Share

Bab 6

Penulis: Miss Kay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-05 17:40:29

Abizar menghela napas panjang ketika Celin duduk di kursi penumpang dengan ekspresi penuh kemenangan. Mobil melaju meninggalkan kawasan gudang, dan Celin bersandar santai dengan satu kaki terlipat, menatap Abizar dengan tatapan jahil.

“Jadi,” Celin membuka percakapan, “kau akan terus pura-pura dingin padaku, atau kita bisa bicara seperti dua orang dewasa?”

“Nona, tidak ada yang perlu dibicarakan.”

“Kau tahu, Abizar… sikapmu ini membuatku semakin penasaran.”

Dengan gerakan santai, Celin melepas sabuk pengamannya dan beringsut mendekat, membuat Abizar menoleh dengan tatapan tajam. “Pakai kembali sabukmu!”

“Tapi aku ingin lebih dekat denganmu,” bisiknya, mencondongkan tubuh hingga jarak wajah mereka hanya beberapa inci.

Abizar menegang, tapi tetap berusaha fokus mengemudi. “Nona Celin, jangan mulai!"

“Tapi aku suka memulainya,” sahut Celin dengan suara manja.

Tangannya dengan berani merayap ke lengan Abizar, jari-jarinya menyentuh otot yang tegang di balik kemeja. “Kau selalu berpura-pura tak tergoda, tapi tubuhmu berkata lain.”

Abizar mengerang pelan, sebelah tangannya menggenggam setir lebih erat. “Nona.”

“Ya?” Celin tersenyum menggoda.

“Kembali ke tempatmu.”

“Tapi di sinilah tempatku.” Celin semakin berani, jari-jarinya naik ke bahu Abizar, lalu turun perlahan ke dada bidang pria itu.

Mobil mendadak berhenti dengan sentakan tajam. Celin hampir kehilangan keseimbangan, tapi sebelum ia jatuh, Abizar dengan cepat menangkap pinggangnya, menahannya tetap di tempat.

Napas mereka bertemu dalam jarak yang sangat dekat. Mata Celin membulat, bukan karena terkejut, tapi karena sensasi panas yang merambat dari tangan Abizar di pinggangnya.

Abizar menatap tajam Celin. “Nona Celin, kau suka bermain dengan api, tapi kau lupa satu hal.”

“Apa?” bisik Celin, jantungnya berdebar cepat.

“Jika kau terus bermain… kau bisa terluka.”

Celin tersenyum kecil, tangannya naik ke wajah Abizar, jemarinya menelusuri garis rahangnya. “Maka, lukailah aku, Abizar.”

Pria itu memejamkan mata sejenak, menenangkan diri. Ketika ia kembali membuka mata, kilatan keinginan terlihat jelas, tapi ia masih menahan diri. Dengan satu gerakan, ia melepas genggamannya dan menjauh, kembali memasang wajah dingin.

“Kau terlalu berani, Nona.”

Celin duduk kembali dengan senyum puas. “Dan kau terlalu pengecut.”

Abizar tidak menanggapi, hanya kembali menyalakan mesin mobil. Tapi Celin tahu, ia sudah berhasil membuat pria itu goyah.

Dan itu baru permulaan.

***

Malam itu, Abizar berusaha memusatkan pikirannya pada pekerjaannya. Duduk di sofa apartemennya, ia membaca laporan perusahaan dan keamanan yang dikirim Darwin. Tapi pikirannya terus saja melayang pada Celin.

Gadis itu seperti badai yang terus menerpa pertahanannya.

Sejak pertemuan mereka di mobil tadi, Abizar tak bisa mengusir bayangan tatapan Celin, sentuhan lembutnya, dan senyum penuh percaya diri yang selalu berhasil membuatnya goyah.

"Sial!" Ia mengusap wajahnya, lalu bangkit untuk mengambil segelas air dingin dari kulkas. Tapi baru saja ia meneguk seteguk, ponselnya bergetar. Nama yang muncul di layar membuatnya mendesah panjang.

'Celin Luis.'

Haruskah ia mengangkatnya?

Batin Abizar sudah tahu jawabannya. 'Tidak.' Ia harus mengabaikan Celin.

Tapi tangannya justru bergerak sendiri, menggeser tombol hijau.

'Abizar…" Suara Celin di seberang telepon terdengar manja, lembut, dan—entah kenapa—sedikit menggoda.

Abizar mengembuskan napas pelan. 'Ada apa, Nona?'

'Aku bosan.'

Abizar mengernyit. 'Lalu?'

'Jemput aku.'

Abizar memejamkan mata. 'Nona Celin, ini sudah malam.'

'Dan?'

Abizar mendengar tawa kecil di ujung telepon, diikuti dengan suara gesekan. 'Aku baru selesai mandi, Abizar. Dan aku hanya memakai…'

Abizar menegang. 'Nona Celin.'

'Baju tidur satin tipis.'

Abizar mengusap wajahnya. 'Jangan bermain-main denganku!'

'Tapi aku suka bermain denganmu,' sahut Celin centil.

Abizar berusaha tetap tenang, tapi bisa membayangkan Celin bersandar di tempat tidurnya dengan baju tidur yang—sial, ia tidak boleh membayangkannya.

'Nona Celin, hentikan.'

'Hentikan apa? Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu,' suara Celin terdengar lebih lembut, lebih menggoda. 'Kau tidak mau?'

Abizar meremas gelas di tangannya. 'Nona Celin, saya serius.'

'Aku juga serius.'

Hening

Lalu, Celin kembali bersuara, kali ini lebih dalam. 'Kau tahu, Abizar? Aku bisa keluar sekarang, hanya mengenakan—'

Bip.

Abizar memutuskan telepon.

Ia tidak bisa terus begini. Jika ia membiarkan Celin menggodanya, maka gadis itu akan terus menekannya.

Tapi baru saja ia menarik napas lega, ponselnya kembali bergetar.

'Oh? Jadi kau menutup telepon? Baiklah, aku akan naik ke mobil dan datang ke apartemenmu. Kau tunggu di sana, sayang. Jangan kunci pintunya~'

"Sial!"

Abizar langsung menyambar kunci mobilnya. Ia harus menghentikan Celin sebelum gadis itu benar-benar bertindak nekat.

*

*

Di rumah keluarga Luis, Celin tertawa kecil sambil menatap layar ponselnya.

Ia tahu Abizar pasti akan menjemputnya.

Dan itu artinya… rencananya berhasil.

Ia menyeringai. “Lihat saja, Abizar. Aku tidak akan membiarkanmu mengelak lagi.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 22

    Celine duduk gelisah di ruang tamu, menunggu kedatangan Darwin. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu apa yang akan dibicarakan kakaknya. Beberapa menit kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah, membuatnya spontan berdiri. Pintu terbuka, dan Darwin masuk dengan langkah tegap. Tatapannya tajam, ekspresinya sulit ditebak. "Duduk," perintahnya singkat. Celine menurut, menunggu dengan napas tertahan. Darwin menatapnya lekat. "Apa hubunganmu dengan Abizar?" Celine terkejut dengan pertanyaan langsung itu. "H-Hubungan apa?" Darwin mendengus. "Jangan bohong, Celine. Aku tahu ada sesuatu di antara kalian." Celine mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan kakaknya. "Kan Kakak yang menyuruhku mengambil proyek kerja sama dengan

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 21

    Celine mengusap wajahnya dengan frustasi. Berurusan dengan Abizar Yazed? Itu sama saja dengan melemparkan dirinya ke dalam mulut harimau. Pria itu terlalu licik, terlalu penuh tipu daya, dan yang lebih buruk—terlalu menggoda. "Baiklah, cukup bicara soal itu. Aku harus pergi sebelum Darwin benar-benar pulang dan mengira aku ikut campur terlalu jauh dalam urusan kalian," ujar Ayana yang pergi meninggalkan mereka kembali ke kamarnya, ekspresinya serius. "Dan Abizar, jangan berbuat macam-macam. Aku serius." Abizar hanya mengangkat alis, senyum jahilnya tak berkurang sedikit pun. "Aku? Berbuat macam-macam? Oh, Nyonya Darwin, kau benar-benar salah menil—" "Ya, ya, simpan akting tak berdosamu itu untuk orang lain!" potong Ayana sebelum pergi ke kamarnya. "Celine, jangan biarkan dia menggodamu lagi!" Celine menghempaskan diri ke sofa dengan napas panjang. Percakapan barusan dengan Ayana masih t

  • Pesona Panas Asisten Dingin   bab 20

    Celine menghela napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian barusan. Abizar benar-benar membuatnya kehilangan kendali, dan sekarang, dengan Ayana duduk di depannya sambil bertanya dengan nada serius, ia harus kembali ke realita. "Celine? Kau mendengar pertanyaanku, kan?" Ayana menyipitkan mata, memandangnya penuh selidik. "Kau baik-baik saja?" Celine buru-buru mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya... sedikit kaget. Maksudku, Kak Darwin baru pulang besok, kan? Jadi kenapa kau panik begitu?" Ayana melipat tangan di dada. "Karena aku tahu kau dan Abizar tidak bisa dibiarkan berduaan terlalu lama. Buktinya tadi, aku hampir kebobolan!" Abizar yang duduk di seberang meja hanya terkekeh santai, menyilangkan kaki dengan ekspresi tak berdosa. "Kau terlalu khawatir, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tidak lebih, tidak kurang." "Tentu saja Celin pasti baik-baik saja," gumam Ayana, me

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 19

    "Kalau kau belum ingat juga, aku akan menunjukkan sesuatu yang pasti akan membantumu mengingatnya," bisik Abizar, jari-jarinya usil mengelus paha Celine. Celine menepis tangan Abizar, tapi hanya sedikit. "Jangan macam-macam! Aku curiga kau menyimpan sesuatu... sesuatu yang sangat pribadi milikku?" Suaranya sedikit gemetar, campuran rasa malu dan gairah. Abizar terkekeh rendah, suaranya berat dan sensual. "Ada di mobilku. Dan aku yakin, melihatnya akan membuatmu mengingat semuanya dengan sangat jelas." Ia sengaja menggeser tubuhnya, membuat tubuhnya bersentuhan dengan Celine. Celine mendesah pelan, tubuhnya menegang. "Yaaak! Kau ini! Bicaramu... mesum sekali!" Ia mencoba mendorong Abizar, tapi gerakannya justru membuat tubuh mereka semakin erat bersentuhan. "Menyingkirlah! Sangat sesak... dan panas..." Gerakannya tak terkendali, membuat Abizar semakin tegang. Abizar menahan napas, suaranya serak menahan gairah. "Jangan banyak bergerak, Celine... kau membuatku... sangat tegang..

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 18

    Satu jam lebih Abizar menunggu Celine yang belum juga turun. Matanya, tajam dan tak berkedip, menatap lantai atas. Tanpa basa-basi, ia berjalan menaiki tangga dengan langkah tegap dan pasti. Bob dan Will, yang berdiri tak jauh darinya, ingin melarang, namun sebelum mereka sempat bersuara, Abizar berkata dengan suara berat dan lantang, menghentikan mereka seketika. "Satu langkah, nyawa kalian akan melayang." Abizar melangkah dengan santai, namun elegan, menuju kamar Celine. Namun langkahnya terhenti ketika Ayana berdiri di ujung tangga, menghalangi jalannya. "Abizar Yazed! Kamu tidak boleh masuk ke kamar Celine! Nanti aku adukan ke Darwin!" Ayana berkata dengan mata melotot dan tangan di pinggang, sebuah pose yang bagi Abizar terlihat lucu. Tanpa ragu, Abizar mengeluarkan kotak perhiasan—sebuah kotak beludru merah tua berisi sebentuk berlian The Constellation, s

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 17

    Celine mengepalkan tangannya, jantungnya berdebar—bukan karena takut, tapi karena excited yang tercampur sedikit panik. "Cih! Mana berani dia kesini menjemputku," gumamnya, suaranya terdengar seperti tawa halus yang diredam. Celine keluar kamar, aura keanggunannya tak terbantahkan, meski dipadu dengan ekspresi slight sassy. Ia mencari Will, bodyguard-nya yang lebih mirip model iklan parfum. "Will, cepatlah kesini. Aku membutuhkanmu," teriak Celine. Will, yang tengah bergosip—mendapatkan gosip terbaru tentang hubungan asmara kepala koki dan tukang kebun—langsung berlari kecil, kemeja putihnya sedikit kusut. "Nona Celine! Ada apa, Nona?" tanyanya, napasnya sedikit tersengal. "Hey, kau. Siapkan jas termahalmu—yang aku belikan, ingat?—temani aku bertemu Abizar malam ini."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status