Home / Romansa / Pesona Ibu Susu Anakku / 7. Tapi aku Pak Bima

Share

7. Tapi aku Pak Bima

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2023-12-14 16:26:10

"Tapi aku Pak Bima." Bima menepuk dadanya dan seketika membuat langkah Jenny terhenti.

"Pak Bima? Jadi Bapak yang—"

"Ada apa, Jen?" tanya Weni yang baru saja berlari menuruni anak tangga, dia menghampiri gadis itu sebab sempat mendengar teriakannya.

Jenny langsung memeluk tubuh Weni, lalu beringsut ke belakangnya. Entah apa yang dilakukan, tetapi yang jelas saat ini dia bingung bercampur takut.

"Pria itu yang mencoba memperkosaku semalam, Mbak," ujarnya lirih sambil menatap mata Bima sebentar.

Sontak—Weni dan Bima membulatkan matanya dengan lebar. Mereka tampak kaget.

"Aku mencoba memperkosamu?" Bima mengulang perkataan Jenny dengan wajah bingung.

"Dia Pak Bima, Jen. Bosmu," kata Weni.

"Tapi dia orang yang sama yang mencoba memperkosaku semalam."

"Masa, sih? Tapi rasanya nggak mungkin." Weni menggeleng cepat. Dia benar-benar tak percaya sebab selama dirinya kerja dengan Bima, pria itu tak pernah melakukan tindakan asusila.

Weni memang tahu, jika Bima sering mabuk kalau pulang malam. Namun untuk melakukan hal itu seperti tak mungkin.

"Aku jujur, Mbak. Sumpah!"

"Bibi!" teriak Bima pada pembantu rumah tangganya. Dan tak lama seorang wanita berdaster berlari menghampiri.

"Ada apa, Pak?" tanyanya sambil membungkuk sopan.

"Panggil Muklis ke sini!" titah Bima yang mana dianggukan oleh wanita itu. Lantas dia pun berlari pergi keluar dari rumah Bima.

"Jenny, aku nggak mungkin melakukan perbuatan seperti itu." Bima menggeleng cepat seraya menatap Jenny yang menundukkan wajah. "Kita akan cek CCTV, biar melihat siapa pelaku sebenarnya."

'Ngapain cek CCTV? Aku ingat betul dia orangnya.' Jenny menelan salivanya dengan kelat. Mendadak sebuah lintasan masa lalu terbayang samar-samar di otaknya, hingga membuat bulu kuduknya berdiri. 'Nggak, aku harus pergi dari sini. Aku nggak mau hamil lagi, aku nggak mau diperkosa.' Jenny menggeleng cepat, dia pun melepaskan pelukan di tubuh Weni kemudian berlari menaiki anak tangga.

Tak berselang lama Muklis datang bersama pembantu, dia berlari tergesa-gesa dan menghampiri Bima.

"Ada apa, Pak?"

"Apa kamu sudah cek CCTV semalam? Aku mau lihat."

"Sudah saya cek, Pak. Kebetulan saya simpan juga rekamannya di hape saya." Muklis merogoh kantong celana bahannya untuk mengambil ponsel, setelah itu memberikan pada Bima dan langsung menyetel rekaman itu. "Nggak ada yang mencurigakan dan nggak ada penyusup masuk."

Bima memperhatikan video tersebut, cuplikan pertama video itu dari arah gerbang. Tidak hanya gerbang depan yang terdapat kamera, tetapi samping kanan kiri dan belakang.

Benar kata Muklis tadi, semuanya tidak ada yang mencurigakan.

Kemudian, rekaman itu tergulir dibagian depan kamar Kaila. Tepat di depan pintu, Bima memang sengaja memasang kamera. Dan sebenarnya bukan di kamar Kaila saja, tetapi kamarnya sendiri, ruang kerja dan kamar Soraya untuk melakukan aktivitas di dunia mayanya.

Terlihat Weni keluar dari kamar itu, lalu Jenny masuk dan menutup pintu. Tak berselang lama Bima pun membulatkan matanya saat melihat dirinya sendiri ada di sana, berjalan sempoyongan sambil memegang kepala kemudian masuk ke dalam kamar.

Beberapa menit kemudian, Jenny terlihat keluar dari kamar sambil menggendong Kaila dengan berlari seperti orang yang kesetanan. Bima menelan saliva saat melihat buah dada Jenny yang terlihat pada rekaman itu akibat bajunya robek, dua asetnya itu tampak bulat dan sintal. Sangat menggiurkan.

'Montok banget dadanya Jenny.' Bima terkesima sesaat, lalu segera menggeleng cepat menyadarkan isi otaknya. Entah mengapa otaknya justru traveling gara-gara dua bongkahan benda kenyal itu. Harusnya dia fokus untuk mencari siapa pelakunya.

Namun, saat selesai melihat rekaman itu, bisa disimpulkan jika memang dirinya lah tersangkanya.

"Jadi, aku pelakunya?" Monolog Bima sambil menatap lurus.

Seketika matanya membulat kala melihat Jenny tengah berlari begitu saja sambil membawa tas jinjing. Cepat-cepat Bima memberikan ponsel itu pada Muklis kemudian berlari mengejarnya.

"Jenny, mau ke mana kamu?!" teriak Bima saat Jenny sudah berada di depan gerbang rumahnya. Melihatnya hendak membuka gerbang, dia pun langsung berlari menghampiri hingga mencekal lengannya sebelum Jenny berhasil keluar. "Mau ke mana?"

Jenny langsung menepis kasar tangan Bima, dia merasa risih.

"Maaf, Pak. Sepertinya aku nggak jadi kerja jadi ibu susu anak Bapak," ucapnya pelan seraya keluar gerbang.

Bima ikut keluar dari gerbang, kembali dia mencekal lengan Jenny saat gadis itu hendak naik angkot yang baru saja berhenti di depan rumahnya.

"Maafkan aku, Jen. Semalam aku mabuk dan nggak ingat apa-apa. Tapi aku mohon jangan pergi, Kaila membutuhkanmu," pinta Bima dengan suara memohon.

Rasanya tak ikhlas jika membiarkan gadis itu pergi begitu saja. Sudah sejak lama dia menunggu seseorang untuk menyusui anaknya. Dan sekarang, Bima tak akan mau semudah itu melepaskannya.

"Bapak bisa cari orang lain, tapi maaf aku nggak mau." Jenny menggeleng, dia tak mau ambil resiko jika ada sesuatu yang terjadi lebih parah.

Jenny pun segera melepaskan tangan Bima kemudian masuk ke dalam angkot. Mobil angkot itu hendak melaju, tetapi dengan cepat Bima naik dan duduk di sampingnya. Di dalam mobil angkot itu hanya mereka berdua saja.

"Jen, jangan pergi. Maafkan aku. Aku janji aku nggak akan melakukan hal itu lagi padamu. Kaila membutuhkanmu," pintanya.

"Aku nggak mau, Pak. Maaf ..." Jenny menggeleng lalu menggeserkan bokongnya supaya tak terlalu dekat dengan Bima. "Bapak cari orang lain saja."

"Aku sudah mencarinya selama beberapa bulan, tapi belum ketemu. Hanya kamu satu-satunya." Tangan Bima saling menggenggam, lalu meremmasnya dengan kuat.

'Semua ini gara-gara Raya, andai dia datang ke hotel untuk merayakan anniversary kita. Mungkin aku nggak akan mabuk karena setres menunggunya!' gerutu Bima dalam hati, lalu dia pun mengambil ponselnya pada kantong celana untuk melihat isi chat yang dia kirim beberapa kali dalam semalam. Jangankan dibaca, bahkan nomornya saja tidak aktif sebab hanya centang satu.

Mendadak kepalanya terasa pusing, Bima amat bingung dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya demi membujuk Jenny.

Dia juga terkadang heran, pencariannya selama beberapa bulan mencari ibu susu tak pernah membuahkan hasil. Padahal, Budi sudah menyebar luaskan info itu. Hingga saat itu dia hanya berpikir, apa mungkin tak ada di dunia ini perempuan yang mempunyai ASI lalu bersedia menyumbangkan untuk anaknya?

"Nona mau ke mana ini?" tanya sang sopir angkot.

Jenny tampak terdiam, dia bingung harus menjawab apa sebab tak tahu arah tujuannya.

"Jalan dulu saja, Pak. Nanti aku beritahu," sahut Jenny yang mana dianggukan oleh sopir itu.

"Jen ... ayok pulang ke rumahku, mungkin Kaila sedang menangis karena haus," pinta Bima pelan. Tetapi tak ada tanggapan sama sekali oleh gadis itu. Dia bahkan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Aku tahu kamu pasti marah dan mungkin nggak terima dengan apa yang aku lakukan semalam. Tapi aku berani bersumpah kalau aku nggak ada niat melecehkanmu. Aku bahkan nggak ingat apa-apa," sesalnya seraya menjambak rambutnya sendiri. 'Ah bagaimana ini? Bagaimana cara membujuknya? Aku takut nanti Kaila sakit lagi.'

"Eemm ... kalau kamu mau aku tanggung jawab dengan apa yang aku perbuat, aku bersedia, Jen," bujuk Bima lagi, perlahan dia pun memberanikan diri untuk menyentuh punggung tangan Jenny seraya berkata, "Aku akan menikahimu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rusliaty Mokodompit
Ceritanya bagus. Tapi sayang tidak tamat...
goodnovel comment avatar
Rusliaty Mokodompit
Mana lanjutannya?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Ibu Susu Anakku   111. END

    "Husss!! Jangan ngomong kayak gitu!" Bima menasehati dengan suara yang lembut, namun penuh ketegasan. Tangannya mengusap dahi Jenny dengan penuh kasih, mencoba menghapus ketakutan yang menghantui pikirannya. "Lebih baik kita berdo'a sama Allah, dan berpikir positif. Aku sendiri yakin... semuanya akan baik-baik saja." Dengan kata-kata Bima, Jenny menemukan sedikit ketenangan. Dia mengangguk, menerima saran Bima untuk terus berdoa dan memelihara pikiran positif. Mereka bersama-sama memohon kepada Allah, berharap dan percaya bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik. Selama kehamilan kedua ini, Jenny hampir tidak pernah absen dari kontrol kehamilan. Bima, dengan kepeduliannya yang tak pernah surut, selalu mengingatkan dan bahkan sering kali lebih bersemangat dari Jenny sendiri untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Wajar begitu, Bima sendiri merasa sangat bahagia dan bersyukur karena diberikan kesempatan untuk menjadi seorang Ayah dari darah dagingnya sendiri. Kabar te

  • Pesona Ibu Susu Anakku   110. Memakanmu

    "Ya sudah, kalian hati-hati dijalan, ya? Semoga semuanya berjalan dengan lancar," ucap Eka seraya mengusap pipi anaknya lalu memeluk tubuh Jenny sebentar."Amin, Bun," jawab Bima lalu mencium tangan Eka, kemudian disusul oleh Jenny. "Ya udah, kami berangkat. Assalamualaikum.""Walaikum salam."**Setelah datang ke kantor polisi dan memberikan keterangan, Jenny langsung diarahkan ke rumah sakit untuk melakukan visum.Pihak polisi mengajukan, selain itu Bima juga sempat memintanya. Semua itu demi membuktikan, apakah Jenny sempat diperk*sa dalam keadaan tidak sadar atau tidak. Karena jika bertanya langsung kepada Lukman, itu akan sia-sia saja.Seperti pepatah mengatakan, mana ada maling ngaku. Kalau ada, penjara akan penuh.Setelah selesai dengan urusan polisi, keduanya pulang ke rumah kemudian berlanjut pergi ke mall bersama Eka, Kaila dan juga Weni.*Hari ini terasa sangat melelahkan bagi Jenny, na

  • Pesona Ibu Susu Anakku   109. Suami sebaik Pak Bima

    'Dia masih belum tidur, kenapa ya?' pikiran itu berkecamuk dalam benak Bima, membuatnya merasa bingung dengan perilaku Jenny. Dalam kebingungan itu, dia memutuskan untuk memejamkan mata, berharap dengan begitu, Jenny akan tergoda untuk segera tidur. "Zzzzz ...." Hanya dalam hitungan menit, suara dengkuran halus dan ritmis itu mengisi udara malam, memecah keheningan yang sebelumnya memenuhi ruangan. Jenny, yang sebelumnya menahan diri, kini membuka mata kembali. Matanya menatap Bima, yang tampak begitu tenang dalam tidurnya. "Ish!!" Gumamnya pelan, rasa sebal memenuhi hatinya. Melihat Bima yang dengan mudahnya memasuki dunia mimpi, sementara dirinya masih terjaga, membuat Jenny merasa frustrasi. Bagaimana bisa pria itu lebih dulu terlelap ketimbang dirinya, padahal Jenny tengah berjuang melawan hasrat dalam dirinya yang begitu kuat dan mendalam.***Keesokan harinya, Bima terbangun perlahan-lahan dan terhanyut oleh aroma wangi sabun yan

  • Pesona Ibu Susu Anakku   108. Aku ingin ditemani

    Pak Polisi yang sebelumnya menginterogasi Lukman mengambil sikap tegas. Dia menatap Lukman yang terlihat putus asa. "Meskipun Anda mengelak, itu akan sia-sia, Pak. Bukti yang ada sangat kuat menunjukkan bahwa Anda bersalah. Kita hanya perlu menunggu keterangan dari saudari Jenny, dan setelah itu Anda akan ditahan sebagai tahanan di sini." Lukman menolak dengan cepat, menggelengkan kepalanya. "Enggak! Aku nggak mau, Pak! Aku nggak bersalah, ngapain dipenjara? Aku di sini hanya ingin membantu Jenny, menyelamatkan hidupnya dari kebahagiaan palsu dengan Bima. Karena hanya aku yang bisa membuatnya bahagia!" Lukman berteriak dengan putus asa. Dia terlihat kehilangan akal sehatnya, bahkan melawan saat dua polisi menyeretnya keluar dari ruangan. "Lepas!! Lepaskan akuuuu!! Lily sayaaaang, tolong selamatkan aku!!" Lukman berteriak sembari berusaha melepaskan diri, meskipun terlihat sia-sia. "Jangan penjarakan akuuu!! Aku nggak bersalaaahhh!!" Lukman sudah meninggalkan ruangan, tapi suaranya

  • Pesona Ibu Susu Anakku   107. Lebih baik kamu mati saja!

    Polisi itu mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Sebelumnya mohon maaf, Ibu ini siapanya Pak Lukman? Saya ingin bertemu saudari Lily, istri dari Pak Lukman." Lily dengan tegas menjawab, "Aku Lily, Pak. Aku adalah istri dari Lukman." "Baik, kebetulan sekali. Saya ingin meminta Ibu datang ke kantor polisi, untuk memberikan keterangan terkait kasus yang sedang ditangani. Saat ini... Pak Lukman sedang ditahan di kantor polisi karena kasus penculikan dan percobaan pelecehan terhadap saudari Jenny Salsabila," jelas Pak Polisi dengan penuh kehati-hatian. Soraya dan Lily sama-sama terkejut, suara mereka terdengar serempak, "A-apa?!" Soraya menatap Lily dengan wajah penuh kebingungan, mencari kepastian. Lily, yang masih terkejut, menegaskan, "Bagaimana mungkin itu terjadi, Pak? Itu nggak mungkin! Lukman nggak mungkin melakukan hal seperti itu!" Soraya mencoba memahami situasi dengan bertanya, "Jenny yang dimaksud Pak Polisi itu, s

  • Pesona Ibu Susu Anakku   106. Seperti ada masalah

    "Bagaimana keadaan istriku, Dok? Apakah dia baik-baik saja?" Dokter tersebut, dengan wajah yang penuh empati, menjawab, "Istri Anda baik-baik saja, Pak. Hanya saja, dia tampaknya sempat mengalami serangan panik yang cukup parah hingga menyebabkan dia pingsan," jelasnya dengan tenang dan detail. Bima merasa sedikit lega, menghela napas dalam-dalam. Meski begitu, masih ada pertanyaan lain yang mengganjal di hatinya. "Kalau kandungannya bagaimana, Dok?" "Kandungan istri Anda juga dalam keadaan baik dan sehat, Pak," jawab Dokter. "Tapi, untuk sementara waktu... Saya sarankan agar dia banyak beristirahat. Hindari aktivitas berat dan berikan dia ketenangan hati serta pikiran. Nona Jenny, istri Anda, sepertinya pernah mengalami trauma di masa lalu. Hal ini tentu tidak baik untuk kesehatannya, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini." "Trauma apa yang dimaksud, Dok?" Meski dia sudah memiliki dugaan sendiri, tapi Bima ingin mendapatkan penjelasan langs

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status