Share

Bab 2. Sakit Hati

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-21 11:24:45

Pov Lidia

"Bikin malu saja! Kau lihat tadi, hah? Semua orang memandang jijik padamu!"

"Aduuh sakit, Mas." Mas Yusuf terus menarik tanganku agar keluar dari ballroom sebuah hotel ternama di kota ini.

"Menyesal aku mengajakmu ke acara itu. Seluruh teman-temanku menatapku dengan tatapan jijik. Semua gara-gara kamu!" hardiknya dengan tatapan nyalang padaku.

"Aku minta maaf, Mas. Harusnya aku tidak ikut tadi," lirihku dengan masih menahan sesak di dada. Dinginnya ruangan tadi membuatku terus terbatuk-batuk hingga merasa sesak.

Air mataku terus mengalir. Hati ini terasa perih bagai teriiris sebilah pisau. Suami yang dulu memujaku, kini seakan enggan berdekatan denganku.

Hingga tiba di area parkir, Mas Yusuf membentakku tanpa perasaan. Dia mendorong-dorong tubuhku agar segera masuk ke dalam mobil. Dia tak ingin ada teman-teman kantornya melihatku lagi. Sehina itukah aku, hingga dia sangat malu jika aku berada di dekatnya.

Selama di dalam mobil Ia terus saja mengumpat dan memarahiku. Ya Allah, tidak ada seorangpun di dunia ini yang ingin sakit. Tapi kenapa suamiku selalu menganggap bahwa ini adalah kesalahanku.

Di saat sakit seperti ini  aku berharap sedikit perhatian darinya. Setidaknya untuk menjaga perasaanku. Tapi justru hinaan dan makian yang aku dapat.

"Kamu lihat para istri teman-temanku. Harusnya kamu pandai menjaga dan merawat tubuh seperti mereka. Tidak seperti sekarang ini. Sudah kurus, pucat lagi. Melihat wajahmu saja aku sudah malas. Apalagi tubuhmu!"

Mas Yusuf melirikku dengan sudut matanya seakan aku adalah kotoran yang sangat menjijikkan. Nada suaranya yang masih terdengar emosi membuat hatiku semakin nyeri.

"Ya Allah, Mas. Kamu kan tau bahwa aku sedang sakit. Aku mohon bersabarlah. Nanti kalau sembuh, aku pasti bisa seperti mereka lagi," jawabku dengan tangis yang tak tertahankan. Tubuhku gemetar menahan emosi. Satu tanganku menekan dada ini yang semakin terasa sesak dan nyeri.

"Kapan? setahun lagi? selama itu aku akan terus dipermalukan olehmu!" teriaknya seraya menunjuk wajahku dengan kasar.

"Astagfirullahaladzim ... Istighfar, Mas. Tolong jangan berbicara seperti. Tidak sekalipun aku berniat mempermalukanmu. Tolonglah sedikit saja mengerti." Aku berusaha untuk sabar walau rasanya sudah tak sanggup berada di dekat suamiku ini.

"Siaaal!" teriaknya kesal seraya memukul setir mobil.

Mas Yusuf membuang nafas kasar dan kemudian diam. Matanya masih memancarkan kemarahan. Aku tak berani mengajaknya berbicara lagi. Hingga kamipun sampai di rumah.

Mas Yusuf turun dari mobil lebih dulu tanpa menghiraukanku. Tubuhku yang semakin lemas berusaha untuk turun dari mobil sendiri. Secara perlahan aku masuk ke dalam rumah.

Saat malam tiba suamiku itu sama sekali tidak menyapa. Di tengah malam aku terjaga karena demam tinggi, ia sama sekali tidak peduli. Jangankan untuk membantu mengambilkan obat. Rintihan dan tangisku saja tidak di hiraukannya. Entah sampai pukul berapa aku menangis menahan rasa sakit. Hingga tanpa sadar aku pun tertidur.

---------

"Lidia, mana bajuku?" teriak Mas Yusuf saat pagi tiba. Ternyata dia baru saja selesai mandi karena hendak berangkat kerja.

"Ada di lemari, Mas. Maaf aku belum ambilkan. Badanku rasanya masih demam," sahutku gemetar karena badanku menggigil. Hampir setiap pagi aku seperti ini. Namun kadang aku tetap memaksakan diri untuk mempersiapkan semua kebutuhan Mas Yusuf. Entah kenapa belakangan ini untuk bangun saja aku rasanya tidak kuat.

"Halah alasan aja. Bilang aja malas. Sedikit-sedikit sakit. Nggak ada gunanya kamu!" Hardik Mas Yusuf dengan tatapan nyalangnya.

"Ya Allah, Mas teganya kamu ...," sahutku seraya berusaha bangun dari tempat tidur.

"Dasar istri nggak becus! Ngurus diri sendiri aja kamu nggak bisa, apalagi mengurusku," ketusnya sambil mengacak-acak lemari yang tadi rapi kini jadi berantakan lagi.

"Ya Allah, Mas." Aku memandang sedih lemari yang sudah susah payah aku rapikan, kini isinya berhamburan di lantai.

"Aku benar-benar sedang sakit, Mas. Dokter bilang aku bisa sembuh. Asalkan berobat rawat jalan selama setahun." jelasku untuk yang kesekian kalinya.

Perlahan aku mencoba menghampiriinya.

"Aku tidak peduli. Yang aku mau, kamu bisa mengurusku seperti dulu lagi!" ketusnya. Kemudian berlalu meninggalkanku. Mas Yusuf memakai pakaiannya di ruang kerjanya. Belakangan ini jika di rumah, suamiku itu lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja dari pada di kamar bersamaku. Kami tak lagi bermesraan maupun bercengkrama seperti dulu. Mungkin sudah tak ada lagi cinta untukku.

Laki-laki yang tiga tahun lalu pernah berjanji di depan orang tuaku untuk selalu menjagaku, kini telah berubah.

Beberapa bulan belakangan ini,  Mas Yusuf justru melanggar janjinya. Dia tak lagi menjagaku dengan baik. Dia tak lagi menjaga hatinya untukku. Bahkan dia selalu berdusta dan menyakiti hati serta perasaanku.

Hampir tiap hari Mas Yusuf pulang malam. Dan setiap bulan selalu ada jadwal keluar kota. Tidak seperti biasanya.

Diam-diam aku selidiki, ternyata suamiku itu memiliki wanita lain bernama Rena. Entah di mana dia mengenalnya. Rena memang jauh lebih seksi dan memikat.

Tapi aku pura-pura tidak tau. Aku ingin laki-laki itu berterus terang. Biarlah dia mendua, asalkan ia tetap mencintaiku. Namun ternyata hatiku tak kuasa menahan beban perasaan. Hingga semakin hari kesehatanku menurun. Dokter bilang Aku harus tertib rawat jalan selama setahun.

Aku menjadi lemah dan mudah lelah. Namun tetap berusaha melayani suamiku. Tapi apa daya aku tak seperti dulu lagi 

"Dasar penyakitan, bikin susah aku saja!"

"Bagaimana kamu mau becus mengurusku? Urus dirimu sendiri saja kamu nggak bisa. Dasar lamban!"

Hampir setiap hari aku mendapat celaan dan makian yang  sama darinya. Semakin sesak dadaku rasanya.

Jangankan untuk memberi nafkah bathin, menyentuhku saja Ia seolah jijik padaku.

"Penampilanmu sungguh memalukan, Lidia. Sebaiknya kau tak usah ikut-ikut lagi kemanapun aku pergi!" ucapnya membuat hati ini terasa di remas .

Padahal dulu, laki-laki itu begitu memujaku. Begitu menyanjungku. Aku selalu di perlakukan bak ratu olehnya.

Namun kini, ketika aku sakit Ia tidak peduli sama sekali.

Hingga pagi itu, ketika dengan tiba-tiba ia menalakku dengan alasan yang tidak masuk akal. Dengan alasan bahwa aku sakit dan tidak bisa mengurusnya lagi.

Aku tau, Mas. bahwa itu hanya  alasanmu saja. Agar kamu bisa selalu bersama dengan perempuan itu. Perempuan gila harta yang sudah mengambil hampir semua hakku. 

Aku terima semua keputusanmu. Akupun sudah tak sudi untuk mengemis cinta padamu lagi. Biarlah aku kaupulangkan ke rumah orang tuaku. Mereka sangat menyayangiku. Dan tak akan pernah rela anak yang di besarkannya dengan penuh kasih sayang, disakiti jiwa dan hatinya olehmu. 

Aku yakin pasti akan sembuh. Aku pasti akan kembali seperti dulu lagi. Lihat saja nanti, Mas. Karma akan menghampirimu dan pelakor murahan itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Mantan Istri   Bab 50. Gagal Liburan

    Kami sedang menuju kampung halaman Naila. Walau kak Fahri keberatan, Mama tetap bersikeras mau ikut mendampingi kami. Akhirnya Kak Fahri menyerah. Justru aku sangat senang jika mama ikut. Mama bisa menjadi penengah diantara kami. Suasana di dalam mobil agak canggung. Kak Fahri menyetir mobil ditemani Bondan yang duduk disampingnya.Naila dan aku duduk di kursi tengah. Sementara Mama memilih pergi dengan mobilnya sendiri dengan seorang supir yang menyetir mobilnya. Mobil kami beriring-iringan hingga sampai ke kampung halaman Naila yang masih terletak di daerah jawa barat. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan bersih. Menurut Naila dia sudah menceritakan semuanya pada bapak dan ibunya semalam lewat telpon. Jadi sepertinya mereka sudah siap-siap menyambut kedatangan kami. Naila menghambur ke pelukan seorang laki-laki tua sambil menangis tergugu. "M-maafkan Nai, Pak! Nai sudah banyak bohong sama Bapak." "M-maafkan Nai, Bu!" Seorang wanita setengah ba

  • Pesona Mantan Istri   Bab 49. Cerai

    Kak Fahri bilang malam ini dia akan menyelesaikan masalah Naila. Suamiku itu telah meminta Naila untuk datang selepas isya. "Lidia, Aku butuh dukunganmu. Malam ini aku akan menceraikan Naila. Lalu, tolong biarkan dia tinggal di asrama putri hingga masa iddahnya habis." Entah kenapa dadaku selalu bergemuruh setiap Kak Fahri membicarakan Naila. Rasanya sangat sakit jika mengingat mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Walaupun Kak Fahri bilang akan menceraikan wanita itu, tapi hati ini terasa panas dan membara saat mendengar namanya. "Lidiaa ..." Kak Fahri membelai lenganku lembut, karena aku hanya bergeming. Kemudiam suamiku itu menggenggam erat jemariku. "Lidia Sayang, di hati ini hanya ada kamu seorang. Tak pernah berubah sejak dulu." "Halaah, gombal!" ketusku spontan. Kak Fahri terkejut dengan sikapku. Suamiku itu kemudian menjatuhkan bobotnya di sofa ruang tamu ini. Entah kenapa aku kini merasa risih setiap menerima sikap mesra dari kak Fahri. Apakah aku terlalu ke

  • Pesona Mantan Istri   Bab 48. Kekasih Naila

    POV FAHRI "Assalamualaikum, Ustad. Ada seorang pria yang hendak bertemu dengan Ustad." Seorang santri masuk ke ruanganku. "Siapa?" "Dia bilang namanya Bondan, Ustad." Sontak aku berdiri. "Cepat suruh orang itu masuk!" pintaku tak sabar. Tak lama santri itu keluar dan menyuruh pria yang bernama Bondan itu masuk. "Assalamualaikum, Ustad Fahri!" Seorang pria tinggi dengan tubuh kekar, memakai kaos kerah bergaris, celana jeans dan peci di kepalanya. Jika diliat dari penampilannya yang bersih dan rapi, sama sekal tidak menampakkan dirinya seorang preman. "Waalaikumsalam! Silakan duduk ...!" "Terima kasih, Ustad." "Apa benar kamu yang bernama Bondan?" Pria itu mengangguk sopan. "S-saya Bondan. Saya pernah dekat dengan Naila." Aku menatap tajam pada pria di hadapanku ini. Bagaimanapun juga aku harus tetap waspada. Namun wajahnya sekilas ada kemiripan dengan Ibrahim, Anak Naila. Semoga saja ada titiik terang. "Kenapa kamu dulu putus dengan Naila?" pancingku. "Saya nggak pernah

  • Pesona Mantan Istri   Bab 47. Bertemu Naila

    Sebenarnya datang bulanku sudah telat satu minggu. Namun aku belum berani berharap apapun. Apalagi dengan masalah yang aku hadapi saat ini membuatku merasa lebih tegang dan banyak pikiran. Rasanya begitu lelah. Pagi ini seperti biasa Kak Fahri sudah berangkat ke pesantren. Mama masih menginap di sini. Hanya Mama yang membuatku kuat saat ini. Beliau begitu menguatkan diriku. Persis ketika aku terpuruk saat sakit dan diceraikan oleh Mas Yusuf dulu. Mama Anne juga yang memberiku semangat agar bisa sehat kembali. Menurut Jeng Putri saat itu, yang bisa menyembuhkan tubuh kita adalah diri kita sendiri. Sejak tadi aku tak melihat Mama Anne keluar kamar. Setelah sarapan tadi, Mama masuk lagi ke kamar. Namun sepertinya Mama sedang menghubungi seseorang. Sejak tadi tak henti-hentinya Mama berbicara dengan seseorang lewat ponselnya. Akan tetapi tak begitu jelas apa yang sedang Mama bicarakan. Ya Allah, kenapa perutku sakit sekali? Aku bergegas ke kamar mandi. Kekecewaan kembali kurasakan s

  • Pesona Mantan Istri   Bab 46. Terjebak

    POV FAHRI Assalamualaikum ..." Aku tersentak dari lamunan saat mendengar seseorang datang mengucapkan salam. "Naila..?" "Ustad ...!" Tiba-tiba saja Naila menghampiriku dan meraih tanganku, lalu menciumnya. Aku yang masih terkejut tak sempat mengelak. "Hei! Lepaskan tangan anakku!" Ternyata Mama dan Lidia telah berada di belakangku. Ya Allah, Lidia tampak sangat sedih dan terpukul. Wajahnya pucat dan sembab. "Kamu Naila, kan? Apa kamu lupa peraturan yang ada di pesantren ini?" Mama memandang sinis pada Naila. "Iy-iyaa, Bu. Tapi ..., Ustad Fahri adalah ...""Kenapa dengan anak saya? Apa yang hendak kamu katakan?" Mama menatapku tajam seolah menyimpan kecurigaan. Apa yang hendak dikatakan Naila? Apa dia akan membongkar semuanya di depan Mama? "Ustad Fahri adalah ... suami saya." Ya Allah, Naila ... "Apaaa?" Mama terpekik mendengar ucapan Naila barusan, hingga membuatku menghempas napas kasar. Tidak seharusnya dia mengatakannya sekarang. "Fahri! jelaskan pada mama sekarang

  • Pesona Mantan Istri   Bab 45. Aib Lima Tahun Yang Lalu

    Pov Fahri Mama dan Lidia masuk ke dalam kamar. Tinggal aku sendiri berada di ruang tamu ini. Masalah Naila sungguh membuatku pusing. Seharusnya sejak anaknya itu lahir, aku segera menceraikannya. Namun aku juga nggak tega mendengar bapaknya yang sedang sakit-sakitan. Orang tuanya pasti sangat terpukul jika tahu keadaan anaknya yang sebenarnya. Tiba-tiba saja kejadian lima tahun yang lalu kembali terlintas di benakku. Saat itu Nenek masih hidup. Aku sudah mulai membantu nenek mengajar para santri di pesantren. Naila adalah salah satu alumni yang juga mengajar di pesantren ini. Kami memang sering bertemu di acara-acara khusus dan rapat pengurus pesantren. Walau aku bukan lulusan pesantren, tapi Nenek bersikeras agar aku mau mengajar dan menggantikan beliau kelak. Mama menyekolahkan aku di bidang bisnis dengan harapan bisa ikut mengelola perusahaan Mama di jakarta dan di luar negeri. Namun setelah lulus S2, aku lebih memilih tinggal dan membantu Nenek di bogor. Bagaimanapun juga, Nen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status