Home / Rumah Tangga / Pesona Istri yang Tak Dianggap / Lelaki Dari Masa lalu Mbak Hanum

Share

Lelaki Dari Masa lalu Mbak Hanum

Author: Borneng
last update Last Updated: 2024-11-12 22:08:48

Setelah pertengkaran Talita dengan Emir pagi itu, Talita berangkat kerja lebih awal.

Pertengkarannya dengan Emir pagi itu membuat suasana hati Talita tidak baik.

Ia tidak ingin memulai pekerjaan dengan suasana yang buruk, apalagi profesinya sebagai bidan.

Ia meminta teman seprofesinya untuk menggantikan ia pagi itu,

Talita ingin mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya.

Talita menghentikan taxi membawanya ke pemakaman Hanum. Ia ingin mencurahkan semua kesedihan hatinya di gundukan tanah yang sudah mulai ditumbuhi rumput itu, tanah tempat sang kakak di makamkan.

Taxi membawanya ke pemakaman umum di daerah Pondok Ranggon Jakarta timur. Sebuah pemakaman umum yang sangat luas. Setelah membeli bunga dan air mawar, Talita berjalan menyusuri deretan makam-makam yang berbaris rapi. Melihat banyak tanah kuburan yang ia lewati mengingatkannya pada diri sendiri. 

“Semua manusia akan mati pada akhirnya, dunia yang fana ini, hanya tempat sementara,” 

ucap Talita menatap sebuah makam yang masih menampakkan tanah yang masih merah, dan penghuninya umurnya belum genap berusia 17 tahun, terlihat dari tanggal yang tertulis di batu nisannya.

Di samping kuburan Hanum , Talita mengeluarkan alquran kecil dari dalam tasnya yang selalu dibawa kemanapun ia pergi. Terkadang  saat ia merasa suasana hati yang tidak baik, ia akan membacanya di setiap kesempatan.

Setelah menaburkan bunga dan menuangkan air di makam Hanum, ia mulai membaca beberapa ayat alquran, setelah itu ia mulai curhat.

“Mbak, hari ini aku bertengkar dengan Mas Emir, dia sangat egois dan keras kepala,belum lagi ibunya yang sangat cerewet dan kakaknya jahat, mbak,kadang aku berpikir tidak kuat menahan tekanan dari mereka semua.Tetapi demi si kembar aku akan berusaha bertahan. Doakan aku iya mbak,” ucap Talita curhat panjang lebar.

Tetapi curhatan itu tiba-tiba terhenti karena ada seseorang lelaki yang datang bertamu di makam mbaknya.

Awalnya ia berpikir lelaki bertubuh tinggi itu akan ziarah ke kuburan di sebelah Hanum. Tetapi ia berjalan mengitari kuburan Hanum dan berdiri di depan Talita.

“Mas siapa?”

“Mbak siapanya?” Lelaki tampan itu balik bertanya.

“Saya adiknya Hanum.”

“Oh, adik iya, pantas saja  mirip.

“Saya Irfan,” ucap laki-laki tersebut.

Talita mencoba mengingat, sepertinya ia pernah mendengar nama itu.

“Irfan  pernah dengar nama itu siapa iya? dan di mana aku pernah melihatnya?'

otak Talita berputar-putar bagai baling-baling kipas.

“Mas sendiri siapnya Mbak saya?”

“Saya temannya.”

Mendengar kata teman, Talita berpikir tentang gosip perselingkuhan Hanum.

‘Apa ini orangnya, apakah gosip itu benar?’

“Teman yang seperti apa?”

“Teman tidak harus perempuan kan? lelaki juga bisa.”

“Kalau sudah menikah alangkah baiknya teman lelaki itu dibatasi, untuk menjauhkan kita dari tuduhan fitnah.”

“Oh, apa kamu yang bekerja sebagai bidan itu?”

“Sepertinya hubungan Mas dengan mbakku dekat sampai pekerjaanku juga mas tahu.”

“Iya, kami sudah berteman sejak dari kuliah, Hanum seorang perawat  dan saya dokter.”

Talita terdiam, ia teringat dengan ucapan Emir yang menyinggung teman lama yang jadi selingkuhan Hanum.

‘Apa benar seperti itu, apa orang ini yang jadi selingkuhan Mbak Hanum,

apa dia yang ayah si kembar?’

“Saya izin pamit pulang duluan karena hari ini saya ada jadwal operasi.”

“Baiklah, silahkan, saya juga harus pergi, karena hari ini saya juga ada janji.”

“Apa perlu saya antar Mbak Talita?’ tanya lelaki berwajah tampan itu,

lelaki yang bernama Irfan  ini sangat berbeda dengan Emir dan Dimas.

Emir yang bertampang tegas egois, kaku kayak kanebo, dan Dimas bertampang tegas juga tetapi bisa bersikap baik.

Kedua lelaki itu sama-sama bertampang tegas, karena bekerja sebagai abdi negara.

Tetapi lelaki yang saat ini bersama Talita, wajahnya lembut, kulitnya putih dan terlihat penyabar.

Apa karena sikap kasar Emir pada mbak Hanum membuatnya selingkuh dengan dr. Irfan?

Astagfirullah’

Talita menyebut dan mengetuk-ngetuk tangannya di tanah tanda amit-amit.

“Tidak perlu Mas, terimakasih.”

Talita menolak diantar.

“Baiklah, kalau kamu tidak mau, tapi bagaimana kabar si kembar?’

Mendengar pertanyaan itu tiba-tiba mata Talita menatap tidak suka pada lelaki berkulit putih tersebut.

‘Bahkan sama si kembar juga ia kenal, sejauh mana hubunganmu sama mbakku?

ah … ini membuatku marah’

“Apa ada masalah? “ tanya lelaki itu saat melihat Talita diam.

“Tidak, aku hanya penasaran, hubungan apa yang kamu miliki dengan mbakku, sampai-sampai kamu mengetahuinya segalanya tentang mbakku.”

Irfan  menghela napas panjang, lalu ia menoleh benda yang melingkar di pergelangan tangannya lalu ia menoleh ke Talita dan berkata;

“Saya masih punya sedikit waktu, apa kamu mau meluangkan waktu sebentar untuk kita bicara?”

Talita juga melakukan hal yang sama, ia mengusap layar ponselnya, dan melihat jam di layar ponselnya, lalu ia menjawab

“Baiklah, saya akan membatalkan janji saya hari ini,

mari kita bicara, karena sesungguhnya banyak hal yang ingin aku ketahui tentang hubunganmu dengan mbakku.”

“Ok, baiklah.”

Berjalan bersama dari pemakaman menuju mobil, tetapi saat itu teman Emir sedang berada di sana melihat berjalan bersama Irfan, membuat lelaki itu menghela nafas mengambil gambar  mengirimnya pada Emir.

[Apa istrimu yang sekarang bertemu dengan lelaki yang di temui almarhum istrimu?]

Melihat pesan yang masuk ke ponselnya,

Emir merasa sangat marah, ini kemarahan yang sama yang pernah terjadi pada almarhumah Hanum.

Pada saat itu posisinya Emir sedang di kantor menangani kasus besar,

tetapi konsentrasi nya sangat terganggu melihat pesan yang dikirim rekan kerjanya.

Ia meninggalkan kantor dan pulang ke rumah.

Disisi lain Irfan  dan Talita tidak jadi mengobrol karena Irfan  ada urusan yang sangat mendadak.

“Begini saja, mari kita bicara suatu hari nanti, ini kartu namaku, hubungi saya jika kamu punya waktu, kita akan bicara.”

“Baiklah.”

Talita pulang naik taxi, dan Irfan pulang mengendarai mobil honda berwarna merah.

Dalam taxi, Talita tiba-tiba merasa tidak enak badan, setelah banyak pikiran-pikiran buruk yang menghantui-nya, ia memutuskan tidak masuk kerja hari itu.

“Hari ini benar-benar hari yang buruk, bertengkar dengan Emir pagi-pagi, dan bertemu dengan lelaki itu lagi, semua membuat kepalaku sakit,” ujar Talita memijat keningnya.

Saat ia menutup mata, sebuah pesan masuk ke ponselnya dari pengasuh si kembar.

[Bu, bapak Emir pulang, ia berada di kamar si kembar, aku takut]

[Apa yang dia lakukan?]

[Bapak menyuruh kami keluar dan dia di dalam kamar]

[Apaaa …?

Jangan keluar, masuklah kembali dan temani mereka]

[Aku takut Bu]

“Iya Allah, apa yang ingin dia lakukan? Cepat pak, lebih cepat lagi, anak saya dalam bahaya!” teriak Talita panik.

“Baik Bu.” Supir bertubuh gemuk itu langsung tancap gas, dan mengebut, untungnya Jakarta tidak macet saat itu, karena jam kantor sudah masuk.

Hanya butuh lima belas menit dalam perjalanan, dan mobil berwarna biru itu akhirnya tiba di rumah bercat putih, berlantai dua.

Talita berlari setelah keluar dari Taxi, ia langsung menuju kamar si kembar.

Emir berdiri di sisi ranjang berpagar milik si kembar.

“Apa yang mas lakukan?” Wajah Talita panik.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Akhir yang Bahagia

    Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Perjodohan yang Berhasil

    Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Rencana Perjodohan

    Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Ternyata Ibuku Menghancurkan Semuanya

    Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Gagal Balas Dendam

    Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Cinta dan Amarah

    Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status