“Kenapa, hmm ...? Katanya mau aku ajari? Apa tadi pagi masih belum paham saat aku ajari kamu?” ucap Aldi. “Pak, lepasin ih!” “Katanya mau sekarang? Jangan kelamaan?” ucap Aldi dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Riska. “Ta—tap .... uhmpp ....” Tak tahan lagi melihat bibir ranum Istri mudanya, Aldi langsung menyambar bibir manis Riska yang menantang di depannya. Melumatnya dengan lembut tapi lahap, apalagi sudah lama bibirnya kering, tidak pernah ciuaman dengan Marta sampai basah seperti sekarang. “Uhmmpp ...,” lenguh Riska karena lidah Aldi berusaha membukan mulut Riska, dan langsung membelit lidah Riska tanpa ampun. Napas mereka makin memburu, bak genderang yang mau perang. Aldi benar-benar ingin menguasai permainannya dengan Riska sekarang juga, apalagi yang di dalam sana sudah mengeras karena Aldi merasakan bau harum tubuh Riska yang sangat menggoda. “Kita lanjutkan di kamar!” Aldi membopong tubuh Riska masuk ke dalam kamar. “Pak, jangan sekarang,” ucap Riska terengah. “
Tidak peduli Riska yang merintih kesakitan, Aldi tetap fokus pada penyatuannya malam ini. Riska benar-benar masih tersegel rapat. Ada rasa sesak di dalam dada Aldi, karena ia sudah merenggut kesucian Riska, yang mempertaruhkannya demi adik-adiknya supaya bisa bersekolah.Aldi masih dalam penyatuannya dengan Riska. Sesekali ia kecup kening Riska dengan rasa yang aneh. Rasa yang begitu dalam, hingga timbul rasa aneh di hatinya. Ia usap air mata Riska yang mulai merembes di sudut matanya.“Pak ...,” Rintih Riska.“Maafkan saya, sudah membuatmu seperti ini. Saya janji tidak akan meninggalkanmu,” ucap Aldi.“Apa masih sakit?” tanya Aldi.“Iya, sudah cukup, Pak. Rasanya aku mau pipis,” ucap Riska dengan terengah.Aldi tersenyum dengan gemas melihat Riska yang ingin meluapkan hasratnya. Mungkin pertama kalinya Riska mengalami puncak pencapaian kenikmatan.“Pipis saja, gak apa-apa,” bisik Aldi dengan terus menggerakkan tubuhnya semakin kencang.Mereka bermandi peluh kenimatan malam ini. Tubuh
“Ya Salat dong Riska?” “Oh kirain bikin anak lagi?” ucapnya lega. “Kita Salat di kamar sebelah saja, ini kamar kotor semalam sudah diberantakin kita, Salat di kamar sebelah yang bersih,” ajak Aldi Riska mengangguk, ia berjalan di belakang suaminya untuk ke kamar sebelah. Aldi kedua kalianya menjadi Imam. Setelah puluhan tahun ia meninggalkan kewajibannya, sekarang Aldi melaksanakan kewajibannya lagi sebagai seorang muslim. Menikah dengan Marta hanya dunia dan nafsu saja yang ia pikirkan. Jangankan salat, ada adzan saja dia tidak mengindahkannya, yang penting kekuasaan dan kekayaan yang Aldi pikirkan, dan itu untuk membahagiakan Marta. ** Sudah satu bulan lamanya Marta di Paris. Ia semakin gelisah, karena suaminya sama sekali tidak menanyakan kabarnya, jangankan tanya kabar lebih dulu, membalas pesan dari Marta saja sangat singkat, tidak ada romantisnya lagi. Tidak ada kata rindu dan kata cinta lagi. Dengan tatapan pilu, Marta memangdangi layar gawainya, berharap malam ini suaminy
“Kapan aku menggoda bapak?” tanya Riska dengan mengalungkan tangannya ke leher Aldi. “Setiap detik kau menggodaku, Riska, jadi jangan salahkan saya, jika saya menginginkan dirimu setiap detik!” jawabnya. “Apa semalam belum puas?” goda Riska yang sudah terpancing oleh sentuhan Aldi. “Puas, tapi aku sudah kecanduan tubuhmu,” jawabnya. Tubuh mungil Riska berhasil direngkuh dengan penuh gejolak hasrat yang membara. Tubuh Riska sudah menjadi candu baginya, padahal awal menikahi Riska tidak pernah terbesit dalam pikiran Aldi untuk menyentuhnya. Bahkan ingin sekali ia mengembalikan Riska ke tempat asalnya, namun Marta malah seakan ingin dirinya membagi hati dan membagi raganya pada perempuan lain. Keinginan Marta dibayar tunai! Dan sekarang Aldi benar-benar membagi hati dan membagi raganya untuk perempuan lain. Mereka terus melakukannya hingga suhu ruangan yang dingin sudah tidak terasa dinginnya. Tidak terasa permainan mereka cukup lama, hingga tidak menyadarinya, sudah hampir habis wak
“Kenapa, Ta? Kaget ada Mukenah milik Riska di sini?” ucap Aldi. “Kamu membawa Riska ke mana, kok ada Mukenahnya dia?” selidik Marta. “Kamu yang nyuruh aku bersama Riska, kan? Jadi aku bebas membawa Riska ke mana pun aku pergi, salah satunya menemaniku untuk menghadiri undangan bisnis, dan aku kenalkan dia adalah istri keduaku,” ucap Aldi. Bak tersambar petir di siang bolong, mendengar ucapan suaminya sesantai itu tentang Riska. Bukan ini yang Marta harapkan, ia ingin Aldi meniduri Riska saja, supaya Riska hamil, lalu anaknya akan ia akui sebagai anak dirinya dengan Aldi. Pernikahan Aldi dengan Riska pun dirahasiakan Marta dari kerabat Aldi, juga keluarga Aldi dan keluarga dirinya. “Aku gak salah dengar, Mas?” tanya Marta dengan suara bergetar. Sebetulnya Aldi sama sekali tidak membawa Riska dan mengenalkannya pada rekan bisnisnya sebagai istri kedua. Ia hanya mengajak jalan Riska, mengajak belanja, lalu mengantar Riska menemui adik-adiknya di rumah. Mukenah itu Riska bawa dari rum
“Oh ya sudah, jangan kecewakan aku. Aku ingin dia segera hamil,” ucap Marta.“Aku pergi dulu.”Marta mengangguk, membiarkan Aldi pergi. Ia tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Aldi, Marta akhirnya mengalah, dia sadar kalau dirinya yang sudah merubah sikap Aldi seperti sekarang. Hingga pertarungan di kamar mandi tadi Marta merasakan kalau Aldi tidak lagi berhasrat pada dirinya. Pertanyaan menyelimuti rongga kepalanya. Apakah Aldi sudah berpaling hatinya untuk Riska? Apalagi melihat perubahan Aldi yang sangat drastis sekarang ini.“Aku tidak akan membiarkanmu jatuh cinta lagi, Mas! Semua memang berawal dari aku yang memaksa kamu menikahi Riska, tapi bukan begini caranya kamu memperlakukan aku!” ucap Marta dengan perasaan sedih di hatinya.Aldi melajukan mobilnya, ia ke kantor sebentar mengurus pekerjaan yang belum selesai. Sebetulnya ia sudah ingin ke rumah Riska untuk melanjutkan niatnya. Niat yang sudah ia bulatkan seminggu yang lalu, kalau dirinya ingin menjadikan Riska istri
Aldi terus memompa dengan cepat, tak terkendali hingga membuat Riska mendesah tanpa jeda. Hingga keduanya melenguh bersama di saat puncak yang indah itu mereka dapatkan.Aldi langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Riska. Menyusupkan wajahnya pada ceruk leher Riska yang basah. Keduanya sama-sama dapat merasakan detak jantung yang sangat cepat. Deru napas mereka bahkan terdengar jelas karena mereka masih sangat terengah-engah. Mereka berdua masih menikmati sisa-sisa penyatuan mereka yang ada di bawah sana.“Ahh ... geli, Pak ...,” rintih Riska pelan.Seperti biasa, Aldi yang suka usil dengan Riska, ia sengaja memutar tubuh bagian bawahnya yang masih menyatu dengan tubuh bagian bawah Risak untuk menggoda Riska. Karena Aldi masih ingin mendengarkan lenguhan Riska yang manja dan menggairahkan.“Kamu suka?” ucap Aldi.“Ah ... su—suka, Pak. Tapi geli. Ahh ... mau pipis lagi kan jadinya, Pak?” desahnya.Ingin rasanya Aldi menuntaskan lagi hasratnya. Ingin kembali membawa Riska untuk berp
“Saya tidak mau melanggar perjanjian saya dengan Mbak Marta, Pak,” jawab Riska.“Bukan itu jawaban yang aku inginkan, Riska! Aku hanya ingin satu jawaban darimu, kamu mencintai aku atau tidak. Ya, atau tidak! Itu yang ingin kudengar dari mulutmu!” tekan Aldi.“Saya belum memikirkan jawaban apa pun, saya hanya ingin semuanya berjalan lancar sesuai dengan perjanjian, itu saja, Pak!”Aldi mengusap kasar wajahnya, lalu menyugar rambunya. Jawaban yang ingin ia dengar, tidak sedikit pun dilontarkan oleh Riska. Aldi paham dengan keadaan. Meski ia melihat sorot mata Riska yang terlihat mencintainya, tapi Riska memilih menghargai kakak madunya.“Jadi kamu gak mau menjawabnya, Riska?” tanya Aldi lagi.“Itu jawaban saya, dan tolong hargai jawaban saya, Pak,” jawab Riska.“Baiklah, saya tidak akan memaksa kamu untuk menjawabnya, untuk apa dijawab kalau dalam hatimu berkata lain? Aku bisa menebak perasaanmu padaku dari sorot matamu, Riska. Aku paham itu, dan aku yakin jawabanmu bahwa kamu mencinta