“Bukan apa-apa, Yang Mulia. Sebagai teman dari Putri Rosaline, saya hanya mengkhawatirkannya. Itu saja.” “Tenang saja, Duke Seibert. Keluarga Ronchessac tidak mungkin mencelakai anggota keluarga mereka sendiri. Segalanya yang terbaik akan diberikan bagi Rosaline.” Ada rasa lega pada diri Callyx setelah mendengar pernyataan dari Kane. Namun ada berbagai pertanyaan lain yang ada pada benaknya akan tetapi Duke Seibert memutuskan untuk diam dan menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu untuk dirinya sendiri. “Terima kasih banyak, Yang Mulia. Sudah sangat larut malam dan mungkin sebaiknya kita berdua beristirahat. Saya juga akan kembali besok.” Callyx menyimpan cangkirnya yang sudah kosong ke atas meja lalu beranjak berdiri dan memberi hormat kepada Sang Pangeran. “Selamat malam, Yang Mulia.” “Selamat malam, Duke Seibert.” Setelah sang Duke pergi meninggalkan tempat itu, Kane membunyikan loncengnya dan seorang pelayan datang menghampirinya. “Yang Mulia.” “Tolong bereskan semuanya.” “Ba
“Nona Akamine, apa Anda sudah mau pulang?” Kazuha terkejut mendengar suara atasannya. Dia memang tengah bersiap-siap untuk pulang bersama beberapa karyawan lain yang sudah menyelesaikan tugasnya. Karena hari ini adalah hari pertama Kazuha bekerja, tidak ada lagi yang bisa ia kerjakan. “T-Tuan! Iya, saya sudah mau pulang. Apa ada pekerjaan yang harus saya kerjakan?” “Oh bukan begitu, saya ingin mengajak nona untuk makan malam bersama dengan karyawan lain sebagai bentuk ucapan selamat datang di kantor ini.” “Terima kasih, tuan. Tapi…” “Apa kamu tidak bisa hadir? Tapi ini adalah hari pertamamu, nona Akamine. Apa kamu akan begitu saja menolak undangan dari sesama rekan kerjamu?” potong atasannya mendadak. Nada bicara pria itu tenang namun mengintimidasi, seperti ada maksud lain di balik perkataannya. Kazuha yang menyadari itu seketika terdiam lalu memutuskan untuk menerima undangan tersebut. “B-Bukan begitu tuan… Tadi saya hendak bertanya apakah makan malam kali ini akan melib
“Kazuha… Tolong aku…” Mata gadis itu terbuka dan di hadapannya hanya ada kegelapan. “Siapa di sana?” “Jangan sampai kamu berakhir sepertiku…” “Sepertimu? Siapa kamu?” Tidak terdengar jawaban dari balik kegelapan itu sampai akhirnya suara seorang gadis yang belum pernah didengarnya terdengar begitu dekat dengan telinganya. “Nona! Nona!” “Siapa…?” Gadis itu membuka kelopak matanya yang terasa berat dan melihat seorang gadis lain berambut hitam panjang mengenakan pakaian pelayan. “Siapa dia? Apa dia sedang cosplay?” “Nona! Akhirnya anda bangun juga!” “Bangun? Apa aku tertidur?” “Nona! Apa anda lupa? Anda tadi bilang ingin tidur siang tetapi anda tidur sebelas jam!” “Pukul berapa ini?” “Dua belas malam.” “Hah? Dua belas malam?” Gadis itu beranjak turun dari kasurnya dan ketika ia hendak mencari sendalnya, sejuntai rambutnya menghalangi penglihatannya dan ia menyadari sesuatu yang aneh. “Merah muda?” Lalu ia melihat ke arah jemari kakinya sendiri dan menya
Rosaline terus berjalan mengikuti sang pelayannya. Dia baru sadar bahwa postur tubuh sang pelayan begitu tegap dan berbeda dari pelayan-pelayan istana yang selama ini ia ketahui. Gerak-gerik dari Linette terlihat seperti seseorang yang selalu awas dan sigap. Langkah keduanya berhenti di sebuah pintu kayu besar. Linette segera mendorong pintu itu hingga terbuka dan sebuah ruangan gelap menyambut mereka. Tangan dari sang pelayan menyusuri tembok sampai akhirnya menemukan sebuah sakelar dan menyalakan lampu yang ada di ruangan itu. Di hadapan mereka, terdapat sebuah dapur yang begitu besar, bisa di bilang itu adalah dapur terbesar yang pernah dilihatnya. “Nona, tunggu di sini, saya akan panggilkan koki istana.” Rosaline mengangguk dan melihat Linette yang berjalan menjauh. Ditinggalkan sendiri bukan berarti Rosaline hanya berdiri diam memandangi dapur besar di hadapannya. Muncul sebuah keinginan dari dalam dirinya untuk membuka kulkas besar yang ada di ujung ruangan dan memasak
Melihat pemandangan itu, Rosaline amat terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan sendok yang sedang dipegangnya. Sekujur tubuh sang koki gemetaran karena rasa takut dan mulutnya terlihat sedang berusaha mengucapkan sesuatu. Sontak, Rosaline langsung menghampiri Kane dan berusaha membujuknya untuk melepaskan sang koki. “Tidak! Aku sendiri yang memang ingin belajar untuk memasak! Jangan salahkan dia…! Dia tidak bersalah! Aku juga berhati-hati dan aku berjanji aku tidak akan menyakiti diriku sendiri hanya karena ini jadi aku mohon… lepaskan dia.” Kane menatap sang adik dengan tatapan tidak percaya dan perlahan-lahan tangannya melepaskan sang koki istana. Kedua tangannya kini menggenggam tangan adiknya dengan lembut dan tatapan penuh arti ia lontarkan pada sang adik. “Rosaline… Aku hanya tidak dapat mempercayai bahwa kamu telah melakukan hal yang paling tidak ingin kamu lakukan seumur hidupmu… Aku bangga padamu.” Ada yang aneh dari pemuda itu. Sesaat yang lalu, amarah memenuhi san
Pria itu begitu mempesona sampai-sampai Rosaline tidak dapat mengatur jantungnya yang berdebar dengan sangat kencang. Keduanya terdiam sampai akhirnya bibir dari sang duke bergerak dan sebuah kalimat keluar dari mulutnya. “Rose, apa kamu baik-baik saja?” Seketika Rosaline bergerak melepaskan diri dari sang Duke dan dengan canggung ia mundur beberapa langkah. “Maafkan saya, tuan Cal atas kecerobohan yang telah saya perbuat. Permisi!” Karena rasa malunya, Rosaline sampai lupa jika posisinya dalam hierarki kerajaan lebih tinggi dari pria itu. Rosaline bahkan langsung berlari masuk ke dalam perpustakaan. Langkahnya baru terhenti ketika ia melihat seorang pria lain yang tengah berdiri menatap keluar jendela membelakangi sang putri. Postur tubuh yang nyaris sempurna dan rambut perak panjang yang berkilauan, membuat siapapun terpesona hanya dengan melihat dari sisi belakang saja. Seakan menyadari kehadiran Rosaline, sosok itu pun berbalik badan dengan seulas senyum hangat terukir
Melihat sang tunangan yang terbelalak karena hadiah itu, Sylveryn menyunggingkan senyuman ramah sebelum melontarkan sebuah pertanyaan pada gadis itu. “Yang Mulia, ada apa? Anda tidak menyukai hadiah yang telah saya persiapkan?” Gadis itu terdiam dan tangan mungilnya membuka halaman pertama buku itu. Sebuah tulisan tangan nan rapi menyambutnya dan ia membaca tulisan itu. Kepada calon nyonya Ralli. Saya hadiahkan buku ini bagi Anda supaya Anda bisa mengerti bagaimana menjadi seorang istri yang layak dan mau melayani suaminya. “A-Apa ini…” “Oh, Rosaline! Statusmu sekarang adalah calon istriku dan sebagai calon istriku, kamu harus bisa mengerti cara menjadi seorang istri. Kamu harus bisa melepaskan diri dari kekuasaanmu dan juga semua kemegahan yang kamu punya. Kamu akan menjadi istriku dan juga … Pelayanku.” Pria itu lalu tersenyum miring.“Apa? Apa kamu bilang?” Rosaline terkejut setengah mati. Semua image baik milik tunangannya itu luntur dalam sekejap! “Putri, apa Anda tidak
Setelah membersihkan balkon kamar sang putri, Linette kembali untuk membawa nonanya yang tengah berdiri memandangi langit malam masuk ke dalam kamarnya. “Nona, ayo masuk ke dalam. Sudah saatnya untuk tidur.” “Linette.” panggil sang putri. “Ada apa, nona?” “Apa yang akan terjadi jika aku memilih untuk tidak menikahi tuan marques?” “Apa? Apa saya tidak salah dengar, nona?” Gadis itu berbalik badan dan menghadap pelayannya. Salah satu tangannya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Angin malam yang berhembus menyibakkan rambut panjangnya yang cantik dan pemandangan itu mampu membuat siapa pun terpesona. “Kamu tidak salah dengar, Linette.” “Nona! Apa yang anda lakukan?” “Aku? Tentu saja membatalkan pertunangan ini.” Linette mundur selangkah setelah mendengar ucapan dari sang putri. Dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan dan ia meragukan apakah sang putri kini sedang berada dalam akal sehatnya. Bagaimana bisa gadis itu tiba-tiba memutuskan untuk membatalkan pertu