Share

Pesona Istri Orang Lain
Pesona Istri Orang Lain
Penulis: Aqila Nur

Bab 1. Konspirasi

"Tinggalkan istrimu, sejumlah uang akan saya transfer setiap bulannya." Frans Harding, seorang CEO sebuah perusahaan ternama, menyuguhkan bukti transfer sebesar sepuluh juta rupiah ke rekening milik salah satu pegawainya yang berprofesi sebagai office boy. Pria itu bernama Dani Setiawan.

Tidak langsung memberikan jawaban. Dani melangkah maju, mempertajam penglihatannya, memastikan Apakah benar nama dirinya yang tercantum pada bukti transfer yang ditunjukkan oleh sang atasan? Dalam hitungan detik raut wajah Dani berubah senang. Dia membuka matanya lebar-lebar, lalu mengajukan pertanyaan sebelum memberikan jawaban.

"Apakah Anda tidak akan mengingkari janji Anda, Pak?" Dia memang gila harta, tetapi cukup hati-hati dalam mengambil keputusan. Sok jual mahal, padahal dia sangat menginginkan uang itu.

"Dani, kamu tahu siapa saya? Kamu bisa bongkar rahasia ini ke publik kalau saya berbohong. Dan, kamu tahu apa dampak bagi saya juga perusahaan? Nama baik perusahaan saya akan tercoreng. Kamu pikir saya akan membiarkan hal itu terjadi?"

Kini, tanpa ada keraguan Dani pun mengangguk setuju. "Baiklah, Pak. Berikan saya waktu satu bulan untuk menceraikan istri saya."

"Tidak satu bulan," tolak Frans yang sudah tidak sabaran.

"Baiklah tiga minggu."

"Tidak juga tiga minggu, saya tidak bisa menunggu selama itu."

"Lalu," tanya Dani lagi.

"Satu minggu. Tidak ada tawar-menawar!"

"Terlalu singkat, Pak. Saya harus mencari alasan yang tepat."

"Ceraikan istrimu dalam kurun waktu satu minggu, saya tambahkan sepuluh juta lagi. Kalau kamu merasa tidak sanggup, baiklah. Saya punya segalanya, saya bisa mencari wanita lain." Frans menutup laptopnya, lalu mempersilakan Dani untuk keluar. "Silakan kamu keluar, Dani."

Tidak ingin membuang-buang kesempatan, akhirnya Dani pun menyanggupinya tepat saat Frans akan menghubungi security untuk mengusir dirinya dari sana. "Baiklah, Pak. Dalam kurun waktu satu minggu, saya akan menceraikan istri saya."

"Bagus. Saya suka itu." Frans kembali mengambil handphone-nya dari atas meja, melakukan transaksi untuk yang kedua kalinya, dengan jumlah yang sama, juga dengan nama penerima yang sama.

"Bersenang-senanglah, uang senilai dua puluh juta sudah saya transfer ke rekening milikmu."

Dani tersenyum lebar, lalu mengucapkan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. "Terima kasih banyak, Pak. Sungguh saya sangat berterimakasih."

"Oh, iya. Saya ingin bertemu dengan istrimu, apa pun caranya, tolong suruh dia menghadap saya."

"Baik, Pak. Saya akan meminta istri saya ke sini, untuk mengambil uang gaji saya."

"Baik, saya tunggu besok."

Setelah menyepakati sebuah kesepakatan, akhirnya Dani pun keluar dari ruang kerja Frans. Di sudah tidak sabar ingin melakukan transaksi untuk mengambil uangnya di ATM, lalu bersenang-senang dengan banyak perempuan.

***

Keesokan harinya, sesuai dengan keinginan Frans, Dani memerintahkan sang istri ke kantor menghadap sang atasan untuk mengambil gajinya yang kebetulan turun hari ini, dengan alasan dirinya harus lembur karena akan ada acara di kantor. Tanpa menaruh curiga, wanita cantik bernama Karina Putri itu pun mematuhinya. Dia datang menghadap sang atasan tepat pukul sebelas siang.

"Siang, Pak."

Frans yang saat ini sedang fokus pada layar laptopnya pun melihat ke arah sumber suara, tersenyum menyeringai saat melihat seorang wanita yang dicintainya berdiri di depan meja kerjanya.

"Hai, Karin."

Dahi Karin langsung mengerut, menatapnya penuh tanya. "Dari mana dia tau namaku?" batinnya bergumam.

"Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Frans sambil dengan senyum tulus.

"Mas Dani meminta saya menghadap Pak Frans untuk mengambil uang gajinya. Bapak betul Pak Frans?" tanya Karin sedikit ragu, pasalnya baru kali ini dia melihat sekaligus mengenali atasan suaminya.

"Iya, saya Frans." Dia mengeluarkan amplop coklat, lalu menyerahkan amplop coklat itu kepada Karin "Ini upah suami kamu."

Karin menerima amplop tersebut seraya mengucapkan ucapan terima kasih. "Terima kasih, Pak."

"Sama-sama."

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak," ucap Karin seraya menunduk hormat, lalu melangkah mundur hendak pergi.

Belum puas melihat wajah cantik sang pujaan hati, Frans memanggilnya. "Tunggu, Karin."

Terpaksa dia harus menghentikan langkahnya, kembali berdiri menghadap meja kerja Frans. "Iya, Pak? Ada apa, ya?"

"Tolong sampaikan ke suami kamu, jangan lupa nanti malam jam tujuh antar saya ke mall."

"Bapak mau minta anter suami saya ke mall?"

"Iya, memangnya kenapa? Suami kamu sibuk?"

"Ng–nggak sih, Pak. Cuma ...."

"Tadi saya sudah bilang sama suami kamu dan dia setuju. Tolong bantu kamu ingatkan lagi."

"Oh. Baiklah, Pak."

"Selain itu, kamu juga harus ikut."

"Saya, Pak?" Kedua bola mata Karin terbuka lebar, saking terkejutnya.

"Iya kamu."

"Kenapa saya juga harus ikut?"

"Saya mau beli hadiah buat pacar saya, saya rasa kamu punya selera yang bagus."

"Saya nggak ngerti apa-apa, Pak. Selera saya biasa aja, mana saya mengerti selera orang-orang kaya."

"Kamu nggak tau karna belum liat, coba nanti kalau udah liat, pasti tau mana yang cocok buat pacar saya."

"Tapi, Pak ...."

"Ini perintah. Saya akan anggap lembur dan uang lembur kalian saya bayar di muka sebanyak lima juta. Bagaimana?" tawar Frans dengan keyakinan penuh, kalau Karin akan menyetujui perintahnya. Apa lagi mendengar nominal yang disebutkan.

Hanya menemani si bos ke mall, membantu memilih sebuah hadiah untuk kekasihnya dihargai uang sebanyak lima juta? Siapa yang berani menolak? Apa lagi seperti Karin yang selama ini hidup serba kekurangan, dibandingkan penghasilan Dani satu bulan, masih jauh ke mana-mana dengan bayaran lima juta yang ditawarkan. Jawabnya tentu iya, toh mereka tidak pergi berdua, ada Dani di sana.

"Boleh, Pak."

"Bagus. Nanti jam tujuh tunggu di persimpangan jalan depan kantor."

"Baik, Pak. Ada lagi yang mau Anda sampaikan?'’

"Tidak ada, kamu boleh pergi sekarang."

"Baiklah saya permisi, Pak. Selamat siang."

Setelah Karin pergi, teman Frans bernama Lukas yang juga ada di sana dan mendengar semua percakapan mereka, langsung angkat bicara. "Bisa aja kamu modusnya."

"Yah, namanya juga usaha." Frans kembali duduk di kursi kebesarannya sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Dia udah punya suami, Frans. Ingat," ucap Lukas seraya mengingatkan.

"Iya aku tau. Lagi pula memangnya apa yang akan aku lakukan? Aku cuma meminta bantuannya untuk memilihkan hadiah."

"Nggak, nggak ada yang salah, kok. Apa pun yang kami lakukan adalah benar."

"Loh. Iya, kan? Aku nggak sembunyi-sembunyi dari suaminya. Ke mall juga sama suaminya."

"Bagus." Lukas mengacungkan kedua jempolnya. "Itu namanya cerdas."

"Makanya, punya ini dipake." Frans menunjuk ke arah kepala sisi sebelah kanan, lalu ia kembali fokus pada layar laptopnya, begitupun dengan Lukas yang memilih acuh, karena sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu.

Jangankan Frans seorang anak pemilik perusahaan, seorang karyawan saja banyak yang main perempuan di luar rumah dengan pergi ke tempat hiburan, karaoke, juga tempat hiburan lainnya. Bagi mereka hal seperti itu sudah dianggap biasa.

"Kalau aku ajak dia ke hotel, kira-kira bakal mau nggak, ya?" ucap Frans tiba-tiba.

"Jangan gila kamu, Frans. Kamu bisa tidur sama semua wanita, tapi nggak dengan wanita yang bersuami."

"Oh, ya? Kita lihat saja nanti."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status