axton tak sengaja menjatuhkan sebuah kotak cincin di dekat Geva. Geva yang melihat itu sempat bingung tapi kemudian dia mengajak Delvin pergi dari sana. dia memilih mengabaikan Axton dan Xavel yang ingin bertengkar dan memukul satu sama lain. Xavel tertawa kecil, “Jadi kau berniat menembak Geva? Bagaimana jika kita bersaing? Aku sejak tadi memang memikirkan hal yang sama, aku memang tak punya cincin untuk Geva tapi aku bisa memberikan ini padanya.” Xavel menunjukkan kalungnya. “I

  • Pesona Brondong Hebatku   Sisi Manis Xavel

    Di malam pertama mereka merayakan hari kebahagiaan dan kemenangan itu, Geva mengajak mereka semua makan malam dan istirahat di hotel Xavel. Keesokan harinya baru mereka akan melakukan pendakian kecil sampai ke tempat di mana mereka akan membuka tenda untuk camp dan barbeque.Di saat semaunya tengah berkumpul, Geva dan Axton berada di kursi yang bersebelahan, di sebelah lainnya ada Santi dan putrinya. Lalu Di samping Santi ada Xiao Ling dan Egar. Di sisi lain meja ada tim reparasi dan Xiao Ling termasuk ke dalam sisi lain itu. Di saat mereka tengah menunggu karyawan restoran menyiapkan semua makan malam mereka, Xavel datang. Axton awalnya terkejut, lalu dia menatap ke arah Geva, “Kau mengundangnya juga?” tanya Axton. Padahal dia belum selesai dengan rasa cemburu ketika beberapa jam lalu Geva menjelaskan mereka bertemu hari itu tanpa sengaja.“Hi Gev, terima kasih sudah mengundangku!” seru Xavel dengan wajah sumringah. Geva buru-buru berdiri dan menyambut Xavel. “Hi! Untung kau datang

  • Pesona Brondong Hebatku   Tim Reparasi

    Geva dan Axton turun dari mobil Van bersamaan ketika ketiga Van lainnya sampai. Tapi Van hitam terlihat sangat aneh, mereka memarkirkan mobil mereka jauh dari parkir yang ada, mereka parkir di dekat jalan masuk toilet luar atau umum. “Itu mobil yang tadi kan?” celetuk Geva dan Xiao Ling secara bersamaan.“Kau melihatnya juga Gev? Mereka seperti orang gila. Mengebut dengan kecepatan itu di jalanan yang tidak sepi. Aku akan mendatanginya dan melapor ke polisi terkait yang kulihat tadi.” Xiao Ling memprotes dan mulai berjalan ke arah mobil Van hitam itu.Dan saat Geva dan Xiao Ling mendekati mobil van itu, seorang wanita duduk di tanah di depan kap mobil van itu. “A-ada apa?!” tanya Geva yang sedikit terkejut dengan kondisi Feya, dia belum tahu bahwa itu adalah tim reparasi teman dari Egar. Yangg Geva lihat dia wanita yang seperti membutuhkan pertolongan. Jadilah Geva langsung menghampirinya dan hendak ingin menolongnya. Tapi saat Geva berlutut di depan wanita yang terlihat ngos-ngosan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status