Share

Sebatang Kara

Penulis: Anggifey
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-26 19:36:08

Yolanda memasuki rumah sepetaknya yang gelap. Ia tinggal sendirian dan tak punya kerabat yang mau direpotkan olehnya. Yah, siapa juga yang akan mau mengurusi anak seorang penjahat seperti dirinya?

Yolanda menatap sekilas foto keluarga yang terdiri antara dirinya dan kedua orangtuanya. Foto usang namun ekspresi orang di foto itu tersenyum bahagia.

“Itu hanya kebohongan yang menyakitkan. Ayahku tak sebaik itu untuk pantas mendapatkan keluarga bahagia seperti di foto,” gumamnya lalu melenggang masuk kamar mandi.

Seraya mengeringkan rambutnya sehabis keramas, Yolanda mendekati jendela dan mengintip. Di luar sudah pagi dan banyak orang-orang melakukan aktivitasnya. Ada beberapa anak remaja yang berangkat sekolah, ada pula para pekerja kantoran yang berjalan tergesa agar tidak telat. Yolanda hanya memperhatikan kesibukan mereka di pagi hari dari dalam rumah kecil nan pengap ini. Ia tak pantas mengidamkan hal yang sama seperti mereka.

Usai puas memandangi orang-orang di luaran sana, Yolanda menutup lagi tirainya dan duduk di lantai yang hanya beralaskan kasur tipis. Waktunya untuk tidur.

Yola memejamkan matanya dan bisa cepat terlelap. Ya, efek lelahnya mungkin sehingga tubuhnya merespon cepat untuk istirahat.

Saat Yolanda sudah nyaman dalam mimpinya, ia terpaksa bangun karena mendengar gedoran keras dari pintu rumah. Tidak lantas dirinya bergegas membuka, Yola butuh memastikan siapa tamu yang tak diundang ini. Dan tebakannya benar, itu bukanlah tamu yang diharapkan. Seorang debt collector yang selalu membuat hidupnya serasa dikejar anjing gila.

Yolanda membekap mulutnya sendiri agar tak bersuara. Ia duduk menyender pada pintu dan hanya diam menunggu sampai penagih utang itu pergi dengan sendirinya.

Sudah jadi makanan sehari-hari bagi seorang Yolanda yang menjadi incaran para debt collector yang terus saja mengusiknya. Bukan karena dirinya berhutang banyak sampai tak bisa melunasinya ... itu salah besar. Yolanda bahkan tak pernah sekalipun berhutang apalagi pada rentenir dengan bunga yang tinggi.

Ini semua salah ayahnya yang sudah tiada itu. Ia mati meninggalkan hutang besar pada Yolanda. Ingin sekali dirinya menghujat ayahnya, tapi percuma saja karena kemarahannya takkan sampai pada liang lahat sang ayah.

Tiba-tiba saja ayahnya melarikan diri dari penjara dan membawanya serta sang ibu. Yolanda pikir otak ayahnya mungkin sudah gila sampai berani kabur dari penjara. Dan ternyata masih ada hal yang lebih gila lagi. Ayahnya membawa mobil ugal-ugalan dan seperti tengah dikejar sesuatu. Hal tak terduga menimpa di mana mobil yang dikendarai ayahnya terguling dan masuk jurang.

Hanya Yolanda saja yang hidup sedangkan orangtuanya meninggal di tempat. Namun, satu yang terkadang mengusik pikiran Yola.

“Bukan ayah yang melakukannya. Ayah bukan penjahat, Nak."

Ucapan terakhir yang ayahnya katakan saat tangannya yang berlumuran darah menyentuh pipi Yola. Dan setelah itu Yola pingsan. Saat sadar dirinya sudah menjadi anak sebatang kara yang dijauhi oleh masyarakat karena status ayahnya yang menjadi penjahat buron.

Hal mengerikan yang nyatanya masih harus Yolanda rasakan adalah waktu di pemakaman orangtuanya. Ia yang tengah menangis pilu di depan nisan ibu dan ayahnya. Ia yang menitikkan air mata bersamaan dengan turunnya hujan yang kian lebat. Kedatangan para penagih hutang yang membuat Yolanda makin terpuruk.

“Hey, Gadis Kecil! Kau harus bayar hutang ayahmu bagaimanapun caranya! Jika tak punya uang, maka kau bisa jual harga diri dan tubuhmu. Intinya, aku mau kau melunasinya hutang dan bunga yang ayahmu pinjam dariku!”

Bentakan itu bahkan masih terngiang di benaknya Yolanda. Ia tak tahu bahwa bunganya bahkan lebih besar dari hutang ayahnya dan terus bertambah meski ia mencoba mati-matian melunasinya. Seolah bunga pinjaman itu memang sengaja melilitnya agar tak bisa lepas.

Yolanda akhirnya memutuskan pindah kota. Toh, di kotanya yang dulu juga tak memiliki kondisi yang bagus. Rumahnya kosong melompong sebab isinya ia jual untuk membayar hutang dan kebutuhannya sehari-hari. Kala itu, Yola masih terlalu muda untuk mencari pekerjaan. Tak ada yang mau memperkerjakannya karena ia lulusan SMP dan umurnya masih terbilang muda untuk anak remaja bekerja. Toko atau tempat yang memperkerjakannya hanya akan kena sidak jika Yola bekerja.

Yola pikir dengan pindah kota, paling tidak semuanya akan sedikit lebih baik. Nyatanya, penagih hutang tetap saja bisa menemukannya. Mereka datang tiap hari ke kontrakannya yang hanya sepetak ini. Untungnya, bar tempat kerjanya sama sekali tak diketahui mereka. Jika iya, maka Yola sudah tamat sekarang karena sungguh debt collector yang mengejarnya ini terbilang sadis dan beringas.

Jika dapat uang gaji, Yola juga akan menyisihkan untuk membayar utangnya, kok. Hanya saja, bunganya terlalu besar dan sangat memberatkannya. Yola hanya bertanya-tanya kapan ia akan terbebas dari hutang-hutang yang bahkan tak ia nikmati hasilnya.

“Sepertinya dia tak ada di rumah. Kita datang besok lagi saja untuk menagihnya,” ujar salah satu dari tiga orang yang kini tengah berdiri di depan pintu rumahnya.

“Yasudah, kita pergi saja.” Lalu sahutan salah satunya membuat mereka beranjak dari pintu.

Yolanda menghela nafas lega. Ia ingin punya banyak harta dan menghasilkan banyak uang yang takkan ada habisnya. Ia tak mau seperti ini terus sepanjang hidupnya. Namun, bagaimana caranya? Jika jalan satu-satunya adalah menjajakan tubuhnya pada lelaki untuk dijamah ... maka TIDAK adalah jawaban tegasnya. Ia menolak menjadi pelacur, asal tahu saja.

Walaupun dengan tubuh sempurna dan pahatan indah wajahnya, Yola tetap berpendirian teguh bahwa ia takkan mau menjadi seorang pelacur. Wanita penggoda adalah hal paling menjijikkan baginya. Se-menyedihkan dirinya karena kekurangan harta, ia takkan mau menjual dirinya. Moto yang masih ia pegang erat sampai saat ini. “Kau bisa tak punya apa-apa, tapi hargailah dirimu dengan nilai tak terkira.”

Bukan maksud Yolanda sok suci atau apalah, tapi kata-kata yang ia tanamkan itulah yang menjadi kekuatannya sampai sekarang. Karena moto itu, Yola masih virgin dan menjaga aset paling berharga seorang wanita.

Banyak yang tak percaya bahwa Yolanda masihlah virgin tak tersentuh. Yah, apalagi alasannya jika bukan karena tempat kerjanya di sebuah klub malam?

Hanya pekerjaan itulah yang bisa Yolanda lakukan ... atau yang lebih tepatnya mau ia kerjakan. Karena di pagi-sore hari ia masihlah harus bersembunyi dari para debt collector. Bekerja sebagai pelayan toko biasa hanya akan menyulitkannya saat para penagih hutang datang ke tempat kerjanya.

Yolanda hanya bisa pasrah menjalani suratan takdirnya. Ya, berharap saja bahwa kelak dirinya akan merasakan buah dari kesabarannya ini.

Tak lama tercenung di daun pintu, seseorang kembali mengetuk pintunya namun kali ini jauh lebih sopan. Dan saat ia intip, itu adalah Arka.

“Hey, aku bawakan sarapan pagi untukmu,” sapa Arka semangat.

Yolanda sedikit menggeser berdirinya untuk memberi jalan agar Arka bisa masuk. Arka yang sudah hafal seperti apa Yolanda dan seluk beluknya, langsung menyelonong masuk untuk membuka lebar tirai hingga cahaya matahari masuk menyinari ruangan pengap ini.

“Sudah kubilang aku tak suka silau,” keluh Yolanda.

Arka mengangkat bahu tak peduli. Ia segera menata tempat untuk keduanya bisa makan dengan nyaman. Hanya duduk santai di lantai dan makan nasi bungkus, nyatanya sudah cukup bagi keduanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Duda Anak Satu   Kecemburuan yang Makin Menjadi

    Yolanda tiba di kost nya diantar oleh Yardan yang sudah memasang wajah tertekuk kesal. Ya, dirinya tak senang karena Yolanda akan bertemu dengan Arka.“Aku sudah turun, kenapa masih diam di sini? Cepat pulanglah!” tegur Yolanda sebab Yardan malah menatapnya dengan mata mendelik tak bersahabat.“Kau ingin aku cepat-cepat pergi supaya bisa berduaan dengan Arka, kan?” rutuk Yardan.Yolanda menganga tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Yardan. Berduaan dengan Arka katanya? Hey, dirinya akan sibuk beberes kamar kost nya yang sudah seperti sarang nyamuk itu. Bukannya berduaan untuk senang-senang, dirinya malah sengaja mengundang Arka datang untuk membantunya kok.“Terserah apa katamu. Aku akan sangat sibuk, jadi kuharap kau tak mengganggu. Besok pagi aku akan berangkat ke kantor seperti biasa, sekalian mengembalikan pakaian yang kupinjam ini,” ucap Yolanda seraya menunjuk setelan jas yang pakai. Pakaiannya itu memang sudah seharusnya ia kembalikan dalam kondisi baik dan rapi s

  • Pesona Duda Anak Satu   Menjadi Lebih Dekat

    “Apa kau ingin kuantar ke makam ayah dan ibumu dulu? Kurasa kau pasti ingin menemui mereka,” ucap Yardan menyetir dalam kecepatan sedang.Yolanda terdiam sejenak hingga kemudian memberi anggukan pelan. Ia tak berkeinginan membuka suara atau mengindahkan tatapan Yardan yang terlihat iba padanya. Dalam perjalanan menuju makam pun, Yolanda tak berhenti melamun.Ketika Yolanda tengah memejamkan mata untuk menenangkan hati dan pikirannya yang tengah berkecambuk, ponselnya berdering. Wajah lesu dan tanpa gairahnya, seketika berubah sedikit bersemangat ketika tahu bahwa Arka yang menelefon. Yardan yang duduk di sebelahnya terlihat melirik dan mencuri dengar obrolan Yolanda dengan Arka.“Yah, aku sedang ada masalah. Nanti kuceritakan semuanya padamu, Ar. Sekarang aku ingin ke makam orangtuaku dulu.”Yardan tak bisa mendengar suara Arka sebab Yolanda tidak mengeraskan volumenya. Namun dari ucapan Yolanda saja, dirinya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Yolanda dan Arka akan bertemu.“Iya-iy

  • Pesona Duda Anak Satu   Bayaran Mahal untuk Kesalahan

    Atmojo mulai mengumpulkan kesadarannya dan saat ia menelisik keadaan sekitar, ia merasa asing dengan ruangan bernuansa hitam-abu.“Sudah bangun ternyata. Bagaimana? Apa kecelakaan yang menimpamu sudah bisa membuatmu sadar akan kesalahanmu pada keluargaku?”Suara Yolanda membuatnya terkejut. Wanita itu masuk ke kamar dengan nampan berisi makanan. Atmojo segera terduduk dan menatap awas pada Yolanda yang dengan santainya meletakkan nampan itu ke meja nakas.“Aku tidak sekejam dirimu hingga berani memasukkan racun dalam makananmu untuk balas dendam. Jika iya, aku bahkan sudah membiarkanmu mati terpanggang di mobilmu kemarin.” Yolanda kembali berceloteh datar namun sarat akan nada sarkasnya.Tak berapa lama kemudian seseorang membuka pintu kamar menampilkan siluet lelaki yang berdiri di ambang pintu.“Cepat masuk! Dirimu malah berlagak seperti mafia yang menyekap tawanannya saja,” sembur Yolanda melihat Yardan terlihat sok.Yardan terkekeh sebentar lalu masuk dan bergegas untuk membuka ti

  • Pesona Duda Anak Satu   Penyebab Kehancuran Keluarganya

    Yolanda langsung saja menarik kerah lelaki setengah baya itu tanpa peduli bahwa tubuhnya harus berjinjit untuk bisa menggapai kerah bajunya. Amarah membumbung begitu saja ketika melihat sosok paman yang selama ini menjadi mimpi buruknya.“GARA-GARA PAMAN, SEKARANG KELUARGAKU HANCUR!” bentak Yolanda dengan urat amarahnya. Tatapannya nyalang tertuju pada sang paman yang berusaha melepaskan tangan Yolanda di kerah baju yang terasa mencekik lehernya.Yardan yang melihat kebrutalan Yolanda segera membantu Pak Yuda lepas darinya. Ia tak mengerti kenapa Yolanda bersikap begitu.“Hey, tenangkan dirimu! Kau membuat malu saja!” serunya membuat Yolanda berhenti teriak. Kini, Yolanda balik menatap sarkas pada Yardan.“APA KATAMU?–MENENANGKAN DIRI?! Bagaimana bisa aku tenang melihat orang yang sudah menghancurkan keluargaku berdiri di depanku begini?! APA KAU MERASAKAN KEHANCURAN YANG KURASAKAN, HAH?!” Yolanda benar-benar berang melihat Yardan yang seolah memojokkannya. Ia sudah tak peduli apa itu

  • Pesona Duda Anak Satu   Pendekatan yang Terencana

    “Ada apa?” tanya Yolanda spontan ketika baru masuk ke dalam ruangan kerja Yardan. Yardan yang sebelumnya fokus dengan komputer di depannya langsung melirik sebentar pada Yolanda yang berdiri di hadapannya dengan kedua tangan bersedekap angguh. “Apa begini caramu bicara pada atasan? Di mana sopan santunmu padaku, hah?” Yolanda mendengus namun pada akhirnya mengakui kesalahannya. Ia tidak lagi bersedekap dan meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh dan meminta maaf dengan pelan. “Maafkan kelancangan saya, Pak,” ucap Yolanda sedikit menekan kata saya dan pak. “Nah, begitu baru bagus. Oh iya, di mana dirimu tadi selepas aku mengenalkanmu pada karyawan lain? Kupikir kau tidak punya kepandaian dalam beradaptasi. Tapi ternyata kau sudah dekat dengan salah satu dari mereka, ya.” Yardan berucap ringan sambil kembali fokus pada pekerjaannya. Yolanda tersenyum tipis mendengar ucapan Yardan yang terkesan memujinya. “Yah, aku sebenarnya cukup pandai bersosialisasi. Eh, tapi apa boleh aku menga

  • Pesona Duda Anak Satu   Merasa Tersaingi

    Yolanda dan Yardan saling diam selama di perjalanan. Ucapan yang tak sengaja terlontar begitu saja dari bibir Yardan yang memuji kecantikan Yolanda membuat keduanya berakhir canggung hingga sekarang.“Kita sudah sampai,” ujar Yardan yang kemudian turun dari mobilnya lebih dulu. Ia mengangkat Aleta untuk turun dari mobilnya dan menata kembali pakaian putri kecilnya itu agar lebih rapi lagi.Yolanda memilih tidak turun dari mobil dan hanya melambaikan tangannya pada Leta dengan senyum ala kadarnya.“Kau tidak mau turun dan mengucapkan selamat tinggal yang benar pada Leta?” tegur Yardan tak menyukai tabiat Yolanda.Leta menarik pelan celana ayahnya sehingga mengalihkan atensi Yardan pada Yola.“Ada apa, hem?” tanya Yardan berubah lembut jika pada putri kecilnya.“Jangan marahi mama, Pah. Leta tak masalah, kok. Toh sudah cukup dengan mama anter Leta ke sekolah. Nanti Leta mau pamer pada teman-teman jika punya mama yang anter sekolah,” ucap Leta dengan senyum riangnya.Yardan dan Yola dibu

  • Pesona Duda Anak Satu   Jadi Sekretaris

    Yardan tertawa puas, berbanding terbalik dengan Yolanda yang seketika melemas. “Sekarang mau mengelak seperti apa lagi kalau buktinya sudah jelas? Itu orang masuk ke kost di sebelahmu yang berjarak beberapa meter saja. Kau takkan ingkar pada ucapanmu untuk bertanggung jawab, bukan?” ejek Yardan merasa bahwa baru saja memenangkan lotre. Yolanda mendengus kesal tapi tetap saja ia mengangguk dan menyahuti iya pada ucapan Yardan padanya. Ia takkan tega mendatangi tetangga yang sudah merusak mobil Yardan. Dirinya tahu betul bahwa tetangganya itu punya mental down. Yardan yang awalnya tertawa senang, mengernyitkan alis bingung. Ia pikir Yolanda akan menentangnya dan mengajaknya mendatangi si pelaku perusakan untuk dimarahi. Tetapi Yolanda malah hanya menurut saja saat ia minta pertanggungjawaban. “Sekarang katakan aku harus bayar berapa?” tanya Yola to the point. Yardan menggeleng cepat. “Bukan seperti ini yang kupikir. Kau tidak mau mengomel atau mendatangi tetanggamu itu? Ayolah, sika

  • Pesona Duda Anak Satu   Ganti Rugi

    Yolanda yang baru tiba di TKP langsung menepuk jidatnya lalu menatap lempeng ke arah Yardan.“Lalu, apa maksudmu aku yang jadi ganti rugi atas kerusakan yang bahkan bukan ulahku? Kau gila atau bagaimana?” sentaknya yang membuat Yardan refleks menutup kedua telinga Leta yang berdiri di sebelahnya.“Bicaramu mohon dikondisikan! Ada anakku di sini, Yol,” peringat Yardan yang tidak diindahkan oleh Yolanda.Yolanda sudah kepalang gemas pada Yardan yang seenaknya minta ganti rugi padanya. Memang salahnya jika mobil Yardan digores orang? Salah sendiri dia parkir sembarangan! Batinnya Yolanda mengamuk tak karuan. Jika tidak lupa ada Leta, bisa saja ia keluarkan segala nama binatang pada Yardan.“Nah, ada CCTV di situ. Kita lihat rekamannya saja! Aku juga ingin tahu siapa orang kurang kerjaan yang membuatku terseret dalam masalah konyol ini. Dan akan kupastikan dia bukan tetangga atau kenalanku, jadi kau tak bisa menuntut agar aku ganti rugi.” Yola mencetuskan ide itu saat dirinya tak sengaja

  • Pesona Duda Anak Satu   Pekerjaan Baru

    “Jadi sekretarisku, bagaimana? Kau mau menerima tawaranku atau tidak? Mumpung lowongan kerjanya belum kuberikan pada staf yang mengurus personalia.”Wajah Yolanda langsung mengernyit. Dirinya itu tak lebih dari anak lulusan SMA yang ilmunya tidak mumpuni. Sekretaris sebuah perusahaan besar itu tidak mudah. Banyak hal yang harus Yolanda lakukan, belum lagi dirinya yang tak tahu menahu soal tugasnya. Yolanda langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.“Aku menolaknya. Oh iya, memangnya apa ada yang salah dengan sekretarismu saat ini? Kenapa kau mau mengganti Livia?” tanya Yola penasaran.Yardan terkekeh kecil. Tak ada alasan logis sebenarnya. Ia hanya berencana mengganti personel di perusahaannya saja.Mendengar yang dikatakan Yardan, membuat Yola mendecih. Ia pikir si Yardan ada konflik dengan Livia.“Livia bekerja dengan baik, kok. Hanya saja aku bosan selalu dipasangkan dengannya. Banyak orang beranggapan aku dan Livia cocok jadi kekasih. Tak tahu saja diriku dan dirinya tak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status