Share

Bab 5

Author: Miss Kay
last update Huling Na-update: 2025-02-05 15:27:21

"Celine, kamu di sini?" Suara Darwin yang tegas terdengar. Kakaknya berjalan mendekat dengan tatapan menyelidik.

Celine buru-buru melepaskan genggamannya dari lengan Abizar dan tersenyum santai. "Tentu saja, Kak. Aku hanya mengobrol dengan Abizar."

Darwin menatap mereka berdua, lalu menghela napas. "Ayo pulang. Ayana sudah menunggu."

Celine menatap Abizar sekilas sebelum akhirnya mengangguk dan melangkah pergi. Namun, saat ia melewati Abizar, ia berbisik pelan, cukup untuk pria itu dengar.

"Aku akan membuatmu mengakui perasaanmu, Abizar. Tunggu saja."

Abizar tetap diam, tetapi tatapan matanya mengikuti langkah Celine yang semakin menjauh.

Will, yang melihat semua kejadian itu dari jauh, hanya bisa mengusap wajahnya dengan pasrah. "Dua orang keras kepala dalam satu cerita, ini pasti akan panjang."

***

Malam itu, di dalam mobil yang melaju menuju rumah, Celine menyandarkan kepalanya ke jendela, menatap bayangan dirinya sendiri. Darwin yang duduk di sampingnya melirik adiknya sekilas.

“Kamu masih mengejar Abizar?” tanyanya dengan nada datar.

Celine mendengus kecil, menoleh ke arah Darwin. “Tentu saja. Aku ini pantang menyerah.”

Darwin menghela napas panjang. “Celine, aku paham kamu keras kepala, tapi Abizar bukan pria biasa. Dia punya pertahanan hati yang kuat.”

“Justru itu yang membuatnya menarik, Kak. Dia bukan tipe pria yang mudah jatuh hati. Tapi aku yakin, suatu saat, aku bisa membuatnya luluh.”

Darwin tidak langsung menjawab, hanya menatap lurus ke depan. Ia mengenal Abizar lebih lama daripada Celine. Pria itu tidak akan mudah goyah.

Sementara itu, di tempat lain, Abizar duduk di balkon kamar apartemennya, menyesap kopi hitam tanpa gula. Matanya menatap ke langit malam, tetapi pikirannya tertuju pada satu hal—Celine Luis.

Sikap gadis itu semakin sulit dikendalikan. Semakin ia mencoba menjaga jarak, semakin Celine mendekat. Hari ini, Celine bahkan cukup berani menarik dasinya dan menantangnya secara langsung.

Abizar mendesah pelan. “Nona Celine… Kenapa kamu tidak mengerti?” gumamnya sendiri.

Ponselnya bergetar, memunculkan nama yang sudah ia duga. Darwin.

Abizar mengangkatnya tanpa ragu. 'Tuan Darwin.'

'Apa yang kau pikirkan, Bi? Kau tahu Celine keras kepala. Kenapa kau masih membiarkannya bertingkah seperti itu?' suara Darwin terdengar tenang, tetapi jelas ada kekhawatiran di dalamnya.

'Saya hanya menjalankan tugas saya, Tuan,' jawab Abizar tegas.

'Kau yakin itu hanya tugas?'

Abizar terdiam.

Darwin menghela napas di seberang sana. 'Aku tidak ingin Celin tersakiti, Bi. Kalau kau benar-benar tidak menginginkannya, buat dia menyerah.'

'Tidak semudah itu, Tuan.'

'Buat lebih sulit kalau perlu. Tapi jangan biarkan Celine menggantung harapan yang tidak mungkin,' ujar Darwin sebelum menutup telepon.

Abizar meletakkan ponselnya, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ia tahu harus bersikap lebih tegas. Tapi… bisakah ia benar-benar melakukannya?

***

Keesokan paginya, Celin bangun dengan semangat membara. Ia tidak akan membiarkan Abizar lolos begitu saja. Jika pria itu terus menjaga jarak, maka ia harus mengubah strateginya. Kali ini, Celin tidak akan sekadar menggoda—ia akan menyerang langsung.

Ia memilih gaun merah elegan yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, membiarkan rambutnya tergerai dengan sedikit gelombang. Riasannya ringan, tetapi cukup untuk menonjolkan mata tajamnya. Celin bukan hanya ingin menarik perhatian Abizar, tetapi juga membuat pria itu kehilangan kendali.

Saat ia turun ke ruang makan, Darwin dan Ayana yang sedang sarapan langsung menatapnya dengan penuh selidik.

“Ada misi apa hari ini, Celin?” Ayana bertanya dengan nada menggoda.

Celin tersenyum licik. “Misi menaklukkan pria paling bebal di dunia.”

Darwin hampir tersedak kopinya. “Celin—”

Darwin meletakkan cangkir kopinya dengan suara cukup keras. “Celin, aku tahu kau keras kepala, tapi jangan bermain hati. Abizar tak menyukaimu."

“Tenang saja, Kak. Aku sudah kebal.”

Sebelum Darwin bisa membalas, seorang pelayan masuk dan berbisik ke telinganya. Raut wajah Darwin langsung berubah serius. Ia berdiri dari kursinya.

“Ada apa, Kak?” tanya Celin, sedikit penasaran.

“Bisnis,” jawab Darwin singkat, lalu menatap Ayana. “Aku harus pergi sebentar.”

Ayana hanya mengangguk mengerti. Tapi Celin masih curiga. “Kak, ini bisnis biasa atau…”

Darwin tidak menjawab, hanya mengusap kepala adiknya sekilas sebelum berjalan keluar.

Celin mendesah pelan, lalu menoleh ke Ayana. “Kurasa Kak Darwin menyembunyikan sesuatu.

Ayana tersenyum tipis. “Kau tahu kakakmu, Celin. Dia tidak akan membiarkan kita tahu jika situasinya berbahaya.”

Celin mendecak kesal, tetapi tidak ingin berlama-lama memikirkan hal itu. Fokusnya hari ini hanya satu—Abizar.

***

Di tempat lain, Abizar tengah berdiri di depan sebuah gudang tua, berbicara dengan seorang pria berjas hitam yang wajahnya penuh bekas luka.

“Pastikan mereka tidak mendekati keluarga Luis,” perintah Abizar dengan nada dingin.

Pria itu terkekeh. “Tuan muda, kau masih setia melindungi mereka, ya?”

Abizar tidak menanggapi. Ia hanya menatap pria itu tajam, membuatnya langsung mengangkat tangan tanda menyerah.

“Oke, oke. Aku akan memastikan tidak ada yang mengganggu Celin.”

Abizar mengangguk dan berbalik pergi. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara klakson mobil sport membuatnya menoleh.

Ia menghela napas panjang begitu melihat Celin keluar dari mobil dengan penuh percaya diri.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Abizar dengan nada tegas.

Celin tersenyum, lalu melangkah mendekatinya dengan tatapan penuh tantangan. “Seharusnya aku yang bertanya, Abizar. Kenapa kau selalu berada di tempat mencurigakan?”

Abizar melirik pria berjas hitam tadi, yang kini tengah menatap Celin dengan penuh minat.

“Pergi dari sini, Nona Celin. Ini bukan tempat untukmu.”

Celin melipat tangan di depan dada. “Aku akan pergi kalau kau menjawab satu pertanyaanku.”

Abizar menatapnya tajam. “Apa?”

Celin mendekat, cukup dekat hingga Abizar bisa mencium wangi parfumnya. Ia menatap mata pria itu dengan dalam.

“Kau selalu melindungiku. Selalu muncul saat aku dalam bahaya. Tapi kenapa kau terus menyangkal perasaanmu?”

Abizar terdiam. Celin memanfaatkan momen itu dengan menambahkan, “Kalau kau benar-benar tidak punya perasaan padaku, buktikan.”

Mata Abizar menggelap dia benar-benar pusing menghadapi Celine.

Tiba-tiba, pria berjas hitam tertawa. “Ah, jadi ini gadis yang kau lindungi mati-matian? Kau punya selera yang bagus, Tuan muda.”

Abizar segera menarik Celin ke belakangnya, menatap pria itu dengan tajam. “Selesaikan urusanmu dan jangan mencampuri hidupku.”

Pria itu mengangkat bahu santai. “Tentu saja. Tapi aku penasaran, apakah gadis ini tahu siapa kau sebenarnya?”

Celin menyipitkan mata, merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Namun, sebelum ia bisa bertanya, Abizar sudah menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya pergi.

“Abizar! Lepaskan aku!” protes Celin.

Namun, Abizar tidak menggubrisnya sampai mereka sampai ke dalam mobil. Setelah menutup pintu dengan kasar, pria itu menatap Celin dengan wajah marah yang jarang terlihat.

“Dengar baik-baik, Nona Celin,” suaranya dalam dan penuh ketegasan. “Jangan pernah datang ke tempat seperti ini lagi.”

Celin menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Kau khawatir padaku?”

Abizar menggeram pelan. “Ini bukan permainan, Nona.”

Celin menyandarkan diri ke kursi mobil, lalu menatap Abizar dengan tatapan penuh arti. “Aku tahu. Tapi kau tidak bisa terus bersembunyi dariku.”

Abizar menghela napas panjang, lalu menyalakan mesin mobil. Ia tahu Celin tidak akan berhenti sampai ia memberikan jawaban yang diinginkannya. Tapi masalahnya, jawaban itu bukan sesuatu yang bisa ia berikan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 22

    Celine duduk gelisah di ruang tamu, menunggu kedatangan Darwin. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu apa yang akan dibicarakan kakaknya. Beberapa menit kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah, membuatnya spontan berdiri. Pintu terbuka, dan Darwin masuk dengan langkah tegap. Tatapannya tajam, ekspresinya sulit ditebak. "Duduk," perintahnya singkat. Celine menurut, menunggu dengan napas tertahan. Darwin menatapnya lekat. "Apa hubunganmu dengan Abizar?" Celine terkejut dengan pertanyaan langsung itu. "H-Hubungan apa?" Darwin mendengus. "Jangan bohong, Celine. Aku tahu ada sesuatu di antara kalian." Celine mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan kakaknya. "Kan Kakak yang menyuruhku mengambil proyek kerja sama dengan

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 21

    Celine mengusap wajahnya dengan frustasi. Berurusan dengan Abizar Yazed? Itu sama saja dengan melemparkan dirinya ke dalam mulut harimau. Pria itu terlalu licik, terlalu penuh tipu daya, dan yang lebih buruk—terlalu menggoda. "Baiklah, cukup bicara soal itu. Aku harus pergi sebelum Darwin benar-benar pulang dan mengira aku ikut campur terlalu jauh dalam urusan kalian," ujar Ayana yang pergi meninggalkan mereka kembali ke kamarnya, ekspresinya serius. "Dan Abizar, jangan berbuat macam-macam. Aku serius." Abizar hanya mengangkat alis, senyum jahilnya tak berkurang sedikit pun. "Aku? Berbuat macam-macam? Oh, Nyonya Darwin, kau benar-benar salah menil—" "Ya, ya, simpan akting tak berdosamu itu untuk orang lain!" potong Ayana sebelum pergi ke kamarnya. "Celine, jangan biarkan dia menggodamu lagi!" Celine menghempaskan diri ke sofa dengan napas panjang. Percakapan barusan dengan Ayana masih t

  • Pesona Panas Asisten Dingin   bab 20

    Celine menghela napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian barusan. Abizar benar-benar membuatnya kehilangan kendali, dan sekarang, dengan Ayana duduk di depannya sambil bertanya dengan nada serius, ia harus kembali ke realita. "Celine? Kau mendengar pertanyaanku, kan?" Ayana menyipitkan mata, memandangnya penuh selidik. "Kau baik-baik saja?" Celine buru-buru mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya... sedikit kaget. Maksudku, Kak Darwin baru pulang besok, kan? Jadi kenapa kau panik begitu?" Ayana melipat tangan di dada. "Karena aku tahu kau dan Abizar tidak bisa dibiarkan berduaan terlalu lama. Buktinya tadi, aku hampir kebobolan!" Abizar yang duduk di seberang meja hanya terkekeh santai, menyilangkan kaki dengan ekspresi tak berdosa. "Kau terlalu khawatir, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tidak lebih, tidak kurang." "Tentu saja Celin pasti baik-baik saja," gumam Ayana, me

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 19

    "Kalau kau belum ingat juga, aku akan menunjukkan sesuatu yang pasti akan membantumu mengingatnya," bisik Abizar, jari-jarinya usil mengelus paha Celine. Celine menepis tangan Abizar, tapi hanya sedikit. "Jangan macam-macam! Aku curiga kau menyimpan sesuatu... sesuatu yang sangat pribadi milikku?" Suaranya sedikit gemetar, campuran rasa malu dan gairah. Abizar terkekeh rendah, suaranya berat dan sensual. "Ada di mobilku. Dan aku yakin, melihatnya akan membuatmu mengingat semuanya dengan sangat jelas." Ia sengaja menggeser tubuhnya, membuat tubuhnya bersentuhan dengan Celine. Celine mendesah pelan, tubuhnya menegang. "Yaaak! Kau ini! Bicaramu... mesum sekali!" Ia mencoba mendorong Abizar, tapi gerakannya justru membuat tubuh mereka semakin erat bersentuhan. "Menyingkirlah! Sangat sesak... dan panas..." Gerakannya tak terkendali, membuat Abizar semakin tegang. Abizar menahan napas, suaranya serak menahan gairah. "Jangan banyak bergerak, Celine... kau membuatku... sangat tegang..

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 18

    Satu jam lebih Abizar menunggu Celine yang belum juga turun. Matanya, tajam dan tak berkedip, menatap lantai atas. Tanpa basa-basi, ia berjalan menaiki tangga dengan langkah tegap dan pasti. Bob dan Will, yang berdiri tak jauh darinya, ingin melarang, namun sebelum mereka sempat bersuara, Abizar berkata dengan suara berat dan lantang, menghentikan mereka seketika. "Satu langkah, nyawa kalian akan melayang." Abizar melangkah dengan santai, namun elegan, menuju kamar Celine. Namun langkahnya terhenti ketika Ayana berdiri di ujung tangga, menghalangi jalannya. "Abizar Yazed! Kamu tidak boleh masuk ke kamar Celine! Nanti aku adukan ke Darwin!" Ayana berkata dengan mata melotot dan tangan di pinggang, sebuah pose yang bagi Abizar terlihat lucu. Tanpa ragu, Abizar mengeluarkan kotak perhiasan—sebuah kotak beludru merah tua berisi sebentuk berlian The Constellation, s

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 17

    Celine mengepalkan tangannya, jantungnya berdebar—bukan karena takut, tapi karena excited yang tercampur sedikit panik. "Cih! Mana berani dia kesini menjemputku," gumamnya, suaranya terdengar seperti tawa halus yang diredam. Celine keluar kamar, aura keanggunannya tak terbantahkan, meski dipadu dengan ekspresi slight sassy. Ia mencari Will, bodyguard-nya yang lebih mirip model iklan parfum. "Will, cepatlah kesini. Aku membutuhkanmu," teriak Celine. Will, yang tengah bergosip—mendapatkan gosip terbaru tentang hubungan asmara kepala koki dan tukang kebun—langsung berlari kecil, kemeja putihnya sedikit kusut. "Nona Celine! Ada apa, Nona?" tanyanya, napasnya sedikit tersengal. "Hey, kau. Siapkan jas termahalmu—yang aku belikan, ingat?—temani aku bertemu Abizar malam ini."

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status