"Loh ini apaan, Mas?"Tentu saja Asha terkejut setengah mati, Adit datang dan muncul di depan pintu kamar Sabrina dengan bucket mawar merah besar dan sekotak cokelat. Ditanya begitu, Adit bukannya menjawab malah celingak-celinguk, membuat Asha ikut menatap sekeliling, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Saya diperintah bapak belikan ini buat mbak Asha. Mohon diterima ya, Mbak." bisik suara itu dengan sangat lirih. Asha membelalak. Jadi bunga dan cokelat ini dari Jonathan? Untuknya? "Suruh kasih ke ceweknya aja, Mas. Saya nggak bisa terima."Kini ganti Adit yang membelalak, ia menatap Asha dengan tatapan tidak percaya. Ceweknya? Maksud Asha jadi Jonathan punya perempuan lain begitu? Kenapa tidak seperti Jonathan yang biasa Adit kenal? "Ceweknya, Mbak? Ceweknya yang mana?" tanya Adit masih bingung. Asha tertawa sumbang, "Ya saya mana tahu, Mas. Tanya aja langsung ke pak Jonathan, siapa yang dia temui malam kemarin."Adit masih berpikir keras, namun belum sempat ia kembali b
"Nah telat, kan?" omel Reni ketika Jonathan muncul dengan sedikit terburu di meja makan. "Nggak ah, mepet aja dikit waktunya!" kilahnya sembari menyambar cangkir kopi. "Bina mana?""Tuh, di belakang baru sarapan." Reni fokus pada makanannya, meskipun begitu, Reni melirik Jonathan dengan saksama, menatap penampilan Jonathan pagi ini. Apakah benar kemarin dia keluar untuk ... "Jo ke Bina dulu!" ucapnya lalu segera melangkah ke halaman belakang. Reni menghela napas panjang, ia benar-benar gemas dengan anak lelakinya ini. Reni ingin tahu, wanita mana yang sebenarnya ditiduri Jonathan? Sementara itu, langkah Jonathan sedikit terburu, senyumnya merekah ketika mendapati Sabrina tengah duduk di kursinya sembari disuapi oleh Asha. Jonathan mempercepat langkahnya, tangannya sudah terulur hendak merangkul pinggang perempuan itu ketika kemudian Asha menghindar dengan cepat, wajahnya terangkat, membuat mata mereka bertemu dan Jonathan menyadari akan hal itu. "Kenapa?" protes Jonathan tak me
"Kamu jangan bikin saya tambah sakit kepala dong, Dit!" omel suara itu dengan nada gemas. Adit menghela napas panjang, agaknya Jonathan lupa, sekarang yang sakit kepala bukan cuma dia, tetapi Adit juga! "Saya juga sakit kepala ini, Pak." ucap Adit lemas, "Nama orang yang mau dicari saja tidak tahu, Kalimantan sebelah mana juga nggak tahu, masa saya harus susuri satu persatu jengkal pulau itu, Pak?" Adit benar-benar frustasi dengan tugas yang diberikan Jonathan itu. Tidak ada jawaban, entah apa yang dilakukan bosnya itu sekarang, Adit tidak mau tahu. Yang jelas untuk tugas absurd ini, Adit hendak menolak keras, atau jika Jonathan tidak mengubah tugas yang diberi padanya, Adit lebih memilih untuk resign saja! "Saya nggak tahu kudu gimana, Dit." desis suara itu kemudian. Adit melotot, sejak kapan bosnya yang lulusan dokter spesialis bedah saraf itu jadi sedungu ini? Ingin rasanya Adit memaki lelaki itu namun ketika ingat gajinya bulan ini belum ditransfer, Adit mengurungkan niatnya
"Dia masih mengomeli kamu, Jo?"Jonathan yang sudah kehilangan nafsu makan, makin tidak berminat menghabiskan makan malamnya. Ia menghela napas panjang, meletakkan sendok dan garpu di atas meja. "Boleh Jo blokir nggak sih nomornya, Ma?" desis Jonathan dengan kepala sakit. "Jangan begitu, Jo!" Reni ikut meletakkan sendok, mereka saling melempar pandangan di atas meja makan. "Katamu kau tidak ingin memisahkan Sabrina dengan neneknya?""Ya tapi neneknya yang satu itu selalu bikin sakit kepala, Ma!" curhat Jonathan lesu. Reni hanya tersenyum, ia kembali meraih sendok dan melanjutkan aktivitas makannya. Berbeda dengan Reni, Jonathan masih diam di kursinya, menatap nanar piring yang isinya baru berkurang sedikit. "Nggak cuma kebelet pipis enak aja ya, Jo, yang bikin kamu sakit kepala. Mama mertuamu juga." lanjut Reni ditengah-tengah kunyahan. Mata Jonathan membelalak, menatap gemas ke arah Reni yang masih begitu asyik makan. Sebenarnya Jonathan ingin membantah, namun faktanya yang dika
"Halo Bina!"Asha melonjak terkejut, ia menoleh dan benar saja! Reni sudah muncul di depan pintu kamar dengan banyak barang bawaan di tangan. Seketika Asha tersenyum, antara senang dan geli membayangkan bagaimana tanggapan Jonathan jika tahu ibunya datang menginap malam ini. "Halo, Oma!" ucap Asha sembari melambaikan tangan Sabrina ke arah Reni.Reni meletakkan paperbag dan tas bawaan di sofa, langkahnya terayun menuju kamar mandi setelah balas melambaikan tangan ke arah Sabrina. Melihat itu Asha hanya tersenyum, sesaat dia tertegun. Teringat akan obrolannya dengan Jonathan beberapa saat yang lalu. Apakah Reni datang kemari dalam rangka untuk mengintrogasi Asha perihal pengakuan Jonathan? Atau diam-diam Reni hendak mengawasi dirinya? Itu bisa saja terjadi! Bukan tidak mungkin Reni berusaha mencari jawaban sendiri atas pertanyaannya yang tidak Jonathan jawab. Itu artinya ... baik Asha maupun Jonathan harus berhati-hati! "Ibu bawain kamu katsu, Sha. Sama boba. Kamu makan dulu, biar
"Saya benar-benar nggak bisa nemuin mereka, Pak." jelas Adit hampir putus asa. "Kenapa kita nggak tanya langsung ke mbak A--""Sudah, Dit!" Potong Jonathan dengan segera, "Saya udah desak dia berkali-kali, bahkan beberapa saat yang lalu sebelum kamu dateng ke sini, saya desak dia lewat telepon dan dia nggak mau kasih tahu." jelas Jonathan sama putus asanya.Adit nampak berpikir serius, ia menatap Jonathan dengan sorot mata serius. "Kenapa mbak Asha setakut itu buka semua jati dirinya ke Bapak? Bapak nggak coba bilang ka--""Saya udah bilang Adit!" kembali Jonathan memotong, "Saya udah bilang kalau saya mau serius sama dia, nikahin dia ... saya perlu minta izin orang tuanya dan lain-lain, tapi dia kekeuh bungkam dan bakalan ngasih tahu kalau dia udah siap balik ke rumah dan minta maaf ke orang tuanya!"Ekspresi Adit tidak berubah, ia mengusap-usap dagunya sembari terus berpikir keras. Bukan hanya Adit, Jonathan pun nampak melakukan hal yang sama! Dua laki-laki itu sibuk dengan pemikir