"A-apa? Direktur Rumah Sakit?" celetuk Luna tanpa sadar.
Sontak saja kedua dokter pria tersebut menoleh ke arah belakang, di mana sumber suara yang mengangetkan mereka berasal. Beruntungnya Luna cepat menyadari kecerobohannya, sehingga dengan tanggap dia berjongkok dan membungkam bibirnya menggunakan kedua tangan. Dua pria yang memakai jas putih tersebut saling menatap heran, setelah tidak melihat siapa pun berada di belakang mereka. "Tidak ada siapa-siapa," ucap salah satu dari mereka. "Aneh," sahut rekan yang ada di sebelahnya. Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanannya, tanpa mengetahui keberadaan Luna yang masih berjongkok di tempatnya. Tanpa ragu gadis yang sedang penasaran itu, kembali mengikuti kedua dokter tersebut. Dia berusaha mencuri dengar semua pembicaraan mereka mengenai Dokter Kenzo. "Dokter Kenzo sangat beruntung. Dia lahir di tengah-tengah keluarga yang mempunyai garis keturunan konglomerat yang sangat kaya raya. Dan beruntungnya lagi, Ibunya merupakan pewaris dari pemilik rumah sakit ini. Sehingga papa dari Dokter Kenzo mendapatkan kepercayaan penuh untuk mengelola rumah sakit ini," tutur salah satu dari mereka berdua. "Benarkah? Bukankah cucu dari pemilik rumah sakit ini merupakan seorang pengusaha yang tinggal luar negeri?" tanya salah seorang dokter menanggapi penuturan rekannya. Rekan dokter tersebut menghentikan langkahnya, dan memegang pundak teman sejawatnya. Dengan tatapan seriusnya, dia pun berkata, "Kisah keluarga konglomerat sangat rumit. Jadi, lebih baik kamu hanya mengetahui apa yang ada di depan mata saja. Jangan coba-coba untuk mencari tahu lebih dalam lagi, jika kamu tidak ingin terluka." Setelah mengatakan hal itu, kedua dokter tersebut kembali melangkahkan kakinya, menyusuri koridor rumah sakit tersebut. "Jadi, Dokter Kenzo adalah penerus dari pemilik rumah sakit ini? Lalu, bagaimana dengan cucu pemilik rumah sakit yang berada di luar negeri? Apa dia akan diam saja?" tanya sang dokter yang masih penasaran. "Menurutmu?" tanya balik rekan dokter tersebut, tanpa menoleh ke arahnya. Seketika kaki dokter tersebut berhenti melangkah. Matanya menatap takjub pada sebuah banner besar yang tergantung di sebelah tangga lift. "Dokter Kenzo sangat beruntung. Dia dokter yang terkenal sangat pintar dan ahli di bidangnya. Selain itu dia merupakan penerus dari rumah sakit yang sangat besar ini. Dan beruntungnya lagi, dia mempunyai istri yang juga merupakan putri tunggal dari pemilik Hogan Grup. Sungguh luar biasa kehidupannya. Aku yakin dia tidak kekurangan suatu apa pun," ujarnya sembari menatap gambar besar Dokter Kenzo pada banner tersebut. Sedangkan rekannya hanya tersenyum, seraya menggelengkan kepala dan meneruskan perjalanan tanpa menunggu teman sejawatnya yang masih mengagumi gambar calon penerus rumah sakit tersebut. Kesempatan itu pun digunakan oleh Luna untuk meninggalkan dokter yang sejak tadi diikutinya. 'Aku benar-benar merasa kecil di hadapan Dokter Kenzo. Harusnya aku tahu diri. Aku tidak boleh mengharapkan sesuatu yang berada di luar jangkauanku. Berhentilah mengharapkan sesuatu yang tidak pantas untuk kamu miliki, Luna,' batinnya mengiringi langkah kaki menyusuri koridor rumah sakit tersebut. Kedua mata almond itu mengisyaratkan kesedihan, tatkala melihat sang ibu yang masih dalam kondisi sama seperti sebelumnya. Sebagai seorang putri tunggal, dia merasa sangat bersalah karena gagal melindungi dan membahagiakan sang ibu. "Maaf, apa benar anda wali dari pasien yang berada di sana?" tanya seorang pria yang baru saja datang dan mengagetkan Luna dengan pertanyaannya. Merasa pria tersebut sedang bertanya padanya, Luna pun mengikuti arah telunjuk dari sang pemilik suara yang mengarah pada ibunya. Sontak saja dia melihat ke arah pria yang bertanya padanya. 'Penampilannya sangat rapi, dan berpendidikan. Pria ini berbeda jauh dengan para preman itu. Tidak mungkin dia bagian dari mereka,' batinnya sembari menatap pria yang berdiri di dekatnya. "Siapa anda? Ada perlu apa bertanya seperti itu padaku?" tanya Luna dengan memberanikan diri menghadapi pria asing yang bertanya padanya. Pria yang berpenampilan rapi dengan memakai setelan jas berwarna hitam, menatap serius padanya, dan berkata, "Sepertinya anda memang wali dari pasien yang ada di dalam ruangan itu. Begini, kami ada perlu dengan anda. Sebagai wali dari pasien, kami mengharapkan anda untuk segera membayar deposit perawatan pasien. Jika tidak, rumah sakit tidak akan bisa memberikan perawatan lebih lanjut pada pasien. Jadi, kapan anda bisa membayarnya?" Lagi-lagi Luna merasa tidak berguna bagi ibunya. Bukan hanya hatinya yang hancur mendengar perkataan pria tersebut, badannya pun merasa lemas bagai tak bertulang. Namun, tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini. Pikirannya berkelana mencari cara agar bisa membayar biaya rumah sakit ibunya. Keresahannya hanya mampu diucapkannya dalam hati. 'Tidak ada yang bisa aku lakukan, kecuali--' Matanya menangkap sosok pria yang familiar bagi mata, hati dan pikirannya. Bahkan matanya pun enggan beralih darinya. 'Dokter Kenzo,' ucapnya dalam hati setelah perkataannya terputus karena hadirnya sang dokter yang membuatnya kagum. Sontak saja dia teringat akan perjanjiannya dengan Dokter Kenzo. Sejak saat itu, Luna memantapkan dirinya untuk memohon pada sang dokter agar membayarkan biaya perawatan ibunya hingga keluar dari rumah sakit tersebut. "Saya akan secepatnya membayar biaya perawatan Ibu. Jadi, tolong lakukan saja yang terbaik untuk Ibu saya," tukas Luna dengan sangat yakin pada pria yang bertugas mengurusi keuangan rumah sakit. Dengan penuh tekad, gadis yang baru saja menemukan harapan hidupnya, bergegas meninggalkan pria tersebut, untuk mengejar Dewa Penolongnya. Akan tetapi, lengannya dipegang oleh pria penagih biaya rumah sakit untuk menghentikannya, seraya berkata, "Kapan anda akan membayarnya?" Luna menghela nafasnya, mencoba bersabar atas semua tekanan yang sedang dihadapinya. Tanpa menoleh ke belakang, dia pun berkata, "Besok. Besok saya akan menemui anda dengan membawa uang untuk membayarnya." "Baiklah. Kami tidak akan menghentikan perawatan pasien hingga anda membayarnya besok," tutur pria tersebut, setelah melepaskan lengan Luna. Gadis berambut panjang yang masih dalam keadaan acak-acakan itu, bergegas mengejar sang Dewa Penyelamat untuk kembali bernegosiasi dengannya. Kali ini Luna membuang jauh-jauh rasa malunya di depan sang dokter. Dia telah bertekad untuk melakukan apa pun demi menyelamatkan ibunya. Tanpa ragu tangan berkulit putih itu mengetuk pintu ruangan yang bertuliskan nama dan jabatan sang dokter. Setelah mengetuknya tiga kali, suara lantang dan tegas terdengar dari dalam ruangan untuk menyuruhnya masuk. Setelah menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Luna membuka pintu ruangan tersebut diiringi doa dalam hatinya. "Tepat sekali kamu datang ke sini sebelum saya memanggilmu. Ternyata istri saya sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu," tutur Dokter Kenzo seolah menyambut kedatangan dari putri pasien yang ditolongnya. Luna berjalan sembari memaksakan senyumnya. Dia menatap kagum pada sosok wanita cantik yang berpenampilan elegan dengan barang-barang merk ternama menempel di badannya. Cantik. Kata yang tepat untuk mengagumi wanita tersebut. "Duduklah. Saya sengaja datang lebih cepat dari waktu janji temu kita," ujar wanita tersebut, seraya beranjak dari duduknya. "Serena," ucapnya sembari mengulurkan tangan kanan pada sang gadis. Gadis itu pun menyambut tangan istri sang dokter disertai senyuman manisnya, dan berkata, "Luna. Senang bertemu dengan anda, Nyonya." Seketika Serena tertawa, dan berkata di sela tawanya, "Nyonya? Jangan panggil aku Nyonya. Panggil saja Kak Serena. Aku ingin kita menjadi lebih akrab lagi, seperti kakak beradik, karena kamu akan menjadi ibu pengganti dari anak kami." Setelah itu dia mengalihkan pandangannya pada sang suami yang sedang duduk di kursi kebesarannya, seraya berkata, "Bukan begitu, Sayang?" Dokter Kenzo tersenyum, sembari menganggukkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan dari sang istri. Seketika Luna terbelalak dan tanpa sadar dia pun berkata, "I-ibu pengganti?" Apa maksud anda saya harus menikah dengan Dokter Kenzo?"Suara tangisan kencang dari ruang persalinan membuat Ron Matteo dan Damian Matteo tersenyum."Dengarlah, Damian. Suara bayi itu adalah--""Dengarlah suara tangisan ini, Pah," sahut Damian ketika mendengar suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan.Mereka berdua tertawa bahagia menyambut kelahiran sang calon penguasa yang baru dalam keluarga Matteo. Mata kedua pria itu terbelalak mendengar suara tangisan bayi yang baru saja dilahirkan oleh istri kedua dari sang penguasa. "Lihatlah Damian. Ada berapa bayi dalam perut menantumu itu," ujar Ron Matteo sambil terkekeh. "Luna benar-benar hebat, Pa. Dia memberi kejutan pada kita semua," ucap Damian sembari terkekeh. "Benar. Bukankah dokter mengatakan jika hanya ada dua bayi dalam kandungannya?" tanya pria tua itu tanpa melepaskan pandangannya dari monitor yang memperlihatkan kegiatan dalam ruang persalinan. Hanya orang khusus saja yang bisa berada dalam ruangan tersebut. Dan merekalah pemilik rumah sakit itu. Sehingga mereka mempunyai a
Serena memang dalam keadaan kritis saat dilarikan ke rumah sakit. Selain dia tidak sadarkan diri, dia juga mengalami pendarahan parah yang terjadi di kepala, di dalam perut serta dadanya, dan darahnya pun juga keluar dari anggota tubuhnya yang terkena pukulan atau benturan keras. Setelah operasi selesai, Serena dipindahkan ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu dia mendapatkan perawatan ekstra, tanpa ada perbedaan dengan pasien lain karena status tahanannya. "Seharusnya pasien sudah sadar setelah beberapa saat operasi selesai dilakukan, tapi sepertinya kita harus menunggu lebih lama lagi. Kami juga sudah berusaha membangunkannya, tapi pasien tetap tidak mau bereaksi. Bahkan dalam operasinya tidak ada kesalahan yang terjadi. Semua berjalan dengan baik. Mungkin takdir Tuhan yang membuat semua ini terjadi. Kita tunggu saja perkembangan pasien selanjutnya," tutur sang dokter pada seorang sipir yang bertugas menjaga Serena.Setelah kepergian dokter dari ruangan tersebut, sang sipir melaporka
"Brengsek!" umpat mantan mertua dari Kenzo Matteo. Hampir semua barang yang ada di sekitarnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya. Dia merasa malu di hadapan semua orang yang menghadiri konferensi pers nya. Terlebih lagi orang-orang tersebut sangat berpengaruh dalam bidangnya. Dalam sekejap saja, berita tentang putrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga Matteo telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hingga putri yang telah dicoret dari keluarganya pun mendengar berita tersebut. Prang!"Kalian semua brengsek!" seru Serena dalam ruangan yang dikelilingi jeruji besi, sembari melempar piring makanannya ke arah tembok.Beberapa tahanan wanita yang berada dalam ruang tahanan tersebut menatap tajam padanya. Tanpa menunggu lama, seorang tahanan wanita berbadan besar meraih rambut panjang Serena yang diikat tidak beraturan. "Kamu tidak lihat kami semua sedang makan?!" tanyanya dengan menatap marah pada wanita si pemilik rambut yang dijambaknya. Serena menatap kesal p
"Dengan ini saya, Ron Matteo mengumumkan bahwa cucu saya, Kenzo Matteo akan menggantikan posisi saya di semua perusahaan yang bernaung di bawah keluarga Matteo."Sorak sorai tepukan tangan memenuhi ruangan tersebut. Acara berkonsep mewah dan sangat berkelas dengan iringan musik klasik menambah keindahan pesta malam itu. Kenzo Matteo kini telah diangkat menjadi sang penguasa untuk menggantikan kakeknya. Tentu saja hal itu didengar oleh Serena yang masih berada dalam jeratan jeruji besi. Wanita licik itu marah. Dia bersumpah akan merebut kembali hak miliknya."Luna. Bolehkah Nenek berbicara?" tanya sang kepala pelayan yang sudah sangat dekat dengan istri kedua Kenzo. Luna menganggukkan kepalanya, menyetujui keinginan dari wanita tua tersebut yang seolah menggantikan peran ibunya. "Apakah hatimu lega dengan mendiamkan suamimu?" tanyanya dengan lembut. Luna diam. Dia memikirkan pertanyaan dari sang nenek. Setelah itu, dia menggelengkan kepalanya. "Apakah hatimu baik-baik saja, dan bis
"Apa anda kira jika sudah menghapus rekaman CCTV di beberapa tempat bisa memusnahkannya? Termasuk rekaman CCTV di dalam kamar perawatan."Seketika Serena membelalakkan matanya. Penuturan dari pengacara keluarga Matteo membuat jantungnya berdegup sangat kencang, takut apabila dimasukkan ke dalam sel tahanan yang akan merusak nama baik dan kehormatannya serta keluarganya. Kedua tangan wanita yang merupakan istri pertama dari Kenzo mencengkeram roknya. Ketakutannya itu bisa dibaca oleh pria yang duduk di sampingnya. "Apa anda yakin jika orang yang berada di dalam kamar tersebut adalah Nyonya Serena? Bukankah tidak ada bukti jelas atau pun saksi yang menyatakan hal itu? Lagi pula, kita tidak bisa begitu saja menyatakan bahwa itu adalah klien kami, karena kita juga tidak tahu orang itu pria atau wanita. Benar bukan?" ujar sang pengacara Serena dengan tenang. "Saya yakin kita semua bisa melihat jika orang yang berpakaian serba hitam pada rekaman CCTV itu adalah seorang wanita. Lihat saja
"Kamu sangat cerdik, Serena," ujar Ron Matteo setelah menyudahi tepukan tangannya. Pria tua itu beranjak dari duduknya, dan berjalan menghampiri cucu menantu pertamanya. Hal itu membuat Serena tersenyum penuh kemenangan. "Kamu benar-benar licik. Tidak salah jika kami membiarkanmu masuk ke dalam keluarga Matteo. Semakin lama, kami semakin tahu kebusukan mu," tuturnya sembari menyeringai. "Apa maksudnya, Kek?" tanya Serena layaknya orang bodoh. Sang kakek hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan dari istri pertama cucunya. Wanita licik itu ditatapnya seolah sedang memperingatkannya. "Kita lihat saja sejauh mana kebenaran akan terungkap."Jantung Serena berdebar dengan kencang. Dia khawatir akan nasibnya saat ini. Nama baiknya dan keluarganya telah dipertaruhkan demi meraih kejayaan nama keluarga Hogan melalui keluarga Matteo. 'Sial! Apa yang harus aku lakukan sekarang?' tanyanya dalam hati. "Apa yang sebenarnya dia lakukan pada ibuku?" Tiba-tiba semua pasang mata beralih men