“Lima miliar? Kau ingin memerasku?” cecar Ageng dengan tatapan kesal tertuju kepada Queen yang duduk santai dan tanpa beban di hadapannya.
“Tentu tidak, aku hanya ingin membuat perjanjian itu adil untuk kita.”“Adil? Adil dari mana?” Dengan keras Ageng meletakkan pen yang akan dia gunakan untuk tanda tangan. “Aku sudah memberimu tawaran dua setengah miliar, aku sudah memberi pinjaman kepada papamu sebagai modal perusahaannya yang hampir bangkrut, dan sekarang kau masih meminta lebih?” Emosi Ageng tampak mulai membumbung tinggi karena merasa dipermainkan.“Kalau kau tidak mau, tidak masalah bagiku,” ucap Queen dengan nada datar.Tidak ada beban sedikitpun di wajah Queen, karena sampai saat ini dia tidak menikmati sedikitpun uang dari Ageng. Apa pun yang dilakukan Queen saat ini bukan karena dia perempuan yang materialistis, dia hanya ingin bersikap realistis dan menjaga hak-haknya selama menjalani pernikahan dengan Ageng.“Pekerjaanku masih menumpuk, jadi aku hanya akan sekali memberikan penjelasan kepadamu. Jika setuju kita bisa melanjutkan pembicaraan, tetapi jika tidak … aku akan langsung balik ke kantor.”“Silahkan!”Bukan Ageng yang memberi jawaban, tetapi Cyrus yang berusaha untuk menjadi penengah di antara Queen dan Ageng.“Baik, aku memang meminta lima miliar darimu, tapi aku tidak seserakah seperti yang kau bayangkan.”Ageng tersenyum menyeringai menertawakan ucapan Queen yang dia anggap hanya omong kosong belaka.“Dalam penikahan ini, sebagai istri aku hanya meminta mahar dan nafkah, tidak ada bayaran apa pun setelah pernikahan berakhir. Aku hanya meminta setengah mahar saat akad nikah, dan setengahnya lagi ….”Ageng dan Cyrus memicingkan matanya menatap ke arah Queen, terlihat tidak sabar menanti kata-kata berikutnya yang akan keluar dari mulut gadis yang duduk di hadapan mereka.“Untuk setengahnya lagi diberikan jika kita melakukan hubungan suami istri.”“Setuju,” sahut Ageng dengan senyum lebar di bibirnya, tampak jika Ageng tidak berpikir panjang saat membuat keputusan.Ageng menatap wajah Queen dengan saksama, bahkan dia sampai memundurkan tubuh agar bisa melihat seluruh tubuh Queen, meskipun percuma karena tertutup oleh meja. Seulas senyum yang terukir di bibir CEO muda itu terlihat jelas merendahkan Queen. Dari penampilan fisik yang dilihatnya saat ini, Ageng sangat yakin jika Queen tidak akan bisa menggantikan posisi Davianna di hatinya.“Berarti aku hanya akan mengeluarkan uang dua setengah miliar, selama kita tidak tidur bersama?” tanya Ageng untuk memastikan, dan langsung mendapat respon berupa anggukan kepala dari Queen. “Baik, aku yakin uangku aman untuk dua tahun ke depan.”“Aku tidak membatasi pernikahan ini hanya selama dua tahun, jika ternyata kekasihmu itu bodoh dan tidak bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu dua tahun, kau masih bisa menggunakan jasaku, asal jangan lupa nafkah untukku. Tetapi bisa juga pernikahan ini berlangsung lebih singkat, misalnya saja kau sudah tidak tahan hidup denganku, kau bisa langsung ajukan gugatan perceraian.”“Baik, saya paham.” Ageng menatap ke arah Cyrus seolah memberi perintah agar pengacaranya itu segera mengetik surat perjanjian pra nikah tersebut.Tanpa berpikir panjang, Cyrus segera meletakkan laptopnya di atas meja. Setelah semua siap, kini jemarinya sudah menari di atas papan keyboard untuk menuliskan kata demi kata perjanjian pra nikah yang sudah disepakai oleh Queen dan Ageng.“Satu lagi,” ucap Queen secara tiba-tiba.Ageng mendengus kasar merasa kesal dengan Queen. Karena merasa yang memiliki uang seharusnya dia memegang kendali atas pernikahan yang dia gagas, tetapi ternyata dia tidak bisa menolak semua keinginan Queen. Ageng merasa sangat membutuhkan bantuan Queen agar Davianna bisa memujudkan cita-citanya.“Katakan!” perintah Ageng dengan berat hati.“Sebagai seorang istri aku ingin diajak ke setiap acara penting yang melibatkan banyak pengusaha.”“Apa tujuannya?” tanya Ageng sambil mengerutkan dahinya karena penasaran.Cyrus yang sejak tadi sibuk mengetik pun berhenti sesaat menunggu jawaban dari Queen. Pengacara yang juga merupakan sahabat Ageng itu turut penasaran dengan segala permintaan dari Queen.“Setidaknya aku bisa memastikan jika aku sudah berada dalam circle yang tepat. Aku harap saat kita bercerai nanti, aku sudah menjalin hubungan dengan pengusaha lain yang bisa memastikan jika aku tetap hidup sejahtera tanpa dirimu.”Ageng membeliakkan matanya tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ternyata Queen bukanlah perempuan polos yang mudah ditekan dan diancam. Bahkan saat ini dia terlihat sangat mandiri dan tangguh di hadapannya.Sementara itu Cyrus masih terbatuk-batuk karena tersedak ludah sendiri, dia sama sekali tidak menyangka jika Queen memiliki pemikiran yang sangat jauh ke depan, Pernikahan sandiwara yang biasanya akan merugikan pihak perempuan justru dia manfaatkan untuk mencari keuntungan.“Apa kau sudah bercermin?”Hanya tawa yang menjadi jawaban Queen, dia sadar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ageng untuk merendahkan harga dirinya dan menghancurkan rasa percaya dirinya.“Jangankan mereka, aku yang akan menjadi suamimu dan akan tinggal seatap denganmu sepertinya tidak akan melirikmu.”“Ih … nggak tahu barang enak dia,” balas Queen dengan tatap mata yang tertuju ke Cyrus sambil menunjuk ke arah Ageng.Cyrus tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Sebagai pria normal yang sudah menikah dia tahu arah ucapan Queen.“Jangan harap!” sahut Ageng penuh keyakinan jika dirinya tidak akan pernah menyentuh Queen selama pernikahan mereka nanti.“Itu saja permintaanku. Jika kau sudah setuju ketik saja, nanti aku tinggal tanda tangan,” Queen bangkit dari duduknya. “Aku ke toilet dulu.”Queen segera meninggalkan Ageng dan Cyrus, dengan langkah setengah berlari seperti sudah lama menahan hajatnya.“Bagaimana … langsung ketik?” tanya Cyrus yang tetap fokus pada tugasnya mendampingi Ageng.“Tentu,” jawab singkat Ageng tanpa ragu. CEO muda itu yakin jika dia akan mampu mempertahankan cintanya dengan Davianna sampai waktu yang telah mereka sepakati, dan juga dengan dua setengah miliar uang miliknya.Setelah beberapa saat berlalu, Queen sudah keluar dari toilet dan surat perjanjian pun sudah selesai diketik oleh Cyrus.Queen membaca surat perjanjian itu dengan saksama, semua sudah sesuai dengan apa yang dia ucapkan sebelumnya. Didahului dengan hembusan napas kasar, Queen meraih pen yang sudah disediakan oleh Ageng, lalu membubuhkan tanda tangannya di atas kertas bermaterai di hadapannya.Seandainya boleh jujur, bukan pernikahan seperti ini yang Queen harapkan, Tentu dia mengharapkan sebuah pernikahan yang langgeng dan hanya maut yang memisahkan. Menyadari jika Ageng tidak menginginkan dirinya untuk menjadi istri selamanya, membuat Queen merasa pria itu sudah mengucapkan talak sebelum akad.Setelah semua urusan dengan Ageng selesai, Queen bergegas pergi. Meskipun terlihat tegar tetapi sebenarnya Queen merasa hancur hatinya, merasa tidak ada orang yang menyayanginya, merasa tidak ada yang menginginkannya.Di sinilah Queen saat melepas penat, tidak masalah jika dia harus menghabiskan gaji sebulan hanya untuk makan di restaurant mewah. Steak tenderloin dengan saus lada hitam menjadi santapan.Hingga tanpa Queen sadari air matanya menetes saat menyaksikan kebersamaan seorang wanita cantik bersama remaja putri yang masih menggunakan seragam putih abu-abu.Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age