"Setelah kamu menceraikan istrimu, sejumlah uang akan saya transfer setiap bulannya." Tanpa berpikir panjang Dani pun menjatuhkan talak setelah beberapa hari pada istrinya. Tentu Karin menolak keras, tetapi Dani yang begitu menggilai harta, berhasil meyakinkan Karin dengan tipu muslihatnya dengan berpura-pura sakit keras. Satu hari setelah masa idah berakhir, Frans yang menjabat direktur utama perusahaan yang didirikan ayahnya itu pun langsung mempersunting Karin. Bagaimana kehidupan Karin setelah menikah dengan pria kaya? Apakah dia akan bahagia? Lalu, bagaimana dengan rencana Dani. Apakah pada akhirnya Karin akan kembali ke dalam pelukan Dani? Atau malah akan hidup bahagia dengan suami barunya?
View More"Aku membencimu!" pekik Bella, menatap penuh kebencian."Lebih baik kamu membenci aku, dari pada kamu mencintai aku karena itu akan lebih menyakitkan. Aku nggak bisa cinta sama kamu." Frans berdiri, pandangannya tidak berhenti mengikuti ke mana Karin berjalan, sama seperti pria lainnya yang menatap Karin penuh rasa kagum."Terserah padamu, Frans. Yang terpenting bagiku, kita akan tetap menikah dan kamu hanya akan menjadi milik aku seutuhnya." Karin mendekatkan wajahnya hendak mengecup pipi Frans, tetapi Frans berhasil menghindar dengan menjauhkan wajahnya."Jangan melakukan hal itu lagi, aku sangat membencinya!" tegas Frans."Hai, Erik." Seseorang menyapa sedikit berteriak. Frans melihatnya dari kejauhan dan orang yang menyapanya itu ada di depan dia.Erik menoleh, lalu melambaikan tangan ke arah pria yang menyapanya. Tampak Karin kurang nyaman ada dalam acara seperti ini, tetapi dia harus tetap mengikuti Erik berjalan menuju meja temannya tadi dan dia melihat Frans ada di sana, sedan
Bella tidak terima, dia menghampiri Frans, lalu melayangkan protes. "Apaan sih kamu, Frans. Kalau kamu marah sama aku, nggak gini caranya. Lepaskan tangan perempuan murahan ini!""Jangan gila, Frans. Kenapa kamu bersikap seperti ini?" seru Erik yang saat ini mulai menaruh curiga terhadap sikap adiknya yang berlebihan terhadap Karin.Tanpa menjawab pertanyaan mereka berdua, Frans menarik tangan Karin, mendorong Bella juga Erik dari ruangannya, setelah mereka berada di luar, Frans langsung menutup pintu ruangan, menguncinya dari dalam, sekaligus menutup semua gorden agar mereka berdua tidak bisa mengintip kegiatan di dalam. Setelah berhasil menutup pintu juga kaca, Frans berbalik menatap sang istri dengan tatapan mengintimidasi."Kenapa harus datang bersama mas Erik? Dari mana kalian?" Kalimat tanya yang diucapkan terdengar mengerikan."Nggak dari mana-mana, dari rumah." Karin menjawab ketus."Kenapa ke sininya bareng?" tanyanya lagi."Kebetulan ketemu di lift.""Ngapain kamu ngajak dia
"Temenin Bapak makan?" ulang Karin dengan ekspresi wajah terkejut."Itu kalau kamu mau, kalau nggak ya nggak apa-apa," jawab Erik dengan santainya."Mmm ... gimana ya Pak." Karin menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.Belum sempat menjawab mau atau tidak, pintu lift terbuka. Karin buru-buru keluar, lalu diikuti oleh Erik dari belakang."Oh iya, ini box makan siang milik Bapak." Karin mengeluarkan satu box dari dalam tasnya, lalu ia serahkan langsung kepada Erik.Erik menerima itu sambil tersenyum, dia sangat tahu kalau secara tidak langsung Karin menolak ajakannya dan penolakan itu membuat Erik semakin tertarik pada sosok Karin."Saya nganterin punya pak Frans dulu ya, Pak.""Silakan."Karin berjalan ke sisi lain, melewati sebuah koridor luas sepanjang lima meter, lalu melewati beberapa meja karyawan dengan terus diikuti oleh Erik menuju ruang kerja Frans."Kok dia ngikutin aku sih? Sebenernya di mana ruang kerja dia?" batin Karin bergumam dan Erik masih terus mengikutinya.Keti
Semua pekerjaan sudah selesai. Saat ini Karin tengah menemani Winda di halaman belakang, melihat-lihat tanaman yang sengaja Winda tanam agar menambah efek segar saat berada di halaman belakang ketika berkumpul. Karin membersihkan dedaunan yang jatuh di dalam pot, sedangkan Winda memotong ujung tanaman agar terlihat lebih rapih."Frans menyukai bunga," ucap Winda tiba-tiba.Karin menoleh, lalu bertanya, "Benarkah? Tapi, selama saya tinggal di apartemen, saya nggak liat ada bunga.""Nggak bakal ada, sekarang dia malah sangat membenci bunga."Jawaban Winda membuat Karin penasaran, lalu ia pun kembali bertanya, "Kenapa?" Kali ini dia bicara sambil melihat ke arah Winda yang masih betah dengan kegiatannya."Waktu kuliah Frans pernah punya pacar. Dia nyuruh pacarnya beli bunga untuk kepentingan kampus, tapi sayang saat di perjalanan wanita itu mengalami kecelakaan dan langsung meninggal di tempat. Sejak itulah dia berubah jadi membenci bunga.""Oh, kasihan pak Frans." Kembali Karin dengan k
Ada perasaan mengganjal pada hati Winda ketika suaminya melarang Karin makan di meja makan bersama dengan yang lainnya, hingga akhirnya ia pun melayangkan protes. "Apa salah Karin makan sama kita?""Kenapa harus? Dia cuma pembantu." Suryo menarik kursinya, lalu ia duduk seraya menyingsingkan lengan bajunya."Dia asisten aku, Mas. Aku menyukainya.""Jangan bersikap berlebihan, Winda! Nggak ada sejarahnya pembantu makan bersama majikan."Saat Winda akan bicara lagi, Karin lebih dulu bicara sambil tersenyum. "Nggak apa-apa, Bu. Yang Bapak katakan benar. Lagi pula, saya meras kurang sopan dan tidak tahu diri kalau sampai sarapan satu meja makan dengan kalian.""Bagus. Kamu harus seperti itu, minimal tau diri," pekik Suryo."Baik, Pak.""Ayo, Rin," ajak Ayu seraya menarik tangannya, membawa Karin ke belakang rumah.Frans yang baru saja datang, lalu melihat Karin berjalan bersama sang pembantu menuju pintu belakang pun memangilnya. "Mau ke mana kamu, Rin?"Karin menghentikan langkah, lalu m
Orang tua selalu tahu apa yang anaknya inginkan dan apa yang tidak diinginkan. Erik tahu orang seperti apa yang akan membuat putranya merasa nyaman dan dia tahu kalau putranya akan menyukai Karin, terbukti setelah membacakan buku cerita selama lima belas menit, akhinya putranya pun tertidur lelap. Perlahan Karin menarik tangan yang dijadikan bantal oleh Agam, lalu beringsut turun dari atas ranjang dengan sangat hati-hati."Selamat malam, Nak." Karin mengusap lembut kening Agam, lalu mengecupnya singkat. Melihat Agam, dia seperti melihat Rafa, putranya."Putraku sudah tidur?" tanya Erik yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamar.Karin melihat ke arah sumber suara, lalu menjawab dengan suara pelan. "Sudah, Pak.""Kamu bisa tinggalkan putra saya, dia akan bangun pagi dengan wajah cerah."Karin mengangguk sambil tersenyum, lalu berjalan menuju pintu. "Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Pak.""Baiklah."Karin menunduk hormat, lalu berjalan pergi. Saat dia mendengar suara pintu ditutup, t
"Bisa bicara sebentar?"Dani menganggukkan kepalanya. "Bisa."Tidak lama seorang wanita berpenampilan seksi keluar dari rumah dan langsung memeluk Dani dari belakang, seraya bertaya, "Siapa dia, Sayang?""Nggak tau, kamu masuklah!""Oke, tapi jangan lama-lama, ya.""Iya."Setelah wanita itu masuk, Dani mempersilahkan Bella untuk duduk. "Duduklah, apa yang mau kita bicarakan?'"Nggak perlu, kita berdiri aja."Dani menggidikkan bahunya. "Terserah. Memangnya apa yang ingin Anda tanyakan?""Karin. Siapa dia?"Dani cukup terkejut akan pertanyaan itu. Dia memilih diam sebentar, agar jawabannya tidak salah. "Saya nggak kenal.""Bohong!""Buat apa saya bohong? Saya memang nggak kenal siapa Karin.""Anda pasti berbohong, saya sendiri melihat Anda sedang bicara berdua dengan wanita itu di halte bis.""Halte bis yang mana?" Dani tetap mengelak."Depan kantor calon suami saya, Frans. Anda mantan karyawan di sana, kan? Anda bekerja sebagai OB, lalu berhenti tanpa alasan jelas. Benar begitu? Dan, i
"Sa–saya, Pak?" tunjuk Karin pada dirinya sendiri."Iya kamu," jawab Erik."Ngapain sih, Mas!" pekik Frans, kesal. Belum selesai satu masalah, ini malah muncul masalah baru sang kakak yang malah tertarik kepada istrinya."Apaan sih? Nggak suka banget aku minta tolong asisten pribadi ibu. Emang kamu yang gaji dia?""Ya iyalah. Selama ini dia kerja sama aku.""Itu kan di apartemen, ini kan di rumah. Lagian apa tadi kamu bilang? Kamu sudah memecat dia dan sekarang Karin resmi diangkat asisten pribadi ibu. Dia udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sama kamu?"Tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus bagaimana, Frans cuma bisa diam saat Erik berjalan menghampiri Karin. Bukan tidak ingin mencegah, tetapi jika dia bersikap berlebihan, khawatir sang kakak ikut mencurigainya, sedangkan keadaan belum memungkinkan untuk ia berkata jujur."Ibu udah mau tidur?" tanya Erik kepada Karin.Karin mengangguk. "Sudah, Pak.""Kalau begitu, boleh saya minta tolong?""Minta tolong apa ya, Pak?""Kamu d
Karin pergi meninggalkan Frans ketika namanya dipanggil. Sedangkan Frans masih diam di sana untuk beberapa saat, baru keluar dari persembunyian."Siapa dia, Bu?" tanya Suryo yang baru saja pulang. Dia berjalan menghampiri sang istri seraya melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya."Ini asisten pribadi ibu, Ayah," jawab Winda sambil tersenyum. Saat ini dia duduk di kursi roda, sedangkan Karin berdiri di belakangnya sambil memegang handle untuk mendorong."Asisten pribadi?" Dahi Suryo mengerut. Dia menatap lekat-lekat wajah Karin, dengan tatapan menyelidik."Iya, cantik ya, Yah?"Suryo mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya. Tapi, kok bisa?" Kali ini ia melihat ke arah sang istri."Dia pembantunya Frans di apartemen, diajak ke sini karna apartemen jarang dihuni. Kebetulan pembantu di kita udah banyak, ya udah jadi asisten pribadi ibu aja. Nggak apa-apa kan, Yah?""Nggak apa-apa." Setelah bicara kepada sang istri, Suryo mengajukan pertanyaan kepada Karin. "Sejak kapan kamu bekerja pada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.