Home / Rumah Tangga / Pesona Mantan Istri / Bab 3. Wajahnya Mirip Dia

Share

Bab 3. Wajahnya Mirip Dia

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2023-02-21 11:26:03

"Astaga!! ... Kenapa aku bisa kesiangan seperti ini?" Tiba-tiba aku terkejut saat terjaga, karena dari balik kaca jendelaku terlihat sudah terang di luar sana.

"Rena ... Rena bangun!" Kutepuk-tepuk lembut pipi istriku yang masih terlelap.

Kenapa susah sekali dia dibangunkan. Selalu begitu istriku ini setiap pagi. Padahal sudah lebih dari setahun aku menikahinya. Namun tak pernah ada perubahan.

Melihat jam dinding yg menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku bergegas meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Kupercepat mandiku dan langsung menuju lemari.

Tak mau berlama-lama akupun lanjut mencari-cari pakaian kerjaku. Kenapa tidak ada di lemari? Ya ampun Renaa! Belum satupun pakaian kerjaku di setrika olehnya.

"Rena ... !" Istriku tersentak mendengar teriakanku.

"Apa sih, Mas? Ngagetin aja," ketusnya seraya menggeliatkan tubuhnya.

"Tolong setrikakan pakaianku. Aku sudah terlambat!"

"Aah, Aku ngantuk, Mas. Kamu aja yang setrika sendiri ya! Itu tuh di sana baju-bajunya," sahutnya santai dan tak merasa bersalah, seraya menunjuk keranjang yang berisi penuh pakaian di sudut kamar. Tak sedikitpun dia bangkit dari kasur.

Aku segera menghampiri keranjang itu dan mengacak-acak isinya. Semua baju kerjaku masih kusut dan berantakan. Betapa kesalnya hatiku. Namun entah kenapa sampai saat ini aku tak pernah bisa marah padanya. Rena selalu bisa mencari-cari alasan setiap aku protes dengan sikapnya ini.

Namun, kasian juga istriku itu. Ia sepertinya kelelahan melayaniku semalaman. Biarlah kali ini aku menyetrika pakaianku sendiri. Ah, bukan kali ini, tapi hampir tiap hari. Berkali-kali aku menghempas napas kasar.

Rena sudah lama meminta Asisten rumah tangga padaku. Tapi kita belum berhasil mendapatkannya. Selalu saja dia merasa tidak cocok. Wanitaku ini maunya asisten rumah tangga yang cekatan tapi sudah tua, agar aku tidak tergoda katanya. Ada-ada saja.

"Maas, nanti makan siang pulang nggak?" tanya Rena setelah aku rapi berpakaian.

"Kenapa? pasti minta di bawakan makanan ya?" tanyaku seraya mencolek hidungnya.

Ia mengangguk dan tersenyum manja.

"Ya nanti aku pesankan online." Rena bersorak gembira dan kembali merebahkan tubuhnya yang semakin lebar itu.

"Aku berangkat, Ya." Aku kecup keningnya dan beranjak keluar menuju mobil. Mengingat hari yang sudah makin siang, aku melajukan mobil menuju kantor dengan kecepatan tinggi.

Entah mengapa aku bisa bertahan hidup dengan wanita seperti Rena hingga lebih dari setahun. Rena wanita manja dan senang bergelimang harta. Aku terpaksa berkerja keras siang dan malam demi memenuhi kebutuhan wanita itu.

Ya, Mau tidak mau Aku harus bisa menjalankan hidup dengan Rena walau sebenarnya aku lelah. Namun, pengorbananku untuk bisa bersama dengan Rena adalah sangat besar. Atas permintaannya, Aku sampai harus melepaskan Lidia, Mantan istriku dulu.

Lidia seorang wanita sederhana dan selalu mengurusku dengan baik. Mantan istriku itu tak pernah sekalipun mengeluh ataupun meminta macam-macam. Jangankan perhiasan, sepotong baju saja ia tak pernah minta. Dia selalu menerima berapapun yang aku beri.

Karena terlena akan kecantikan Rena, dengan kejamnya aku menceraikannya di saat dirinya sedang terpuruk karena sakit.

Ah, Lidia ... di manakah kamu kini?

Setelah melewati perjalanan panjang yang cukup melelahkan karena macet, akhirnya aku tiba di area gedung perkantoran tempat aku bekerja. Dengan setengah berlari aku pun bergegas masuk ke dalam gedung berlantai lima itu.

"Suf, buruan di tunggu Bos di ruang meeting!" Aku tersentak ketika baru saja sampai di kantor.

"Memangnya ada meeting hari ini?" tanyaku cemas

"Iyaa, mendadak tadi pagi. Buruan sana!" Rudi mendorong badanku agar segera menuju ke ruang meeting.

Dengan langkah lebar aku bergegas naik ke lantai atas tempat ruang meeting berada.

Tok tok tok

"Masuk!"

"Terlambat lagi, Yusuf?" Pak Sami menatap tajam padaku persis ketika pintu kubuka.

"Ma-maaf, Pak," sahutku tertunduk. Semua mata tertuju padaku.

"Kenapa? Kesiangan lagi, hah? Laki-laki botak setengah baya itu melotot. Dadanya kembang kempis menahan amarah.

"Setahun belakangan ini kedisipilinanmu begitu buruk, Yusuf. Kalau begini terus, bisa rugi perusahaan," lanjutnya dengan setengah berteriak.

"Maaf, Pak." ujarku tertunduk.

"Mulai besok Anda bertanggung jawab di bagian operasional lapangan."

"Baik, Pak," sahutku. Lalu menuju salah satu kursi yang masih kosong.

Bagian lapangan sebenarnya menyenangkan. Karena akan berhubungan langsung dengan para model-model cantik dan terkenal. Aku yang selama ini berada di belakang meja, hanya mendengar saja celotehan menyenangkan para teman-teman yang bertugas di lapangan

"Produk baru kita kali ini akan memakai model artis wanita muslimah yang sedang naik daun. Karena tahun ini target omzet yang harus kita capai adalah 100M." Jelas Pak Sami.

"Perusahaan tertarik dengan model cantik berhijab bernama Darasifa. Model terkenal itu sangat tepat untuk membawakan produk kecantikan kita. Tapi kita selalu kesulitan untuk mendapatkan kontraknya."

"Saudara Yusuf, kamu bertanggung jawab untuk hal ini. Bagaimanapun caranya anda harus bisa mendapatkan Darasifa sebagai brand ambassador produk perusahaan kita."

"Sa-saya, Pak?" sontak aku terkejut saat namaku di sebut.

"Iya betul Anda Saudara Yusuf. Jabatan anda akan naik jika ini berhasil. Tapi kalau gagal, siap-siap anda akan kehilangan pekerjaan ini selamanya," Pak Sami menatapku seraya tersenyum menyeringai seolah meremehkan.

"Saya mohon untuk kerjasama yang baik dari semua team demi tercapainya target tersebut. Tentunya nanti akan ada apresiasi dari perusahaan berbentuk bonus, jika bisa melebihi target. Sekian meeting hari ini."

Setelah laki-laki botak itu keluar, aku segera menghampiri Rudi yang hendak keluar juga dari ruang meeting ini. Kamipun melangkah bersama ke ruanganku.

"Rud, aku nggak tau model yang namanya Darasifa itu seperti apa orangnya. Kasih liat fotonya, dong."

"Hahahaha ... makanya gaul, Bro! Jangan bini aja di kekepin di rumah. Masa model terkenal yang lagi viral-viralnya itu kamu nggak tau , sih? Rudi terbahak-bahak meledekku.

"Cantik banget memang ya, Rud?"

"Bukan cantik lagi, Bro. Ini luar biasa cuantik buuaaanggett. Adeeeemmm banget hati kalau lihat wajahnya. Mana orangnya katanya baik dan lembut."

"Beneran, nih? mana fotonya cariin dong!"

"Yaelah, tinggal buka ponsel canggih tuh yang di kantong. Ketik deh namanya, muncul fotonya. Masa gitu aja manager nggak paham, sih? Hahahaha ..."

Aku langsung tepuk jidat menyadari kebodohanku. Mungkin karena tidak sarapan aku jadi telat mikir begini.

Segera aku buka ponselku. Membuka aplikasi yang di maksud Rudi tadi. Lalu kuketik nama model itu, Darasifa. Tak lama muncullah foto-foto seorang wanita berhijab dengan berbagai model pakaian muslimah.

Hei, tunggu sebentar. Aku kok seperti sangat familiar dengan wajah wanita ini. Mirip siapa ya? Rasanya nggak asing untukku.

Astaga! wajah ini mirip sekali dengan dia. Apa mungkin Dia ...?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Mantan Istri   Bab 50. Gagal Liburan

    Kami sedang menuju kampung halaman Naila. Walau kak Fahri keberatan, Mama tetap bersikeras mau ikut mendampingi kami. Akhirnya Kak Fahri menyerah. Justru aku sangat senang jika mama ikut. Mama bisa menjadi penengah diantara kami. Suasana di dalam mobil agak canggung. Kak Fahri menyetir mobil ditemani Bondan yang duduk disampingnya.Naila dan aku duduk di kursi tengah. Sementara Mama memilih pergi dengan mobilnya sendiri dengan seorang supir yang menyetir mobilnya. Mobil kami beriring-iringan hingga sampai ke kampung halaman Naila yang masih terletak di daerah jawa barat. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan bersih. Menurut Naila dia sudah menceritakan semuanya pada bapak dan ibunya semalam lewat telpon. Jadi sepertinya mereka sudah siap-siap menyambut kedatangan kami. Naila menghambur ke pelukan seorang laki-laki tua sambil menangis tergugu. "M-maafkan Nai, Pak! Nai sudah banyak bohong sama Bapak." "M-maafkan Nai, Bu!" Seorang wanita setengah ba

  • Pesona Mantan Istri   Bab 49. Cerai

    Kak Fahri bilang malam ini dia akan menyelesaikan masalah Naila. Suamiku itu telah meminta Naila untuk datang selepas isya. "Lidia, Aku butuh dukunganmu. Malam ini aku akan menceraikan Naila. Lalu, tolong biarkan dia tinggal di asrama putri hingga masa iddahnya habis." Entah kenapa dadaku selalu bergemuruh setiap Kak Fahri membicarakan Naila. Rasanya sangat sakit jika mengingat mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Walaupun Kak Fahri bilang akan menceraikan wanita itu, tapi hati ini terasa panas dan membara saat mendengar namanya. "Lidiaa ..." Kak Fahri membelai lenganku lembut, karena aku hanya bergeming. Kemudiam suamiku itu menggenggam erat jemariku. "Lidia Sayang, di hati ini hanya ada kamu seorang. Tak pernah berubah sejak dulu." "Halaah, gombal!" ketusku spontan. Kak Fahri terkejut dengan sikapku. Suamiku itu kemudian menjatuhkan bobotnya di sofa ruang tamu ini. Entah kenapa aku kini merasa risih setiap menerima sikap mesra dari kak Fahri. Apakah aku terlalu ke

  • Pesona Mantan Istri   Bab 48. Kekasih Naila

    POV FAHRI "Assalamualaikum, Ustad. Ada seorang pria yang hendak bertemu dengan Ustad." Seorang santri masuk ke ruanganku. "Siapa?" "Dia bilang namanya Bondan, Ustad." Sontak aku berdiri. "Cepat suruh orang itu masuk!" pintaku tak sabar. Tak lama santri itu keluar dan menyuruh pria yang bernama Bondan itu masuk. "Assalamualaikum, Ustad Fahri!" Seorang pria tinggi dengan tubuh kekar, memakai kaos kerah bergaris, celana jeans dan peci di kepalanya. Jika diliat dari penampilannya yang bersih dan rapi, sama sekal tidak menampakkan dirinya seorang preman. "Waalaikumsalam! Silakan duduk ...!" "Terima kasih, Ustad." "Apa benar kamu yang bernama Bondan?" Pria itu mengangguk sopan. "S-saya Bondan. Saya pernah dekat dengan Naila." Aku menatap tajam pada pria di hadapanku ini. Bagaimanapun juga aku harus tetap waspada. Namun wajahnya sekilas ada kemiripan dengan Ibrahim, Anak Naila. Semoga saja ada titiik terang. "Kenapa kamu dulu putus dengan Naila?" pancingku. "Saya nggak pernah

  • Pesona Mantan Istri   Bab 47. Bertemu Naila

    Sebenarnya datang bulanku sudah telat satu minggu. Namun aku belum berani berharap apapun. Apalagi dengan masalah yang aku hadapi saat ini membuatku merasa lebih tegang dan banyak pikiran. Rasanya begitu lelah. Pagi ini seperti biasa Kak Fahri sudah berangkat ke pesantren. Mama masih menginap di sini. Hanya Mama yang membuatku kuat saat ini. Beliau begitu menguatkan diriku. Persis ketika aku terpuruk saat sakit dan diceraikan oleh Mas Yusuf dulu. Mama Anne juga yang memberiku semangat agar bisa sehat kembali. Menurut Jeng Putri saat itu, yang bisa menyembuhkan tubuh kita adalah diri kita sendiri. Sejak tadi aku tak melihat Mama Anne keluar kamar. Setelah sarapan tadi, Mama masuk lagi ke kamar. Namun sepertinya Mama sedang menghubungi seseorang. Sejak tadi tak henti-hentinya Mama berbicara dengan seseorang lewat ponselnya. Akan tetapi tak begitu jelas apa yang sedang Mama bicarakan. Ya Allah, kenapa perutku sakit sekali? Aku bergegas ke kamar mandi. Kekecewaan kembali kurasakan s

  • Pesona Mantan Istri   Bab 46. Terjebak

    POV FAHRI Assalamualaikum ..." Aku tersentak dari lamunan saat mendengar seseorang datang mengucapkan salam. "Naila..?" "Ustad ...!" Tiba-tiba saja Naila menghampiriku dan meraih tanganku, lalu menciumnya. Aku yang masih terkejut tak sempat mengelak. "Hei! Lepaskan tangan anakku!" Ternyata Mama dan Lidia telah berada di belakangku. Ya Allah, Lidia tampak sangat sedih dan terpukul. Wajahnya pucat dan sembab. "Kamu Naila, kan? Apa kamu lupa peraturan yang ada di pesantren ini?" Mama memandang sinis pada Naila. "Iy-iyaa, Bu. Tapi ..., Ustad Fahri adalah ...""Kenapa dengan anak saya? Apa yang hendak kamu katakan?" Mama menatapku tajam seolah menyimpan kecurigaan. Apa yang hendak dikatakan Naila? Apa dia akan membongkar semuanya di depan Mama? "Ustad Fahri adalah ... suami saya." Ya Allah, Naila ... "Apaaa?" Mama terpekik mendengar ucapan Naila barusan, hingga membuatku menghempas napas kasar. Tidak seharusnya dia mengatakannya sekarang. "Fahri! jelaskan pada mama sekarang

  • Pesona Mantan Istri   Bab 45. Aib Lima Tahun Yang Lalu

    Pov Fahri Mama dan Lidia masuk ke dalam kamar. Tinggal aku sendiri berada di ruang tamu ini. Masalah Naila sungguh membuatku pusing. Seharusnya sejak anaknya itu lahir, aku segera menceraikannya. Namun aku juga nggak tega mendengar bapaknya yang sedang sakit-sakitan. Orang tuanya pasti sangat terpukul jika tahu keadaan anaknya yang sebenarnya. Tiba-tiba saja kejadian lima tahun yang lalu kembali terlintas di benakku. Saat itu Nenek masih hidup. Aku sudah mulai membantu nenek mengajar para santri di pesantren. Naila adalah salah satu alumni yang juga mengajar di pesantren ini. Kami memang sering bertemu di acara-acara khusus dan rapat pengurus pesantren. Walau aku bukan lulusan pesantren, tapi Nenek bersikeras agar aku mau mengajar dan menggantikan beliau kelak. Mama menyekolahkan aku di bidang bisnis dengan harapan bisa ikut mengelola perusahaan Mama di jakarta dan di luar negeri. Namun setelah lulus S2, aku lebih memilih tinggal dan membantu Nenek di bogor. Bagaimanapun juga, Nen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status