Share

Bab 3

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-17 10:57:41

Pintu gerbang terbuka begitu aku hendak turun dari mobil. Tampak sosok gadis kurus mendorong pintu beroda itu dengan semangat. Aku urung turun dari kendaraan dan langsung menjalankan mobil masuk ke garasi mobil.

"Baru pulang, Mas?" tanya Husniah begitu aku turun dari mobil dan gadis itu kembali menutup pintu gerbang.

"Dah tahu nanya!" sahutku sinis.

Kenapa hanya dengan melihatnya membuat moodku rusak. Aku memang pulang cukup malam, jam sembilan. Tadi saat mampir ke rumah Lita, orang tua wanita itu malah mengajakku makan malam, lalu tak terasa waktu sudah beranjak malam. Aku pulang dari rumah Lita jam delapan, dan baru sampai rumah satu jam kemudian.

"Mas Hanan sudah makan?" tanya Husniah sambil berjalan mengikutiku masuk ke dalam rumah.

"Sudah."

Krrukkk ... terdengar suara perut gadis itu berbunyi. Bunyi perut yang belum diisi.

"Kalau kamu lapar, makan saja sana! Lain kali gak usah nungguin aku," seruku sembari berlalu menuju kamar.

Aku ingin mandi dan segera beristirahat, badanku rasanya sudah sangat lelah. Ah iya, aku sampai lupa belum membelikan bahan makan untuk gadis itu. Biarlah masih ada telur sama mie instan. Biar saja besok dia makan lagi dua makanan itu. Kalau dia pandai memasak seperti kata Ibu, pasti dia tidak hanya akan makan mie dan telur. Ada beras di dapur, dia bisa makan nasi pakai telur dadar.

Aku memindai kamar, semua terlihat rapi, tas besar milik Husniah juga sudah tidak ada di tempat ini. Mungkinkah dia sudah memindahkan isinya ke dalam lemari. Tanpa minta ijin padaku.

Segera kubuka lemari bajuku. Tidak ada baju milik gadis kurus itu.

Telingaku mendengar pintu kamar terbuka, gadis itu yang membukanya dan hendak masuk ke dalam kamar.

"Lain kali ketuk pintu jika ingin masuk. Ini kamarku bukan kamarmu. Jangan mentang-mentang Ibu sudah menikahkan kita, kamu bisa berbuat seenaknya, bertingkah seperti istriku." bentakku pada Husniah.

"Maaf, Mas," lirihnya sambil menunduk.

Pasti nangis lagi.

"Nangis lagi, nangis terus. Dasar bocah!"

Gadis itu mundur dan berbalik arah, hendak keluar lagi dari kamar ini.

"Mau kemana!" Aku bertanya dengan nada cukup keras.

"Mau ke kamar sebelah. Biar Nia yang tidur di sana. Daripada Mas Hanan bolak-balik dari kamar ini ke kamar sebelah," sahutnya dengan nada bergetar menahan tangisan.

"Bagus jika kamu mengerti, sudah bagus aku membawamu bersamaku, kamu harus tahu diri."

Husniah mengangguk lalu berpamitan untuk pergi ke kamar sebelah. Aku membuang nafas kasar, bagaimana aku akan menikah dengan Lita jika ada gadis ingusan itu bersamaku.

***

Hanya ada suara sendok beradu dengan piring, aku makan nasi goreng yang dibuat oleh Nia sebelum berangkat kerja. Meskipun di rumah tidak ada apa-apa, nyatanya gadis itu memang kreatif. Pagi ini dia tidak menawariku dengan mie instan dan telur tapi sudah memasak nasi goreng dengan aroma yang begitu menggoda indera penciumanku. Tampilannya juga menarik membuatku tak bisa menolak ajakannya untuk sarapan terlebih dahulu.

Rumahku juga terlihat jauh lebih rapi dan bersih, mungkin Husniah membersihkannya kemarin. Rumah ini biasanya hanya aku bersihkan seminggu sekali saat hari libur. Atau kalau sedang malas, aku akan memanggil jasa orang yang bisa membersihkan rumah sekali waktu. Urusan baju juga aku laundry. Kehidupanku yang sendirian di kota ini, membuatku melakukan segalanya sendiri.

Rumah bergaya minimalis dengan tipe 36/80 ini, aku beli secara angsuran. Hanya mobil saja yang aku beli cash. Gaji yang senilai sepuluh juta sebulan itu aku pakai untuk mencicil rumah sepertiganya, untuk aku kirim pada ibu, untuk aku tabung, dan juga untuk sehari-hari. Aku memang cukup berhemat untuk ukuran pria yang belum menikah.

Saat memiliki istri dan anak, aku menginginkan agar mereka hidup nyaman bersamaku. Sudah memiliki rumah dan kendaraan, agak anak dan istriku tidak harus berpindah-pindah tempat karena masih mengontrak, agar anak dan istriku tidak kehujanan dan kepanasan karena sudah ada mobil. Apa lagi wanita incaranku begitu mulus dan mempesona, aku ingin dia tetap seperti itu setelah kunikahi. Siapa sangka malah dapat istri burik seperti ini. Di ajak naik angkot pun tak masalah kalau dia.

"Mas, boleh gak aku kuliah?" tanya Husniah dengan suara yang begitu lirih.

Aku mengentikan suapanku, memandang geram pada gadis kecil itu. Sudah ditampung sekarang malah minta yang aneh-aneh, dia pikir biaya kuliah itu murah. Apalagi di kota besar seperti ini.

"Uang dari mana? Kamu pikir bayar kuliah pakai daun, hah?! Jangan bikin susah!" Seruku menahan emosi.

🍁🍁🍁🍁

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Kalau memang punya biaya sendiri biarlah kuliah sungguh bagai burung dalam sangkar
goodnovel comment avatar
Nomanima Nima
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Rinnypuspita
Bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    End

    Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tujuh

    Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Enam

    Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Lima

    Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Empat

    Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan    Dua Ratus Tiga

    Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status