Share

Lelah Bertahan

Author: Borneng
last update Last Updated: 2024-11-12 22:07:04

Sejak pertengkaran Dimas dan Emir sifat Emir semakin dingin melebihi dinginnya bongkahan es di kutub utara.  Sifat dinginnya seakan-akan mampu membekukan seisi kamar yang ia tempati bersama Talita.

Susah memang menghadapi sikap pendiam,

lautan bisa diukur berapa kedalamannya

Namun, hati dan pikiran seseorang tidak ada yang tahu.

Hanya sang pemilik kehidupan yang bisa mengetahui.

Maka karena itu, Talita hanya bisa berdoa dan bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya sama yang Kuasa.

Saat pagi tiba, Emir tampak mondar-mandir mencari sesuatu, tetapi ia tidak mau bertanya pada Talita yang saat itu sedang membereskan pakaian si kembar,

ia selalu memeriksa keperluan si kembar setiap pagi sebelum berangkat ke rumah sakit.

Emir masih dengan sikap diam tetapi tubuhnya terus bergerak mencari sesuatu.

Tidak ingin kepalanya bertambah pusing, karena melihat suaminya yang seperti setrikaan mondar-mandir. Talita memutuskan bertanya.

“Mas Emir, cari apa?” tanya Talita dengan suaranya yang amat lembut.

Lelaki bertubuh tinggi berambut cepak itu hanya diam, membiarkan pertanyaan istrinya menguap begitu saja.  Talita hanya menghela nafas pendek

melihat sikap Emir yang kian hari semakin menjengkelkan baginya.

‘Ya Allah, berikan hambamu ini kesabaran’

ucap Talita dalam hati.

Tidak ingin hubungan mereka semakin rumit, ia berdiri dan bertanya lagi. ”Mas Emir cari apa? biar aku bantu.”

“Kamu tidak akan tahu walau aku bilang.”

“Ya, katakan saja dulu, biar aku tahu.”

“Tidak perlu,teruskan saja pekerjaanmu,” ujarnya ketus.

“Kenapa jadi marah? aku hanya ingin membantumu, karena aku istrimu.” Emir menatap tajam.

“Aku tidak pernah memintamu jadi istriku, kamu yang datang padaku,” ucap Emir.

Mendengar itu sebenarnya hatinya sakit, ia marah, seolah-olah ia wanita yang gampangan yang mengejar-ngejar Emir.

Padahal ia wanita terpelajar, seorang wanita pekerja, ia setuju menikah demi kedua keponakannya, menikahi kakak iparnya yang super-duper egois dan punya sikap dingin.

‘Aku juga tidak ada niat menikah denganmu, ini demi keponakanku’ ucap Talita dalam hati.

Namun, ia tidak mengungkapkannya, ia hanya butuh kedamaian di rumah itu.

“Iya ampun kenapa jadi merembet sampai kemana-mana?

Aku hanya ingin membantu,” ujar Talita, masih mempertahankan sikapnya yang lemah lembut.

Tetapi batas kesabaran manusia itu ada batasannya, bisa saja Talita lepas kendali.

Wanita cantik itu belum menyerah, ia membuka laci meja dan mengambil bros kecil, berbentuk bunga lima sudut sebagai lambang pangkat Emir.

“Apa Mas mencari ini?” Talita meletakkan di telapak tangannya dan menyodorkan padanya.

“Iya.”

Saat Talita menemukan apa yang ia cari

Emir menarik napas lega, karena ia sudah hampir sepuluh menit berkutat mencari benda kecil tersebut. Tetapi karena keegoisannya ia tidak bertanya.

Ia menerima, tapi ia enggan mengucapkan kata terimakasih.

Tidak mengucapkan satu kata pun, untuk apa yang sudah Talita lakukan untuknya. Tidak ada ungkapan terimakasih, saat Talita sudah membantunya,

hanya mengambilnya dari tangannya dan memakaikannya di seragam polisi yang ia kenakan.

‘Terimakasih , tidak bisa di mengucapkan satu kalimat itu, apa susahnya hanya mengucapkan itu?’Talita membatin.

Wajah itu kembali ke mode awal, dingin dan wajah datar.

‘Bagaimana mbak Hanum bertahan selama ini menghadapi suami dan ibu mertuanya?

Salut sama mbakku, ia jarang mengeluh dan mengadu pada kami tentang kehidupannya.

Kami bisa tahu semua masalahnya hanya dari seorang karyawannya, tunggu, karyawan …?’

tiba-tiba ia mengingat seseorang yang sering memberitahukan keadaan Hanum pada keluarganya, saat otaknya berpikir keras, tapi tiba-tiba mengucapkan kata-kata yang membuatnya seakan-akan tak terkendali. Talita marah.

“Jangan pernah berharap banyak dariku,” ucap Emir lagi.

Talita hanya mengangguk menahan amarah di dalam hati.

Tetapi yang membuat suasana makin buruk pagi itu, karena kehadiran Ibu mertuanya, yang ikut campur dalam urusan rumah tangganya.

“Katakan juga pada si Talita itu, jangan hanya sibuk kerja, anak kok ditelantarkan.”

Mulut Talita langsung menganga mendengar tuduhan yang dilakukan ibu mertuanya.

Lalu matanya menatap tajam pada Emir, lelaki itu tidak mengatakan apa-apa , ia hanya merapikan penampilannya di depan cermin, ibunya kembali memancingnya marah.

“Tanyakan juga padanya, apa tujuan dia datang ke rumah ini.”

Talita tidak tahan lagi dengan mulut ibu mertuanya.

Wanita yang lemah lembut ibu tiba-tiba berubah jadi murka bak benteng yang siap menyeruduk.

Ia berjalan dan menutup pintu kamar membuat wanita paruh baya itu mundur beberapa langkah.

“Tidak sopan kamu iya sama orang tua!” teriak ibu mertuanya.

“Apa yang kamu lakukan?”tanya Emir marah.

“Ini urusan aku dan kamu, tidak sepantasnya ibu ikut campur.

Ada baiknya orang tua tidak mencampuri masalah anak-anaknya, apa lagi sudah menikah.”

“Tapi tidak sepantasnya, kamu menutup pintu saat ibu di sana,

kamu dari luar terlihat seperti malaikat yang lemah lembut, tetapi, aku tidak menduga kamu akan berbuat kasar seperti itu.”

“Tidak semua yang kamu lihat di luar baik, baik juga dengan bagian dalamnya. Apa kau menyuruhku diam dan menangis di pojokan, saat ibumu memojokkan ku dan menuduh?

Menyebutku menelantarkan anak?’

“Kok kamu ngomong seperti itu? Kamu kasar” Emir menatap tajam.

“Itu bukan kasar, harusnya yang kasar itu, orang yang bersikap bodo amat saat saudaranya dan ibunya, memojokkan istrinya dan ingin menyakiti anak-anak tidak berdosa itu,

binatang saja masih punya empati, jika melihat anak bayi yang tidak berdosa.”

“Kamu menyamakan aku dengan binatang!?”

“Tidak! jika kamu seorang polisi, bersikaplah sebagai polisi, jika kamu merasa seorang lelaki, maka bersikaplah menjadi seorang lelaki,jika salah katakan salah, jika benar katakan benar!”

“Aku tidak peduli dengan kamu dan mereka.”

“Kamu berkata seperti itu sebagai apa? Polisi atau seorang suami?”

“Dua-duanya?”

“Baiklah, harusnya kamu malu dengan seragam polisi yang kamu pakai, coba ingat dan renungkan sumpah jabatan yang kamu ucapkan, saat menjabat menjadi polisi, bukankah kamu berjanji melayani masyarakat dengan baik?”

“Jangan menggurui aku!” ujar Emir marah.

“Aku tidak menggurui mu pak polisi.

Hanya mengingatkan sebagai warga masyarakat Indonesia yang baik. Barangkali bapak lupa."ucap Talita bernada tegas.

Emir benar-benar kalah debat dengan Talita.

“Jangan kamu pikir, karena kamu seorang bidan bisa berkata seenaknya padaku.”

“Tidak. Aku tidak berpikir seperti itu, itu pemikiran yang dangkal. Aku hanya mengatakan sebagai masyarakat bukan sebagai bidan.

Jika kamu menghargai orang lain, maka kamu juga akan dihargai.”

Ibu mertuanya meninggalkan kamar mereka setelah mendengar pertengkaran sengit antara anak dan menantunya, karena Talita berani melawan.

Tidak seperti kakaknya yang hanya diam saat dimarahi.

“Saya menghargai orang yang pantas saya hargai,”ucap Emir, masih belum mau mengalah.

“Baiklah, kamu tidak perlu menghargai ku, mari kita hidup seperti yang kamu inginkan.

Jangan urusi hidupku, dan aku juga tidak akan mengurusi hidup kamu, kamu sendiri yang menggali nerakamu sendiri di rumah ini.”

Talita keluar meninggalkan Emir yang masih kaget dengan kata-kata pedas dari Talita.

Ia tidak pernah menduga kalau wanita yang tampak seperti malaikat itu. tiba-tiba mengeluarkan kata-kata pedas padanya.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ettydia Sulemana
harus selalunlanjuttttyy
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Akhir yang Bahagia

    Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Perjodohan yang Berhasil

    Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Rencana Perjodohan

    Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Ternyata Ibuku Menghancurkan Semuanya

    Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Gagal Balas Dendam

    Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Cinta dan Amarah

    Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status